Porosmedia.com – Pasar properti Indonesia memasuki tahun 2025 dengan bayang-bayang kelesuan yang semakin nyata. Meskipun pemerintah telah menggelontorkan berbagai insentif fiskal, seperti perpanjangan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) hingga akhir 2025, penjualan properti tetap menunjukkan tren penurunan. Data Bank Indonesia mencatat bahwa pada kuartal III 2024, penjualan rumah baru terkontraksi sebesar 7,62% secara kuartalan, melanjutkan kontraksi 12,8% pada kuartal sebelumnya .
Akar Masalah: Lebih dari Sekadar Daya Beli
Beberapa faktor utama yang berkontribusi terhadap lesunya pasar properti antara lain:
1. Kenaikan Harga Bangunan: Kenaikan harga bahan bangunan sebesar 38,98% menjadi hambatan utama dalam pengembangan dan penjualan properti residensial .
2. Masalah Perizinan dan Perpajakan: Proses perizinan yang kompleks (27,33%) dan beban perpajakan (15,61%) turut menghambat pengembangan properti .
3. Tingginya Proporsi Uang Muka: Proporsi uang muka yang tinggi dalam pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebesar 18,53% menjadi kendala bagi konsumen .
4. Perilaku Developer: Maraknya kasus developer nakal yang menjual properti tanpa legalitas lengkap atau gagal membangun proyek menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap industri properti .
5. Perubahan Preferensi Generasi Muda: Generasi milenial dan Gen Z cenderung lebih memilih fleksibilitas dan pengalaman dibandingkan kepemilikan aset fisik seperti properti. Survei Deloitte pada 2023 menunjukkan bahwa 67% responden Gen Z lebih memilih menyewa properti dibandingkan membeli.
Solusi Strategis: Pendekatan Komprehensif
Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan pendekatan yang menyeluruh:
1. Reformasi Regulasi dan Perizinan: Penyederhanaan proses perizinan dan transparansi dalam regulasi dapat mempercepat pengembangan properti dan meningkatkan kepercayaan investor.
2. Penyesuaian Kebijakan Pembiayaan: Relaksasi kebijakan Loan to Value (LTV) dan penurunan suku bunga KPR dapat meningkatkan aksesibilitas pembiayaan bagi konsumen.
3. Pengawasan terhadap Developer: Pemerintah perlu meningkatkan pengawasan terhadap developer untuk memastikan kepatuhan terhadap standar legalitas dan kualitas pembangunan.
4. Inovasi Produk Properti: Pengembang perlu menyesuaikan produk mereka dengan preferensi generasi muda, seperti menyediakan hunian yang fleksibel, ramah lingkungan, dan terintegrasi dengan teknologi.
5. Peningkatan Literasi Keuangan: Edukasi kepada masyarakat mengenai perencanaan keuangan dan manfaat kepemilikan properti dapat meningkatkan minat beli.
Lesunya pasar properti Indonesia pada 2025 merupakan hasil dari kombinasi berbagai faktor struktural dan perilaku. Mengatasi tantangan ini memerlukan kolaborasi antara pemerintah, pengembang, dan masyarakat untuk menciptakan ekosistem properti yang sehat, transparan, dan responsif terhadap kebutuhan zaman.