Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Kukuhkan Putusan KPPU: Google Terbukti Monopoli dan Salahgunakan Posisi Dominan

Avatar photo

Porosmedia.com, Jakarta – Upaya Google LLC untuk menghindari jerat hukum gagal total. Dalam persidangan yang digelar secara terbuka melalui e-litigasi pada 19 Juni 2025, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat resmi menolak seluruh permohonan keberatan Google atas Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait praktik monopoli dan penyalahgunaan posisi dominan dalam penerapan Google Play Billing System (GPB System).

Putusan ini merupakan lanjutan dari Perkara No. 03/KPPU-I/2024 yang disidangkan KPPU dan kemudian diseret ke ranah keberatan oleh Google melalui Perkara No. 1/Pdt.Sus-KPPU/2025/PN.Jkt.Pst. Dalam keputusannya, majelis hakim justru memperkuat temuan dan keputusan KPPU bahwa Google telah melanggar Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, terutama pada Pasal 17 (monopoli), Pasal 19 (praktik diskriminatif dan eksklusif), serta Pasal 25 (penyalahgunaan posisi dominan).

Dugaan pelanggaran bermula dari kewajiban bagi pengembang aplikasi yang hendak masuk ke ekosistem Google Play Store untuk menggunakan sistem pembayaran milik Google sendiri: Google Play Billing. Kewajiban ini disertai ancaman penghapusan aplikasi jika tidak dipatuhi. Lebih jauh lagi, Google mengenakan tarif layanan antara 15% hingga 30%, suatu angka yang dinilai menekan ruang tumbuh para pengembang dan mempersempit opsi konsumen.

Baca juga:  Kamalludin : Dirut BJB Menghambat Sidang Peradilan Gugatan Pemecatan

Model bisnis yang memaksa ini mencerminkan skema ekosistem tertutup yang secara sepihak dikendalikan oleh Google. Praktik seperti ini tak hanya membatasi ruang kompetisi sehat, tetapi juga menghalangi inovasi teknologi digital dalam negeri.

Dalam putusannya pada 21 Januari 2025, KPPU menjatuhkan sanksi tegas berupa denda administratif sebesar Rp202,5 miliar dan memerintahkan Google untuk:

Menghapus kewajiban penggunaan Google Play Billing di Google Play Store.

Membuka program User Choice Billing (UCB) bagi seluruh pengembang.

Memberikan insentif pengurangan tarif layanan minimal 5% selama satu tahun sejak keputusan berkekuatan hukum tetap.

Namun demikian, Google mencoba melawan melalui pengajuan keberatan tertanggal 7 Februari 2025. Kini, setelah keberatan itu resmi ditolak, maka Google wajib mematuhi seluruh perintah hukum tersebut—tanpa terkecuali.

Putusan ini menjadi tonggak penting dalam upaya Indonesia menegakkan kedaulatan digital dan memastikan pasar teknologi tidak dikuasai oleh segelintir raksasa global. Namun, penguatan regulasi digital perlu ditindaklanjuti secara sistemik, terutama dalam mengawasi dominasi platform digital asing yang kerap menyaru dalam bentuk “layanan gratis”.

Baca juga:  Meski Program KB Raih Banyak Penghargaan, di Purwakarta Masih Ada Keluarga Miskin Miliki 12 Anak

Sebagaimana dikatakan oleh banyak pengamat, denda ratusan miliar mungkin tak lebih dari “uang parkir” bagi perusahaan sekelas Google. Oleh sebab itu, kekuatan utama tetap terletak pada keberanian institusi negara—seperti KPPU dan pengadilan—untuk berdiri tegak melawan dominasi dan praktik manipulatif model ekonomi digital global.