Porosmedia.com – Dalam sejarah panjang Perang Aceh yang meletus sejak 1873, banyak nama besar tercatat sebagai aktor utama, baik dari pihak Aceh maupun Belanda. Salah satu nama yang menarik namun kerap luput dari sorotan adalah Raden Ario Setjo Negoro, seorang perwira berdarah Madura yang menjadi bagian dari KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger) dan terlibat langsung dalam beberapa pertempuran krusial.
Setelah Belanda berhasil menduduki Kota Raja (Banda Aceh) pada 1873, satu per satu kota dan daerah lain pun jatuh ke tangan kolonial. Di antara wilayah yang berhasil dikuasai adalah Kotta Alam dan Oleh Karang, yang kala itu dikendalikan oleh pasukan KNIL, termasuk pasukan bantuan dari Madura (Korps Barisan Madura).
Namun, pada 28 Juli 1876, pasukan Aceh melancarkan serangan mendadak ke daerah tersebut. Dalam situasi genting itu, Raden Ario Setjo Negoro yang saat itu berpangkat letnan-dua, memimpin pertahanan dengan dibantu seorang perwira kesehatan bernama Doring. Ia mengarahkan pasukannya untuk berlindung dan menyusun perlawanan balik.
“Setjo Negoro yang memimpin pasukan, yang diiringi beberapa fusilier lainnya, mula-mula melepaskan beberapa kali tembakan, kemudian menyerang musuh dengan bersemangat, dan berhasil menghancurkan musuh.”
— Pieter Brooshooft dalam “Geschiedenis van den Atjeh-Oorlog, 1873–1886”
Aksi heroik ini tidak hanya menyelamatkan posisi Belanda di Kotta Alam dan Oleh Karang, tetapi juga menunjukkan kemampuan militer dan kepemimpinan Raden Ario Setjo Negoro yang luar biasa. Atas jasanya, ia dianugerahi Bintang Militaire Willemsorde Kelas IV—penghargaan tertinggi militer Belanda—melalui Koninklijk Besluit (Keputusan Kerajaan) tanggal 21 Juni 1877, No. 24.
Ario Setjo Negoro memulai karier militernya sebagai sersan di Barisan Bangkalan, bagian dari Korps Barisan Madura—unit Hulptroepen (pasukan pembantu) KNIL yang direkrut dari masyarakat lokal. Menurut Java Bode, edisi 6 Oktober 1875, ia dipromosikan menjadi letnan-dua pada tahun yang sama.
Perannya dalam Perang Aceh tidak hanya tercatat dalam dokumen militer, tetapi juga diakui dalam Register Ridder Militaire Willemsorde, nomor 4305, yang secara eksplisit menyebut keterlibatannya dalam pertempuran Kotta Alam dan Oleh Karang sebagai alasan penghargaan tersebut.
Namun, karier militernya tidak berlangsung lama. Berdasarkan berita dari De Locomotief, edisi 16 April 1879, Raden Ario Setjo Negoro mengundurkan diri dengan hormat dari militer hanya tiga tahun setelah pertempuran itu.
Kisah Raden Ario Setjo Negoro memunculkan pertanyaan reflektif tentang peran dan posisi prajurit Nusantara dalam tentara kolonial Belanda. Ia bertarung dengan gagah berani, namun di bawah panji penjajah. Sebuah dilema sejarah yang tak hitam-putih, tetapi tetap layak dikenang dan dipahami secara utuh.
Raden Ario Setjo Negoro adalah representasi dari bab sejarah Indonesia yang rumit: ketika identitas, loyalitas, dan nasib rakyat lokal bersinggungan dalam panggung kolonialisme. Terlepas dari benderanya, ia tetap sosok penting dalam dinamika militer abad ke-19 di Nusantara.
Sumber:
Geschiedenis van den Atjeh-Oorlog, 1873–1886 – Pieter Brooshooft
Java Bode, 6 Oktober 1875
De Locomotief, 16 April 1879
Register Ridder Militaire Willemsorde no. 4305
Arsip Sejarah Cirebon