Yayasan Cahaya Guru Meminta Konfirmasi Status RUU Sisdiknas

Avatar photo

Porosmedia.com – Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbud Ristek) berinisiatif mengajukan usulan rancangan perubahan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional saat ini. Per tanggal 8 dan 10 Februari 2022 lalu, Kemdikbud Ristek mengundang beberapa organisasi masyarakat sipil yang bergerak dalam bidang pendidikan untuk melakukan FGD/Uji Publik untuk memberikan masukan terkait draft RUU Sisdiknas dan Naskah Akademiknya. Dalam pertemuan yang bersifat terbatas dan tertutup tersebut, Yayasan Cahaya Guru meminta konfirmasi status RUU Sisdiknas dan disampaikan bahwa RUU ini tidak masuk dalam Prolegnas tetapi disiapkan untuk menjadi usulan. Frasa uji publik RUU untuk pertemuan ini menurut YCG tidak tepat.

Yayasan Cahaya Guru (YCG) sebagai organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan dan memiliki perhatian besar pada pengembangan tema keragaman, kebangsaan, dan kemanusiaan berpendapat bahwa proses yang dilakukan harus diulang. Muhammad Mukhlisin, Manajer Advokasi Yayasan Cahaya Guru menyampaikan bahwa ada dua aspek yang menjadi alasan YCG meminta proses pembahasan usulan RUU Sisdiknas diulang: formil dan materiil.

“Dari aspek formil, pembentukan peraturan perundang-undangan perlu memperhatikan dan mengacu pada UU No 12 Tahun 2011 jo 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dari aspek substansi materiil, materi muatan dalam peraturan perundang-undangan perlu selaras antara satu pasal dengan pasal lainnya dan selaras pula dengan pasal-pasal pada Konstitusi agar tidak mengakibatkan praktik diskriminasi dan intoleransi dalam pengimplementasiannya,” kata Mukhlisin.

Baca juga:  Bahas PPAP di Kemenpora RI, Ketua Umum PPMI Ulayo Hadirkan Raja Negeri Kailolo

Yayasan Cahaya Guru tidak mengabaikan fakta bahwa sudah saatnya UU Sisdiknas direvisi. UU Sisdiknas yang saat ini berlaku sudah berusia 19 tahun sementara situasi pendidikan di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir sangat dinamis.

“Sebuah peraturan perundang-undangan baru yang bukan sekadar mengatur namun menjaga dan melindungi semua pihak dalam lingkungan pendidikan sudah saatnya dibuat. Indonesia beragam, konteks pendidikan satu wilayah dengan wilayah lain tidak sama, disparitas makin tampak selama pandemi, menjadi alasan untuk membuka ruang sebesar-besarnya bagi partisipasi masyarakat dalam rencana Pemerintah untuk mengajukan usulan RUU Sisdiknas,” kata Henny Supolo Sitepu, Ketua Yayasan Cahaya Guru.

Muhammad Mukhlisin juga menambahkan bahwa hal ini tentu dapat dikuatkan para akademisi dan praktisi melalui kajian filosofis, sosiologis, dan yuridis yang objektif dan tidak bias. “Secara filosofis, memastikan anak selamat dan bahagia. Secara sosiologis, memperhatikan realitas keragaman, kerentanan, juga disparitas yang makin tampak saat pandemi. Secara yuridis, memperhatikan keselarasan pasal-pasal yang ada dalam UU dan juga dalam Konstitusi. Bagi Yayasan Cahaya Guru, proses dan substansi dalam penyiapan dan pembahasan RUU Sisdiknas sama penting,” ia memberi penjelasan.

Baca juga:  Teti Mulyati aktifis HIPSI Garut mendukung Gelar Doktor Honoris Causa Raffi Ahmad, Kemendikbudristek Tidak Mengakui

Terkait inisiatif yang sudah dilakukan oleh Pemerintah melalui Kemendikbud Ristek RI, Yayasan Cahaya Guru berpendapat asas keterbukaan tidak terpenuhi. Dalam pasal 5 UU No 12 Tahun 2011 jo 15 Tahun 2019 mengenai azas pembentukan peraturan perundang-undangan, keterbukaan merupakan salah satu prasyarat pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Azas ini dapat terpenuhi bila sejak awal partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada pasal 86 UU yang sama dipenuhi. Masyarakat yaitu mereka yang mempunyai kepentingan atas substansi Rancangan Peraturan Perundang-undangan. Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis maka setiap Rancangan Peraturan Perundang-undangan harus dapat diakses dengan mudah. Hal ini menurut Yayasan Cahaya Guru belum sepenuhnya terjadi dalam inisiasi-inisiasi yang dilakukan Pemerintah melalui Kemendikbud Ristek.

Yayasan Cahaya Guru secara khusus memberi perhatian pada pasal-pasal mengenai tujuan, fungsi, dan prinsip pendidikan dalam UU Sisdiknas. Latar belakang rumusan ketiga hal ini perlu dikaji secara serius dan tidak bias melalui Naskah Akademik. Selanjutnya, termanifestasi dalam pasal-pasal lain yang ada dalam UU Sisdiknas maupun dalam praktik penyelenggaraan pendidikan.

Baca juga:  Mendikbudristek Umumkan Agenda Prioritas G20 Bidang Pendidikan dan Kebudayaan

Henny Supolo menegaskan, “Prinsip penyelenggaraan pendidikan harus dipegang teguh dan dijadikan dasar oleh para penyelenggara pendidikan. Pendidikan harus diselenggarakan secara demokratis, berkeadilan dan tidak diskriminatif dengan menjunjung HAM, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. Dan prinsip-prinsip ini harus termanifestasikan dalam setiap pasal dalam RUU Sisdiknas.”

Dengan mempertimbangkan aspek formal dan materiil serta menyadari kebutuhan adanya UU Sisdiknas yang baru, Yayasan Cahaya Guru meminta Pemerintah, dalam hal ini Kemdikbud Ristek, untuk mengulang dari awal proses penyiapan usulan RUU Sisdiknas dengan memegang asas keterbukaan, membuka ruang pada partisipasi masyarakat, taat prosedur, dan tidak tergesa-gesa mengingat pentingnya peraturan perundang-undangan ini; dan memastikan keselarasan tujuan, fungsi, prinsip, dan pengaturannya.

“Masyarakat juga berhak menyampaikan argumen terkait arah kebijakan pendidikan ke depan. Pendidikan adalah kepentingan kita bersama. Bukan monopoli pemerintah,” kata Mukhlisin.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *