Porosmedia.com, Bandung – Dana hibah yang semestinya mendukung pembinaan karakter generasi muda lewat Gerakan Pramuka justru dijadikan ajang bancakan elite birokrasi Kota Bandung. Kejaksaan Tinggi Jawa Barat menetapkan dan menahan empat tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah Kwartir Cabang Pramuka Kota Bandung senilai Rp6,5 miliar pada anggaran 2017, 2018, dan 2020.
Para tersangka adalah Eddy Marwoto (Kadispora aktif), Dodi Ridwansyah (mantan Kadispora), Yossi Irianto (mantan Sekda dan Ketua Kwarcab), serta Deni Nurdiana (mantan Ketua Harian Kwarcab).
Kejati Jabar mengungkap, proposal dana hibah diajukan dengan manipulasi anggaran—mengakomodasi biaya representasi dan honorarium staf yang tak sesuai regulasi Keputusan Wali Kota Bandung. Dana yang cair digunakan di luar peruntukan dan dilaporkan secara fiktif.
“Ini bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi kejahatan yang terencana dan berulang,” tegas Aspidsus Kejati Jabar, Dwi Agus Arfianto.
Yossi dan Dodi berperan di balik rekayasa 2017–2018, sementara Eddy mengulang pola serupa pada 2020 saat menjabat Kadispora dan pengurus harian Kwarcab. Deni menjadi penanggung jawab pertanggungjawaban fiktif di lapangan.
Pramuka selama ini dikenal sebagai pilar pembinaan karakter, kejujuran, dan kedisiplinan anak bangsa. Namun kasus ini justru menyingkap borok moral dari aktor-aktor yang seharusnya menjadi teladan.
“Ini bukan hanya korupsi uang negara, tapi pengkhianatan terhadap nilai-nilai luhur pendidikan karakter,” ujar mantan kepala sekolah di kota Bandung yang tidak mau disebutkan namanya.
Skandal ini mempertegas lemahnya sistem pengawasan dana hibah di daerah. Alih-alih berdasarkan kebutuhan, pencairan hibah sering berbasis koneksi dan relasi politik. Prosedur kontrol pasca-pencairan nyaris nihil.
“Selama tidak ada sistem transparansi dan audit terbuka, hibah akan terus jadi celah korupsi,” jelas kang Wahyu dari Bandung Monitoring Forum
Wali Kota Bandung dan seluruh jajaran birokrasi kini berada di titik kritis. Ini bukan sekadar soal dana Rp6,5 miliar, melainkan kredibilitas moral birokrasi dan komitmen terhadap reformasi anggaran.
Langkah konkret seperti audit menyeluruh, keterbukaan data hibah, serta pembentukan tim verifikasi independen mesti segera dijalankan jika Pemkot tak ingin kehilangan legitimasi publik.
Saat simbol pendidikan karakter seperti Pramuka dikorupsi, yang rusak bukan hanya keuangan negara—tetapi fondasi moral bangsa. Kasus ini harus menjadi momentum perombakan menyeluruh sistem hibah dan pembinaan organisasi kepemudaan di seluruh Indonesia, Ujar Kang Wahyu menutup obrolan.