Porosmedia.com, Bandung – Pemanggilan delapan kepala dinas di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung oleh Kejaksaan Negeri Bandung pekan lalu menandai babak baru dalam pengusutan dugaan penyalahgunaan wewenang yang menyeret nama Wakil Wali Kota Bandung, Erwin. Para pejabat tersebut dimintai keterangan sebagai saksi, terutama terkait dugaan jual beli jabatan serta pengondisian proyek di sejumlah dinas.
Inilah 14 Pejabat Kepala Dinas dan setingkat Kepala Dinas yang diduga dipanggil oleh Kejaksaan Negeri Bandung:
1. Ronny Ahmad Nurudin – Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian
2. Eric Mohamad Aththauriq – Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP
3. Dudy Prayudi – Asisten Perekonomian dan Pembangunan
4. Asep Saeful Gufron – Kepala Dinas Pendidikan
5. Asep Cucuk Cahyadi – Asisten Pemerintahan dan Kesra
6. Arief Syaifudin – Staf Ahli Wali Kota Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik
7. Adi Junjunan Mustafa – Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
8. Rasdian Setiadi – Kepala Dinas Perhubungan
9. Bambang Sukardi – Kepala Satuan Polisi Pamong Praja
10. Fajar Kurniawan – Staf Ahli Wali Kota Bidang Pembangunan, Ekonomi, dan Keuangan
11. Dewi Kaniasari – Kepala Dinas Arsip dan Perpustakaan
12. Anhar Hadian – Kepala Dinas Pengendalian Kependudukan dan KB
13. Darto – Kepala Dinas Lingkungan Hidup
14. Rizki Kusrulyadi, ST., MM
Kepala Dinas
Sumber Daya Air dan
Bina Marga (DSDABM)
Kota Bandung
Kasus ini menambah panjang daftar persoalan integritas di tubuh Pemkot Bandung. Sejumlah pakar menilai, akar masalah bukan sekadar individu, melainkan sistemik—tertanam dalam budaya birokrasi yang masih memberi ruang pada praktik transaksional dan patronase politik.
Bandung sejatinya harus berbenah. Kota ini perlu menegakkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan dengan menegaskan integritas ASN, sistem meritokrasi murni, serta pengawasan internal yang kuat. Inspektorat mesti berfungsi nyata sebagai benteng pencegahan korupsi dan bekerja sinergis dengan aparat penegak hukum.
Di sisi lain, transparansi dan akuntabilitas publik wajib diperkuat. Proses pengadaan, perizinan, dan penggunaan anggaran harus terbuka dan dapat diawasi masyarakat. Setiap OPD dituntut mempertanggungjawabkan kinerjanya secara jelas dan terukur.
Langkah strategis lain adalah digitalisasi layanan publik untuk menutup celah pungli serta penyederhanaan birokrasi agar lebih efisien dan bebas dari praktik penyalahgunaan wewenang.
Momentum penegakan hukum ini semestinya dijadikan titik balik. Bandung harus kembali ke jalur integritas — membangun kepercayaan publik, menegakkan prinsip good governance, dan benar-benar menjadi kota cerdas tanpa bayang-bayang korupsi.
Sumber : Redaksi







