Porosmedia.com – Dunia memiliki perhatian besar pada serangan bertubi-tubi yang digencarkan Rusia terhadap Ukraina. Jelas ini adalah masalah kemanusiaan yang harus segera diselesaikan dan semua mata merasakan duka yang dalam.
Namun dibelahan bumi yang lain bernama Palestina, saudara kita juga mati-matian berjuang sendiri mengatasi serangan militer yang dilakukan Israel yang telah terjadi selama kurang lebih satu abad.
Pada Senin (04/04/2022) lalu, Perdana Menteri Palestina Mohammed Ishtay berharap dunia bisa meminta Israel untuk menghentikan serangan militer mereka terhadap warga sipil Palestina.
Pesan ini ia sampaikan selama rapat kabinet Otoritas Palestina yang digelar di Kota Ramallah, Tepi Barat sebelum akhirnya disampaikan secara resmi.
“Eskalasi Israel terhadap warga Palestina, yang meliputi pembunuhan, penyiksaan, penangkapan serta membolehkan pemukim melakukan kejahatan, menimbulkan ancaman yang luar biasa terhadap keamanan dan stabilitas di kawasan,” kata Ishtaye.
Negara di dunia diharapkan bisa mendorong Israel untuk segera mengakhiri pelanggaran ekstremis Israel terhadap kesucian Masjid Al-Aqsa. Terlebih, mereka juga dituduh menyerang masjid selama Ramadhan.
“Israel mengizinkan para pemukim membawa senjata dan membunuh warga Palestina hanya karena mereka tersangka,” katanya di sidang kabinet.
Ia juga menuntut tanggung jawab penuh Israel atas konsekuensi serius yang disebabkan oleh hal ini. Sabtu lalu, tiga anggota Jihad Islam Palestina dilaporkan meregang nyawa saat berada di Kota Jenin.
Militer Israel mengklaim, tiga orang itu memiliki senjata dan berencana menyerang Israel di tepi barat. Ketegangan antara Israel dan Palestina juga terus memanas selama beberapa hari belakangan.(Warta Ekonomi,07 April 2022)
Ukraina di Bela, Palestina Berduka
Di Bagian barat Ukraina, ratusan warga sipil dilaporkan meninggal dunia usai dihantam serangan militer milik Rusia.
Dalam insiden kejahatan kemanusiaan tersebut, Walikota Bucha, Anatoliy Fedoruk mengatakan ada sekitar 280 orang yang sudah dimakamkan oleh pihak berwenang di lokasi kejadian.
Dalam proses evakuasi korban, para tentara Ukraina menggunakan kabel untuk menarik mayat warga sipil yang tergeletak di jalanan.
Peristiwa naas yang terjadi di Kota Bucha, Ukraina ini pun mengundang banyak perhatian dunia. Salah satunya Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson.
Serangan Rusia di Kota Bucha bagi Jhonson, merupakan perbuatan tercela, dan Ia berjanji akan melakukan segala upaya untuk membuat tentara Putin kelaparan.
Bagi Johnson, Rusia tidak lagi bisa mengelak bahwa perbuatannya di Bucha adalah kejahatan perang yang sudah direncanakan.
“Lebih banyak bukti bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin dan tentaranya melakukan kejahatan perang di Ukraina,” ujarnya mengutip Pikiran-Rakyat.com dari Al-Jazeera, Senin (04/04/2022).
Selain itu kecaman serangan kejahatan perang di Bucha, Ukraina pun hadir dari petinggi NATO, dan dari India.
Tampaknya dunia kembali menerapkan standar ganda, dukungan dan perhatian ramai-ramai datang untuk Ukraina, sementara Palestina yang seharusnya memiliki dukungan dan perhatian lebih banyak terutama dari para penguasa negeri-negeri muslim tampaknya hanya mimpi.
Perhatian dan dukungan yang diharapkan tak lebih dari sebatas kecaman, tak pernah ada yang berani bersikap tegas dengan memberi bantuan militer, dukungan yang mereka berikan sedikit pun tidak bisa menghentikan kajahatan Israel terhadap Palestina.
Menunggu Keadilan Untuk Palestina
Sungguh miris, kekejaman Israel terhadap Palestina terjadi di tengah kian mesranya hubungan Israel dengan para pemimpin muslim. Mereka seolah meninggalkan Palestina sendirian berjuang menentukan nasibnya.
Sekitar dua minggu sebelumnya, tepatnya pada 28 Maret 2022, telah terjadi pertemuan antara perwakilan sejumlah negara-negara Arab di Negev, Israel. Pertemuan tersebut dihadiri oleh perwakilan dari negara Maroko, Mesir, Uni Emirat Arab, Bahrain, Israel, dan Amerika Serikat. Mereka membahas tentang perluasan kerjasama di bidang energi, lingkungan dan keamanan, serta program nuklir Iran.
UEA dan Bahrain sendiri telah menormalisasi hubungan dengan Israel sejak 2020 lalu. Saat itu, Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump menginisiasi Perjanjian Abraham dengan latar belakang kepentingan komersial dan kekhawatiran bersama tentang Iran.
Adapun Mesir sudah jauh lebih dulu menjalin kemesraan sejak 1979. Sedangkan, Maroko melakukan normalisasi hubungan dengan Israel beberapa saat setelah Bahrain dan UEA. Juga atas inisiasi Amerika.
Di luar pertemuan tersebut, normalisasi juga nampak dari kunjungan pejabat dan pemimpin Israel ke beberapa negara Arab dan Islam lainnya. Salah satunya kunjungan Presiden Israel Isaac Herzog kepada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada 9 Maret 2022 di Ankara.
Presiden Erdogan menyatakan negaranya dan Israel berusaha menghidupkan kembali dialog politik bilateral berdasarkan kepentingan bersama. Sementara Perdana Menteri Israel Naftali Bennett berkata, “Sambutan hangat untuk Presiden Israel Isaac Herzog, lagu kebangsaan Israel di Istana di Ankara, momen yang menyenangkan.”
Sungguh semua realitas ini sangat memilukan, terlebih selama ini negeri-negeri muslim dianggap sebagai mitra strategis bagi rakyat Palestina dalam memperjuangkan hak-hak mereka.
Suara lantang para pemimpin muslim dalam persoalan Palestina hanyalah sandiwara, mereka lebih takut kepada tuan penjajahnya daripada kepada kaum muslim dunia dan Tuhannya.
Bahkan, mereka lantang mengutuk Rusia dalam aksinya di Ukraina, sementara mereka diam atas pembantaian dan kezaliman yang dipertontonkan Israel pada Muslim Palestina dari masa ke masa.
Secercah Harapan Untuk Palestina
Realitas ini harusnya membuka mata kita, mengapa masalah Palestina tak kunjung usai bahkan semakin merajalela. Keadilan yang nyata untuk Palestina hanya bisa terealisasi ketika kejahatan Israel berhasil dihentikan secara total bukan dengan perjanjian-peranjian semu yang tak tentu arah.
Namun, masih ada secercah harapan bagi Palestina yaitu dengan perang atau jihad maka penderitaan rakyat Palestina akan berakhir. Selama ini jihad defensif yang telah dilakukan Palestina tidak cukup untuk mengusir mereka. Palestina perlu kepemimpinan Islam sebagai kesatuan politik dan militer yang hanya ada dalam sistem Islam.
Kepemimpinan inilah yang akan senantiasa siap menjadi benteng pelindung rakyat Palestina dan memobilisir kekuatan muslim seluruh dunia untuk melakukan jihad, memerangi kejahatan Israel.
Sehingga Palestina tidak lagi berjuang sendirian, ada yang membela serta memberi bantuan militer. Dengan begitu Palestina akan tampil kuat mengambil kambali hak-hak mereka.
Dalam kepemimpinan Islam inilah kedamaian akan terwujud bukan hanya bagi Palestina saja tapi untuk seluruh dunia, insyaallah.