Menyoal Pernyataan Gubernur Dedi Mulyadi: Study Tour Sekolah Disamakan dengan Perjalanan Dinas Pejabat?

Avatar photo

Oleh : Herdis Subarja (Kordinator SP3JB)

Porosmedia.com – Pernyataan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menyamakan kegiatan study tour sekolah dengan perjalanan dinas pejabat menuai tanda tanya publik. Apalagi, pernyataan tersebut disampaikan dalam sebuah podcast populer yang ditonton jutaan masyarakat Indonesia.

Persoalan ini menjadi sensitif mengingat adanya kebijakan larangan study tour sekolah ke luar Jawa Barat, yang kini mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak, termasuk para pelaku industri pariwisata di Jabar yang terdampak langsung.

Mengurai lebih dalam, study tour sekolah atau wisata edukasi jelas merupakan bagian dari program outing class yang dirancang sekolah untuk menambah wawasan dan pengalaman siswa. Nilai tambahnya terletak pada pembelajaran di luar kelas yang menyentuh ranah sejarah, budaya, sains, teknologi, dan interaksi sosial di destinasi yang dikunjungi.

Sementara itu, perjalanan dinas pejabat memiliki maksud dan tujuan berbeda. Agenda ini biasanya terkait studi banding atau benchmarking—untuk mendapatkan referensi, masukan, dan perencanaan kerja, serta mendukung pengambilan keputusan strategis terkait kebijakan daerah. Tujuannya spesifik: mengadopsi praktik baik dari wilayah lain yang terbukti berhasil dalam pembangunan.

Baca juga:  Putusan PTTUN Jakarta: Pemprov Jabar Menang Banding Sengketa Lahan SMAN 1 Bandung

Kedua kegiatan ini jelas berbeda baik dari segi sasaran, manfaat, maupun konteks pelaksanaan. Menyamakan keduanya tanpa penjelasan yang komprehensif berpotensi menimbulkan kebingungan publik dan mengaburkan esensi kebijakan yang sedang diperdebatkan.

Podcast populer bukan sekadar ruang hiburan. Ketika seorang gubernur hadir, publik mengharapkan jawaban yang berdasarkan data, analisa, dan kebijakan yang matang. Meskipun host podcast melempar pertanyaan bernada ringan atau bercanda, posisi gubernur menuntut keseriusan dalam memberikan penjelasan, apalagi menyangkut isu publik yang sedang hangat.

Konteks larangan study tour ke luar provinsi menyentuh dua sektor strategis: pendidikan dan pariwisata. Keputusan pemerintah daerah berdampak langsung pada ribuan siswa, orang tua, dan ekosistem industri pariwisata yang menjadi sumber penghidupan masyarakat.

Dalam situasi ini, komunikasi publik yang terlalu sederhana atau analogi yang tidak tepat dapat menciptakan persepsi keliru, bahkan memicu resistensi dari pihak-pihak yang terdampak.

Solidaritas pelaku pariwisata Jawa Barat yang menuntut pencabutan larangan study tour keluar daerah adalah indikator bahwa kebijakan ini memiliki dampak ekonomi yang nyata. Sektor pariwisata di dalam provinsi diharapkan mendapatkan limpahan manfaat dari kebijakan tersebut, namun tanpa strategi pendukung yang matang, pelarangan ini justru berpotensi menurunkan minat sekolah menyelenggarakan study tour sama sekali.

Baca juga:  Visi “Jabar Istimewa” Terancam Jadi Slogan Kosong, Banser Jabar Kritik Gubernur Dedi Mulyadi

Pendekatan yang lebih tepat adalah mengarahkan study tour ke destinasi dalam provinsi dengan menawarkan paket wisata edukatif yang setara atau bahkan lebih menarik dibanding luar daerah. Ini membutuhkan koordinasi serius antara Dinas Pendidikan, Dinas Pariwisata, dan pelaku usaha wisata.

Pernyataan Gubernur Dedi Mulyadi di podcast seharusnya menjadi momentum untuk menjelaskan logika kebijakan, arah solusi, dan dampak positif bagi semua pihak, bukan sekadar analogi yang berpotensi menimbulkan salah tafsir.

Di tengah dinamika publik dan tuntutan para pelaku pariwisata, transparansi kebijakan, komunikasi yang tepat, dan strategi yang solutif akan menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan masyarakat, sekaligus memastikan bahwa tujuan kebijakan tetap tercapai tanpa menimbulkan resistensi yang lebih luas.