Porosmedia.com – Persoalan sampah seolah menjadi “lingkaran setan” yang terus menghantui warga Kota Bandung. Dari waktu ke waktu, masalah ini kembali muncul sebagai agenda darurat, seakan-akan selalu ada titik lemah dalam rantai pengelolaan yang membuat Bandung sulit keluar dari krisis kebersihan. Di berbagai kesempatan, persoalan sampah bahkan terasa seperti sarang kekisruhan di level birokrasi tertentu—bukan karena kesengajaan, melainkan akibat tata kelola yang belum sepenuhnya efektif.
Kondisi ini menjadi fenomena berkepanjangan yang belum menunjukkan tanda-tanda tuntas. Bila ditelaah dari berbagai sisi, masalahnya tidak tunggal. Ada faktor perilaku masyarakat yang belum disiplin, kurangnya tenaga kebersihan, fasilitas pembuangan yang tidak memadai, hingga efektivitas penggunaan anggaran untuk sarana pengolahan sampah. Pemerintah memang telah mengalokasikan anggaran untuk pengadaan mesin pemusnah sampah, namun beberapa titik masih mengalami penumpukan karena persoalan operasional dan distribusi armada.
Di sisi lain, program sosialisasi kebersihan di tingkat kelurahan dan kecamatan masih belum merata dan belum mampu membangun budaya disiplin di masyarakat. Padahal kesadaran kolektif adalah fondasi penting. Sampah bukan hanya persoalan pemerintah—tetapi musuh bersama yang menuntut kontribusi aktif warga, dimulai dari skala paling kecil: rumah masing-masing.
Karena itu, diperlukan langkah yang lebih terstruktur dan berkelanjutan. Kesadaran masyarakat harus diperkuat, dan pemerintah perlu meningkatkan mekanisme pengawasan serta koordinasi antarunit. Dalam konteks ini, Wali Kota membutuhkan Tim Reaksi Cepat Penanggulangan Sampah yang bekerja sistematis, siaga 1×24 jam secara bergilir, dan dilengkapi dengan sistem pelaporan masyarakat yang terintegrasi. Tim ini bukan sekadar petugas lapangan, tetapi unit taktis yang melakukan survei berkala, pemetaan titik rawan, evaluasi ritme pengangkutan, dan tindakan cepat saat terjadi penumpukan.
Masalah sampah tidak boleh lagi dianggap sebagai siklus musiman yang datang dan pergi. Kota Bandung membutuhkan sistem pengelolaan yang modern, disiplin, dan didukung partisipasi publik yang kuat. Tanpa itu semua, persoalan sampah akan terus menjadi krisis yang berganti-ganti wajah, namun dengan akhir yang selalu sama: penumpukan yang meresahkan dan kota yang tidak pernah benar-benar bersih.
R. Yadi Suryadi : Pengamat Kebijakan dan Politik | Porosmedia







