Porosmedia.com, Bandung – Sebagai anggota jejaring kota kreatif UNESCO, Kota Bandung terus mengukuhkan diri sebagai episentrum inovasi dan diplomasi digital melalui penguatan sumber daya manusia (SDM) dan kemitraan global yang progresif.
Hal ini ditegaskan oleh Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, dalam Talkshow Internasional bertajuk “Membangun Jembatan Budaya dan Interaksi Kaum Muda Indonesia–Tiongkok Melalui Media Sosial” di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Selasa (10/6/2025). Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan 75 tahun hubungan diplomatik Indonesia–Tiongkok dan 70 tahun Konferensi Asia-Afrika—dua momen historis yang merefleksikan pentingnya kolaborasi lintas negara di era multipolar saat ini.
Dalam forum tersebut, Erwin menyampaikan bahwa Kota Bandung tengah memfokuskan pembangunan pada tiga pilar utama: inovasi, digitalisasi, dan ekonomi berkelanjutan. Tiga hal ini dinilai sebagai kunci dalam membentuk lanskap perkotaan yang adaptif di tengah dinamika geopolitik dan transformasi industri global.
“Kota Bandung terbuka untuk pelatihan vokasi, digital upskilling, inkubator startup, hingga pusat inovasi bersama. Ini bukan sekadar program, tetapi investasi jangka panjang dalam membentuk Bandung sebagai kota masa depan yang cerdas dan berdaya saing global,” ujar Erwin.
Lebih dari sekadar diplomasi simbolik, kolaborasi ini berakar pada hubungan strategis antara Bandung dan Shenzhen sebagai sister city. Sejumlah program konkret telah dijalankan, salah satunya melalui inisiatif Baraya (Bandung Encouragement on Leadership, Youth and Innovation) yang sejak 2024 telah melibatkan pelajar dari Tiongkok.
“Kami ingin generasi muda dari kedua negara tumbuh dalam ekosistem kolaboratif. Pertukaran pelajar, beasiswa, dan riset teknologi menjadi pondasi utama menuju integrasi global yang berbasis nilai budaya,” tambah Erwin.
Ia juga menyoroti peran media sosial sebagai kanal utama diplomasi budaya modern. Platform seperti TikTok, Instagram, dan YouTube kini menjadi medium efektif bagi generasi muda untuk saling mengenal dan membangun pemahaman lintas budaya, dari seni bela diri, drama, kuliner, hingga kerajinan tradisional.
“Diplomasi budaya tidak lagi hanya dilakukan lewat meja perundingan. Ia hidup di ponsel anak-anak muda kita. Inilah diplomasi generasi digital yang harus dimanfaatkan secara strategis,” tegasnya.
Lebih lanjut, kerja sama tak berhenti di ranah sosial-budaya. Erwin membuka peluang konkret dalam industri kendaraan listrik (EV) dan teknologi ramah lingkungan. Bandung, kata dia, siap menjadi pilot project nasional untuk smart mobility dan transportasi hijau.
“Kami menyambut baik investasi dan kerja sama teknologi dari Tiongkok. Produksi lokal EV, pelatihan teknisi, hingga pengembangan ekosistem kendaraan listrik akan kami dorong bersama,” ucapnya.
Kebijakan ini sejalan dengan langkah Kota Bandung yang mulai mengalihkan armada bus dan kendaraan dinas ke energi listrik, dengan harapan keterlibatan aktif perusahaan Tiongkok dalam membangun infrastruktur EV di Indonesia.
Sementara itu, dari sektor pendidikan vokasi, perwakilan LAK Galuh Pakuan, DKP Tine Yowargana, menekankan pentingnya pembangunan SDM yang relevan dengan kebutuhan kawasan industri baru seperti Subang.
“Tanpa SDM yang berkualitas dan adaptif, peluang investasi hanya akan menjadi mimpi. Kita harus menyiapkan pusat pelatihan yang mampu menjawab kebutuhan pasar secara nyata, termasuk keterampilan bahasa dan teknologi,” ujarnya.
Shenzhen TV turut hadir dalam forum tersebut, membawa serta perangkat berbasis AI seperti kacamata pintar dan kamera kerja. Keikutsertaan media Tiongkok ini menegaskan bahwa kerja sama bukan hanya wacana, tetapi mulai menyentuh sektor riil melalui adopsi teknologi mutakhir.
Namun demikian, perlu dicermati bahwa kerja sama internasional juga harus disertai mekanisme kontrol dan keberpihakan pada kepentingan lokal. Inovasi dan investasi asing harus dikelola secara bijak agar tidak menimbulkan ketimpangan baru atau dominasi teknologi tanpa transfer pengetahuan yang berkeadilan.
Kota Bandung kini dihadapkan pada tantangan besar: menjadi tuan rumah bagi inovasi global, tanpa kehilangan jati diri lokal. Kerja sama dengan Tiongkok bisa menjadi peluang emas—asal dikelola dengan visi kritis dan keberanian untuk tetap berpijak pada kepentingan rakyatnya.