Ken Arok adalah pendiri Kerajaan Singosari 

Avatar photo

Porosmedia.com — Ejaan nama sebenarnya adalah Ken Angrok, sejak muda dikenal sebagai pimpinan para pencuri, perampok dan penjahat yang kerap membuat keonaran.

Namun siapa sangka sosok penjahat bisa menjadi raja besar dimulai sejak membunuh Akuwu Tumapel bernama Tunggul Ametung dan menikahi istrinya, Ken Dedes yang dikenal sangat cantik jelita serta konon membawa wahyu keprabon.

Bahkan, sosok yang dikabarkan sebagai “penjahat” itulah yang dipuja-puja sebagai leluhur bagi para raja Majapahit, negeri besar dan adidaya setelah keruntuhan Singosari. Sosok yang namanya termasyur, Sri Rajasa san Amurwabhumi.

Sejarah mengenai jati diri Ken Angrok memang tertutup sejak lahir. Asal-usul siapa ayahnya tidak jelas. Banyak yang mengira, Ken Angrok berasal dari kalangan masyarakat Sudra yang beruntung bisa menjadi raja.

Asal-usul Ken Angrok keturunan raja
Ken Angrok lahir dari rahim wanita desa bernama Ken Ndok atau Ni Endhog. Ia adalah istri pemuda desa bernama Gajahpara.

Tapi Gajah Para harus rela ketika istrinya diminta oleh seorang bangsawan dari negeri Panjalu (Kediri) yang beribu kota di Daha. Negeri ini membawahi Janggala, sebuah negeri bawahan Panjalu yang beribu kota di Kahuripan.

Saat itu, Ken Ndok yang bersama suaminya, Gajah Para sedang berada di sebuah hutan untuk berburu kayu. Keduanya merupakan pengantin baru yang baru saja melaksanakan pawiwahan (pesta pernikahan).

Saat di hutan, kecantikan Ni Endhog memikat ksatria Panjalu yang sedang berburu kijang di hutan. Perempuan desa itu akhirnya diminta “melayani” sang ksatria selama dua bulan.

Dengan kata lain, Ken Ndok harus rela dikawini sang kesatria selama mengembara berburu di hutan, yakni sekitar dua bulan. Selama itu pula, suaminya dilarang untuk menyentuh istri sahnya sendiri.

Waktu itu, seorang kawula yang memiliki kasta sudra tidak akan berani menentang perintah dari golongan ksatria. Karenanya, wajar jika seorang gadis kampung berkasta sudra pun hanya menurut bila diminta menjadi istri ksatria.

Singkat cerita jati diri kesatria yang berburu hewan tersebut adalah Raja Panjalu (Kadiri) bernama Mapanji Kamesywara. Nama kecilnya adalah Rahadyan Kuda Rawisrengga dan dikenal masyarakat luas dengan nama Panji Asmarabangun.

Sri Maharaja Kamesywara meminta Ken Ndok untuk merahasiakan hubungannya. Maharaja juga meminta, seandainya Ni Endhog hamil, jangan sampai dinodai dengan benih Gajah Para, suaminya sendiri. Pesan itu dipegang teguh oleh Ni Endhog.

Gajah Para sebetulnya memendam amarah dengan istrinya. Namun dia tidak bisa berbuat apa-apa. Ketika Gajah Para berniat berhubungan dengan istrinya dan ditolak karena sudah mengandung benih jabang bayi dari Raja Panjalu, Gajah Para berbuat semakin menjadi-jadi.

Dia menyebarkan warta kepada penduduk desa bahwa istrinya itu dihamili olehnya. Ternyata, kehidupan Ni Endhog diawasi oleh telik sandi (intelejen) dari Kerajaan Panjalu (sekarang dikenal dengan Kadiri).

Baca juga:  Candi Prambanan Jadi Tempat Ibadah Umat Hindu Dunia

Akibat perbuatannya itu, Gajah Para mendadak tewas mengenaskan tanpa diketahui siapa pelakunya. Gajah Para tidak mengetahui jika ksatria yang “meminjam” istrinya dulu adalah Maharaja Panjalu.

Sang jabang bayi akhirnya lahir. Karena suatu hal, si jabang bayi sempat dibuang di pasetran pabajangan (pemakaman bayi) dan ditemukan oleh seorang maling bernama Ki Lembong. Dari sinilah, pengembaraan bayi bernama Ken Angrok dimulai.

Ia dibesarkan dalam keluarga maling. Selanjutnya saat menginjak usia dewasa, ia mengembara hingga terlibat konflik dengan seorang Akuwu dari Tumapel bernama Tunggul Ametung.

Sang Akuwu punya istri cantik bernama Ken Dedes. Sebelum mengenal Ken Dedes, Ken Angrok sebetulnya sudah menikah dengan gadis bernama Umang.
Saat Ken Angrok membawa Umang kepada ibunya, Ken Ndok itulah, jati diri Ken Angrok terungkap. Sebelumnya, Ken Angrok sudah diberi tahu oleh seorang brahmana bernama Janggan Wilutama yang mengurusi Pashraman Sagenggeng.

Pashraman seperti pesantren dalam Islam, tetapi tempat pengajaran agama Syiwaphaksa (ajaran Syiwa, sekarang dikenal Hindu). Janggan Wilutama mengatakan jika Ken Angrok bukanlah orang biasa, pasti memiliki darah ksatria.

Karena itu, Ken Angrok diminta jujur. Tapi Ken Angrok masih tidak tahu siapa ayahnya yang sebenarnya, sehingga menanyakan kepada ibunya saat pulang ke kampung halaman.

Namun, ibunya meminta agar Ken Angrok tetap merahasiakan jati dirinya. Itulah pesan yang disampaikan ramanya dulu.

Ayah Ken Angrok
Sang ibunda, Ken Ndok lantas bercerita mengenai sejarah dan riwayat Ken Arok. Ayah sesungguhnya Ken Angrok adalah Maharaja Sri Kamesywara, penguasa Panjalu.

Leluhur Mapanji Kamesywara adalah Prabu Jayabaya, Raja Panjalu (Kadiri) yang berhasil menyatukan Janggala ke dalam kekuasaannya. Nama kecilnya Raden Kudarawisrengga atau Panji Hino Kerthapati.

Karena kisah cinta segitiganya dengan Dyah Ayu Sasi Kirana (Candra Kirana) dan Rara Anggraeni, ia dikenal masyarakat luas dengan Panji Asmarabangun. Cerita cinta ayahnya Ken Angrok begitu melegenda sehingga digemari masyarakat dalam pentas-pentas kesenian rakyat.

Namun, kisah cinta sang ayah dengan ibunya yang hanya perempuan desa dari golongan sudra, tertutup rapat dan dirahasiakan. Tapi siapa sangka jika anaknya kelak menjadi raja besar Tanah Jawa.

Sang ayah sendiri tewas di tangan seorang Akuwu (kepala daerah) bernama Tunggul Ametung dalam perang saudara. Sri Kamesywara seharusnya berkedudukan di Daha, ibu kota Panjalu.

Tapi ia lebih suka tinggal di Janggala, negara bawahan Panjalu. Lantaran konflik internal yang berkepanjangan, Sang Maharaja Panjalu yang tinggal di Kedaton Jenggala justru diserang oleh pasukan Panjalu yang dipimpin saudaranya sendiri.

Saat Tunggul Ametung bermasalah dengan brahmana, Ken Angrok tampil berada di pihak brahmana. Sebuah kebetulan, Tunggul Ametung ternyata orang yang membunuh ayah kandung Ken Angrok sehingga semangat perlawanannya semakin berkobar.

Baca juga:  Peran Politik Mr. Sjafrudin Prawiranegara (1947-1948)

Akhir cerita, Ken Angrok berhasil membunuh Tunggul Ametung, menikahi Ken Dedes dan mengangkat dirinya sebagai Akuwu Tumapel. Wilayah Tumapel atas dukungan dari para brahmana, mendeklarasikan diri sebagai wilayah yang merdeka diberi nama Singosari.

Trah Keturunan Ken Dedes yg memimpin Shingasari maupun Majapahit.

Keturunan Ken Arok justru tersingkir dari tahta Kerajaan Singosari, setelah pendiri Singosari bergelar Sri Rangga Rajasa itu meninggal dunia. Tragis! Kursi tahta justru diwarisi oleh keturunan Ken Dedes dari mendiang suaminya, Tunggul Ametung.

Dari silsilah yang dihimpun dari berbagai sumber, Ken Arok mendirikan Kerajaan Singasari dan memerintah dari tahun 1.222 Masehi hingga tahun 1247 Masehi. Setelah meninggal dunia, pewaris tahta selanjutnya adalah Anusapati, putra Ken Dedes dari benih Tunggul Ametung.

Anusapati memerintah Kerajaan Singasari hanya sekitar dua tahun saja, yakni antara tahun 1247 Masehi hingga 1249 Masehi. Tahta selanjutnya dipegang oleh Panji Tohjaya, putra Ken Arok dari istri pertama bernama Ken Umang.

Panji Tohjaya memerintah juga sangat sebentar, tak lebih dari satu tahun, yakni sekitar 1249 Masehi hingga 1250 Masehi. Tahta keempat dan kelima, justru dikuasai oleh keturunan Ken Dedes dari Tunggul Ametung.

Raja keempat Singosari adalah Ranggawuni atau Wishnuwarddhana (1250-1269 Masehi) yang memerintah cukup lama, sekitar 19 tahun. Tahta berikutnya diserahkan putranya, Sri Kertanagara yang memerintah sangat lama, sekitar hampir 30 tahun, dari 1269-1292 Masehi.

Tahta Sri Kertanegara berakhir setelah digempur Jayakatwang, Adipati Gelang gelang (sekarang Madiun, Jawa Timur). Jayakatwang tidak meneruskan tahta Singosari, tetapi mendirikan kerajaan baru bernama Kadiri, kerajaan terdahulu yang pernah runtuh akibat gempuran pasukan Tumapel di bawah pimpinan Ken Arok.

Sebentar saja, Jayakatwang berhasil ditumpas Raden Wijaya melalui tangan pasukan Tartar dari kerajaan besar Mongolia dengan raja legendaris, Khubilai Khan. Setelah berhasil menumpas Jayakatwang, pasukan Tartar dihabisi pasukan Raden Wijaya dan berdirilah Majapahit.

Siapa Raden Wijaya? Pendiri Majapahit ini putra Dyah Lembu Tal putra Mahesa Cempaka (Narasinghamurti) putra Mahesa Wong Ateleng putra Ken Arok dengan Ken Dedes.

Jika ditulis menggunakan silsilah ala Islam: Raden Wijaya bin Dyah Lembu Tal bin Maseha Cempaka bin Maseha Wong Ateleng bin Ken Arok. Dengan begitu, Raden Wijaya adalah keturunan keempat Ken Arok atau Sri Rangga Rajasa, pendiri Singasari.

Keturunan keempat dalam bahasa Jawa disebut canggah, sedangkan keturunan ketiga disebut buyut dan keturunan kedua disebut putu atau cucu. Jadi, Ken Arok disebut “simbah canggah” Raden Wijaya.

Silsilah Raja-raja Singasari
Tersingkir dari tahta Singasari
Catatan sejarah versi Nagarakretagama (naskah yang diakui Unesco sebagai warisan ingatan dunia), keturunan Ken Arok sama sekali tidak menduduki tahta kerajaan yang dibangunnya.

Sebab, raja selanjutnya sepeninggal Ken Arok adalah Anusapati, putra Ken Dedes dari mendiang suaminya, Tunggul Ametung. Selanjutnya, tahta diwarisi putranya, Wisnuwardhana (Ranggawuni), lalu Kertanegara.

Baca juga:  Sjahrir, Kawin beda Agama

Keturunan Ken Arok pun tersingkir dari tahta yang dibangunnya sendiri. Namun, setelah Kertanegara lengser keprabon akibat pergolakan politik, baik di dalam negeri maupun luar negeri, Raden Wijaya sebagai keturunan keempat Ken Arok dan Ken Dedes tampil sebagai tokoh yang mendirikan Dinasti Majapahit.

Cerita singkatnya begini. Perkawinan Tunggul Ametung dan Kendedes melahirkan anak bernama Anusapati. Tunggul Ametung meninggal dibunuh Ken Arok menggunakan keris Empu Gandring.

Ken Dedes yang menjadi janda anak satu, dinikahi Ken Arok. Sementara Ken Angrok sudah memiliki istri bernama Ken Umang. Dengan begitu, Anusapati adalah anak tiri Ken Arok.

Setelah dewasa, Anusapati membunuh ayah tirinya (Ken Arok) menggunakan keris Empu Gandring yang pernah digunakan Ken Arok membunuh Tunggul Ametung, bapak asli Anusapati. Setelah naik tahta, Anusapati menjadi raja Singosari yang kemudian diwarisi anak-anaknya.

Hingga suatu ketika, Raja Singasari bernama Sri Kertanagara, cucu Anusapati atau buyut Tunggul Ametung dan Ken Dedes, harus lengser keprabon akibat digempur pasukan Jayakatwang, Bupati Gelanggelang.

Sebelumnya, Kertanagara pernah memotong telinga dan melukai utusan atau duta Kubilai Khan yang meminta agar Singasari tunduk di bawah kekuasaan Kekaisaran Mongol. Tak terima dengan perlakuan dari Raja Jawa itu, Kubilai Khan murka dan mengirim pasukan dalam jumlah besar untuk menggempur Singasari.

Saat tentara Tartar datang ke Jawa, Kertanegara ternyata sudah dikalahkan Bupati Gelanggelang, Jayakatwang. Nasib apes menimpa Jayakatwang karena harus menghadapi gempuran tentara Mongol.

Raden Wijaya yang terhitung masih kerabat Kerajaan Singosari memanfaatkan situasi ini dengan baik. Ia berkoalisi dengan tentara Mongol untuk mengalahkan Jayakatwang.
Sesuai saran Raden Wijaya, pasukan Tartar dipecah menjadi tiga penjuru untuk mengepung Jayakatwang. Alih-alih sebagai strategi perang, pemecahan pasukan Tartar sesungguhnya taktik Raden Wijaya untuk mencerai-berai pasukan Tartar, kemudian menghabisinya selepas mengalahkan pasukan Jayakatwang.

Dan benar, setelah berhasil mengalahkan pasukan Jayakatwang, pasukan Tartar dibumihanguskan oleh pasukan Raden Wijaya pada saat mereka melaksanakan pesta kemenangan. Desa Majapahit yang menjadi tempat tinggal Raden Wijaya dalam melakukan konsolidasi politik akhirnya menjadi kerajaan besar.

Saat keturunan Tunggul Ametung dan Ken Dedes sudah selesai kiprahnya sebagai Raja Jawa dengan runtuhnya Singosari, kini giliran keturunan Ken Dedes dari suami Ken Arok yang mengukuhi Tanah Jawa dengan berdirinya Kerajaan Majapahit.

Setelah dinobatkan sebagai raja, Raden Wijaya mengambil gelar Kertarajasa Jayawardhana. Inilah awal keturunan Ken Arok memulai kiprahnya sebagai penguasa Tanah Jawa yang sesungguhnya.

Tetap semangat,luruskan niat,belajar ikhlas. Salam moekti,rahajoe sagung dumadi,mardhika jiwa lan raga,,kalis ing sambikala.

Sumber : Warta tradisi