Sultan K3 di Balik Kejatuhan Noel

Avatar photo

By Irom

Porosmedia.com – Berantas korupsi sampai ke akar-akarnya—itulah jargon yang kerap digaungkan aparat penegak hukum. Bagi penulis, cara memberantasnya sederhana: tulis profil para pejabat nakal sampai ke sum-sum tulangnya.

Kali ini, kisah tentang sosok yang ramai disebut publik sebagai “Sultan K3” ikut menyeret jatuhnya seorang pejabat tinggi.

Dari Sertifikat ke Harta Melimpah

Dalam berbagai pemberitaan, nama Irvian Bobby Mahendro—pejabat di Kementerian Ketenagakerjaan—muncul sebagai pihak yang diduga terlibat praktik jual beli sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Julukan “Sultan K3” disematkan kepadanya, bukan karena tahta, melainkan karena menguasai “kerajaan sertifikat” yang mestinya berharga ratusan ribu rupiah, tetapi disebut bisa melambung hingga jutaan rupiah.

Dari situ, menurut catatan resmi aparat, terkumpul aset bernilai fantastis: deretan mobil mewah, rumah-rumah besar, hingga saldo tabungan miliaran. Sumber daya yang mestinya untuk melindungi buruh, justru diperas demi gaya hidup pejabat.

Pertemuan Jalan Buntu

Kisah makin panas ketika publik membaca kabar mengenai hubungan “Sultan K3” dengan seorang pejabat setingkat wakil menteri. Dari dokumen perkara, terungkap permintaan uang miliaran dengan dalih renovasi rumah. Angka Rp3 miliar pun mencuat ke permukaan.

Baca juga:  Delegitimasi Kapolri dan Kerusuhan Agustus: Antara Reformasi Semu dan Transaksi Politik

Dalam tempo singkat, uang itu berpindah tangan. Tanpa antre, tanpa nota, tanpa ribet. Buruh yang menunggu THR bisa berbulan-bulan, sementara pejabat bisa cair dalam hitungan kedipan.

Akhir cerita: uang yang mengalir itu terendus aparat. Angka kerugian negara yang disebut dalam persidangan mencapai puluhan miliar rupiah.

Ironi Sertifikat & Buruh

Di sinilah letak ironi paling getir. Sertifikat K3 yang seharusnya menjamin keselamatan pekerja, justru diperdagangkan seolah tiket VIP. Buruh yang bekerja di proyek masih memakai helm retak, sementara oknum pejabat bisa mengoleksi Alphard, Pajero, hingga Mercy.

Buruh jatuh dari bangunan dianggap risiko kerja. Pejabat jatuh ke pelukan KPK justru dianggap risiko serakah.

Pelajaran Pahit

Publik belajar satu hal: kerakusan selalu membuka kedok. Bukan rakyat yang membongkar, melainkan mereka sendiri yang saling seret.

Sultan kehilangan tahtanya, pejabat flamboyan kehilangan jabatannya. Dan kita, rakyat kecil, hanya bisa menghela napas: ternyata harga sebuah sertifikat keselamatan buruh bisa berubah menjadi harga sebuah istana untuk pejabat.

Baca juga:  Terkait Perumda Pasar Kota Bandung, Wali Kota dan DPRD Dinilai Lamban Menangani Persoalan

Sementara itu, keselamatan buruh tetaplah murah