Porosmedia.com, Karanganyar — Pagi di lereng Lawu bagian selatan terasa lembap dan beraroma tanah basah. Dusun Gunung Lading di Jatiyoso tampak tenang, diapit perbukitan hijau yang mulai diselimuti kabut. Di antara rumah-rumah bambu, berdiri kumbung kecil tempat para petani jamur bekerja saban hari — tekun, sabar, dan tanpa banyak suara.
Agus Sumargono (35) sudah 13 tahun menekuni budidaya jamur kuping (Auricularia auricula-judae). Tangannya cekatan menata rak kayu berisi log jamur yang lembap dan berjamur putih halus. “Permintaan cukup banyak, tapi kami belum bisa memenuhi. Kumbungnya terbatas, modal juga pas-pasan,” katanya, Kamis (13/11).
Keterbatasan modal jadi cerita umum di kelompok tani jamur Kuwoci. Tapi semangat mereka tak ikut kering. Selain membudidayakan jamur, kelompok ini juga memproduksi log sendiri untuk memenuhi kebutuhan anggota.
“Produksi log masih untuk keperluan kelompok. Tapi kalau nanti ada tambahan modal, kami ingin kembangkan ke pasar log dan jamur konsumsi,” ujar Sulamto, ketua kelompok Kuwoci.
Yang menarik, usaha jamur di Gunung Lading tak hanya soal hasil panen, tapi juga soal tangan-tangan perempuan yang ikut bergerak di baliknya. Di sela pekerjaan rumah, mereka menyiapkan log jamur, mencampur serbuk kayu, dan membungkus plastik satu per satu.
“Ibu-ibu di sini terbantu. Mereka bisa kerja tanpa harus meninggalkan rumah terlalu lama,” kata Sulamto.
Hartini, salah satu ibu rumah tangga yang ikut membantu, menyebut pekerjaan ini jadi penolong di sela kebutuhan dapur yang makin mahal.
“Hasilnya lumayan buat tambahan penghasilan. Kerjanya juga nggak terikat waktu, bisa diatur sendiri. Di sini ada sekitar sepuluh orang yang bantu bikin log, kadang kalau pesanan banyak bisa lebih,” tuturnya.
Menariknya lagi, sebagian besar petani jamur di Gunung Lading berusia di bawah 50 tahun. Menurut Sulamto, inilah yang membuat kelompok Kuwoci punya napas panjang.
“Kelompok ini sengaja mengajak petani muda supaya ada regenerasi. Harapannya, budidaya jamur punya masa depan yang panjang,” jelasnya.
Namun di balik semangat itu, masih ada persoalan klasik yang menempel: modal, manajemen, dan pendampingan.
“Kami butuh pelatihan, bukan hanya alat atau bibit. Kalau manajemennya baik, usaha ini bisa jalan terus,” tambah Sulamto.
Ia berharap pemerintah memberi perhatian lebih, tidak hanya lewat program, tapi juga pendampingan yang nyata. “Harapannya ada pendampingan dan bantuan modal. Supaya usaha jamur di sini bisa terus tumbuh,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, Feriana Dwi Kurniawati, Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan (Dispertan PP) Kabupaten Karanganyar, menyampaikan bahwa pihaknya akan meninjau langsung sentra jamur di Gunung Lading.
“Jamur memiliki potensi besar yang harus dikembangkan agar bisa mensejahterakan masyarakat petani jamur. Pasarnya juga masih terbuka luas, jadi kami akan mendukung budidaya jamur ini sebagai salah satu daya dukung ketahanan pangan,” ujar Feriana saat dihubungi melalui sambungan telepon.
Udara Gunung Lading terasa dingin, menyeruput secangkir kopi pahit tetap nikmat. Seperti petani jamur, meski pahit harus tetap yakin bahwa manis akan didapat seiring panen berlimpah. (Ysp)







