Porosmedia.com, Jakarta – Wakil Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Anggota DPR RI, Bambang Soesatyo, menyatakan dukungan penuhnya terhadap penyelenggaraan Hari Pelaut Sedunia yang akan diperingati pada 25 Juni 2025 di Jakarta. Peringatan tahunan ini menjadi momentum penting untuk memberikan apresiasi terhadap kontribusi vital para pelaut dalam mendukung arus perdagangan internasional dan keberlanjutan ekonomi global.
Tahun ini, peringatan Hari Pelaut Sedunia mengangkat tema “My Harassment-Free Ship” atau “Kapal Saya Bebas Perundungan”, sebagai bentuk seruan moral dan sosial dalam menciptakan lingkungan kerja di laut yang aman, inklusif, dan terbebas dari segala bentuk kekerasan serta pelecehan.
“Tema ini bukan sekadar slogan, melainkan refleksi dari realitas keras yang dihadapi banyak pelaut, terutama perempuan. Perundungan dan pelecehan di laut adalah persoalan serius yang harus dihadapi dengan komitmen kolektif,” tegas Bamsoet saat menerima Panitia Peringatan Hari Pelaut Sedunia 2025 di Jakarta, Rabu (4/6/2025).
Turut hadir dalam pertemuan tersebut antara lain Capt. Harry Buana Putra, Diandy Davino, dan Muhammad Fajar Rahmanto.
Mantan Ketua DPR RI ke-20 ini menyoroti data dari jurnal Marine Policy yang menunjukkan bahwa lebih dari 50 persen pelaut perempuan pernah mengalami perundungan atau pelecehan di tempat kerja. Dari angka tersebut, sekitar 17 persen mengaku mengalami pelecehan seksual, dan satu persen kadet bahkan pernah mengalami kekerasan seksual saat bertugas di kapal.
“Kondisi ini tidak hanya berdampak pada kesehatan mental dan fisik para pelaut, tetapi juga berisiko terhadap keselamatan operasional di laut. Ketika seseorang merasa terancam, konsentrasi kerja menurun, dan ini sangat membahayakan keseluruhan misi pelayaran,” jelas Bamsoet.
Politikus senior Golkar yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia itu menegaskan perlunya tindakan konkret dari seluruh pemangku kepentingan industri maritim untuk membangun budaya kerja yang adil dan aman. Ia mendorong penerapan pelatihan anti-pelecehan bagi seluruh kru kapal, penguatan sistem pelaporan yang aman, serta pengawasan internal yang ketat.
“Setiap kapal harus memiliki protokol pelaporan yang dapat diakses tanpa rasa takut. Di sisi lain, edukasi menyeluruh terkait kesetaraan dan anti-diskriminasi menjadi kunci agar budaya pelecehan bisa dihentikan sejak dini,” katanya.
Lebih jauh, Bamsoet juga menekankan pentingnya ruang ekspresi bagi para pelaut untuk menyuarakan pengalaman mereka, sekaligus mendorong perusahaan pelayaran agar menerapkan kebijakan zero tolerance terhadap segala bentuk perundungan dan pelecehan. Pendampingan psikologis dan konseling bagi korban juga dinilai penting sebagai bentuk dukungan jangka panjang.
“Lautan bukan sekadar jalur perdagangan. Laut harus menjadi ruang yang adil dan aman bagi seluruh pelaut untuk berkembang, tanpa rasa takut dan diskriminasi. Di sanalah masa depan industri maritim yang beradab dan berkelanjutan bisa dibangun,” pungkas Bamsoet.