Pemerintah Kota Bandung Gagal Menyelesaikan Masalah Pasar: Aset Publik Dikorbankan, Kepentingan Rakyat Terabaikan

Avatar photo

Porosmedia.com – Pasar tradisional adalah denyut nadi ekonomi rakyat yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari warga Kota Bandung. Lebih dari sekadar tempat jual beli, pasar merupakan ruang sosial, ekonomi, bahkan budaya yang seharusnya dilindungi dan dikelola dengan baik oleh Pemerintah Daerah.

Namun, realitas hari ini menunjukkan fakta sebaliknya. Dari 32 pasar yang tercatat dalam pengelolaan Perumda Pasar Juara, sebagian besar justru berada dalam kondisi bermasalah—baik secara fisik, legalitas lahan, hingga tata kelola manajerial. Sayangnya, Pemerintah Kota Bandung seolah membiarkan persoalan ini berlarut-larut tanpa penyelesaian yang jelas, tegas, dan berkeadilan.

Salah satu kelemahan mendasar adalah simpang-siur status hukum lahan pasar. Banyak pasar dibangun tanpa kejelasan dasar hukum kepemilikan tanah. Apakah lahan tersebut milik Pemkot? Apakah ada perjanjian kerjasama sah dengan pemilik sebelumnya? Atau justru terjadi klaim sepihak oleh pemerintah atas lahan yang masih memiliki ahli waris?

Contoh konkret adalah Pasar Ciroyom Juara, yang hingga kini patut dipertanyakan legalitas formalnya. Ketika dokumen kepemilikan kabur, maka setiap pembangunan atau peremajaan pasar rawan digugat dan bahkan bisa berujung pidana. Di titik inilah kelemahan birokrasi dan kesembronoan perencanaan pemerintah menjadi sangat tampak.

Baca juga:  Wamentan Lakukan Sidak ke Pasar Serpong

Masalah yang lebih krusial terjadi pada Pasar Cihaurgeulis. Pemerintah Kota Bandung telah mengucurkan dana penyertaan modal sebesar Rp32 miliar kepada Perumda Pasar Juara. Namun, delapan tahun berlalu, tak satu pun bangunan pasar berdiri. Pedagang terkatung-katung. Janji tinggal janji. Publik bertanya: ke mana dana itu mengalir?

Apakah pengawasan Pemkot nihil? Ataukah Perumda dibiarkan mengelola dana sebesar itu tanpa sistem kontrol yang ketat? Jika betul terjadi kesalahan prosedur dan penyimpangan, maka ini bukan sekadar kesalahan administratif, melainkan indikasi penyalahgunaan kewenangan dan kelalaian yang merugikan keuangan daerah.

Hampir semua program revitalisasi pasar yang dijalankan Perumda kerap melupakan satu hal paling esensial: partisipasi pedagang sebagai pihak terdampak langsung. Sosialisasi nyaris tidak berjalan, dialog dengan komunitas pasar lemah, dan rancangan program seringkali tidak sejalan dengan kebutuhan riil di lapangan.

Yang dibutuhkan pasar bukan gedung mewah, tetapi sarana yang memadai dan sesuai kebutuhan: atap yang tidak bocor, drainase yang tidak mampet, jalur distribusi yang efisien, serta pengelolaan yang transparan. Jika cukup direhabilitasi, mengapa harus direvitalisasi dengan anggaran jumbo? Di sinilah banyak terjadi misunderstanding bahkan mismanagement antara Pemkot, Perumda, dan pedagang.

Baca juga:  HIPKA Jabar Bersama BEI Gelar Sekolah Pasar Modal dan Persiapan Go Public

Perumda Pasar Juara saat ini menjalankan fungsi bisnis seolah tanpa aturan main yang tegas dari Pemkot Bandung. Mereka bergerak dalam skema business to business tanpa kerangka hukum yang kokoh. Jika demikian, bagaimana mungkin publik percaya bahwa setiap keputusan bersifat objektif dan bebas dari kepentingan sempit?

Ironisnya, Komisi B DPRD Kota Bandung ( Memiliki tugas pokok dan fungsi di bidang Perekonomian dan Pembangunan. Ini meliputi berbagai sektor seperti perindustrian, energi, kelautan, pertanian, koperasi, UMKM, perdagangan, pariwisata, kebudayaan, penanaman modal, ketahanan pangan, perhubungan, perikanan, peternakan, ketenagakerjaan, dan pemberdayaan aset daerah) yang seharusnya menjadi pengawas langsung, justru seperti menonton dari kejauhan. Tidak ada dorongan penyelesaian, tidak ada inisiatif turun ke lapangan, tidak ada intervensi legislatif yang nyata. Padahal DPRD adalah pembuat regulasi sekaligus pengawas jalannya roda pemerintahan daerah.

Kondisi ini tidak bisa terus dibiarkan. Wali Kota Bandung harus turun tangan secara langsung. Duduk bersama semua pemangku kepentingan: Perumda, DPRD, pedagang, akademisi, dan masyarakat sipil. Evaluasi total perlu dilakukan, bahkan bila perlu restrukturisasi manajemen Perumda dilakukan dengan mengedepankan integritas dan akuntabilitas.

Jika ditemukan indikasi pelanggaran hukum, maka tidak boleh ada kompromi. Serahkan kasus-kasus tersebut kepada Aparat Penegak Hukum (APH). Bersihkan Perumda dari praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) dan gratifikasi. Jangan biarkan pasar menjadi ladang bancakan elite dan mafia tanah.

Baca juga:  ‎Perumda Pasar Juara: Membangun Regulasi, Mencari Solusi

Pasar bukan sekadar ruang transaksi. Ia adalah urat nadi keseharian rakyat. Pemerintah Daerah memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga, memperkuat, dan memberdayakan pasar sebagai aset publik, bukan membiarkannya menjadi arena konflik berkepanjangan.

Semoga tulisan ini menjadi catatan penting, bahkan pemantik diskusi publik yang lebih luas untuk menyelesaikan masalah pasar di Kota Bandung secara tuntas dan berkeadilan. Jangan sampai rakyat terus menjadi korban dari sistem yang gagal.

 

Selamat bertugas, sahabat.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

R. Wempy Syamkarya
Pegiat Kebijakan Publik dan Politik