Porosmedia.com — Hilal adalah istilah dalam bahasa Arab yang berarti sabit, merujuk pada fase awal bulan sabit yang terlihat setelah konjungsi (ijtima’) dalam kalender Hijriyah. Hilal menjadi penanda penting dalam menentukan awal bulan baru dalam Islam, terutama untuk bulan-bulan seperti Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah.
1. Pengertian Hilal dalam Astronomi
Dalam ilmu astronomi, hilal merupakan fase Bulan setelah mengalami konjungsi dengan Matahari (new moon). Hilal muncul saat posisi Bulan sudah cukup menjauhi Matahari sehingga bagian Bulan yang terkena cahaya Matahari dapat terlihat dari Bumi. Beberapa faktor yang mempengaruhi keterlihatan hilal meliputi:
- Sudut elongasi (jarak sudut antara Bulan dan Matahari)
- Tinggi hilal di atas ufuk
- Ketebalan dan kontras hilal terhadap cahaya langit senja
- Kondisi atmosfer dan cuaca di lokasi pengamatan
2. Hilal dalam Islam dan Penentuan Awal Bulan Hijriyah
Dalam Islam, hilal digunakan untuk menetapkan awal bulan Qamariyah (Hijriyah). Metode yang digunakan dalam penentuan awal bulan:
a) Rukyatul Hilal (Pengamatan Hilal)
- Dilakukan dengan mata telanjang atau teleskop setelah Matahari terbenam.
- Jika hilal terlihat, maka malam itu menandai masuknya bulan baru.
- Jika tidak terlihat karena cuaca atau faktor lain, bulan berjalan digenapkan menjadi 30 hari.
b) Hisab (Perhitungan Astronomi)
- Menggunakan perhitungan matematis dan astronomi untuk memperkirakan posisi hilal.
- Digunakan untuk menentukan kapan hilal mungkin bisa terlihat.
- Ada beberapa kriteria hisab, seperti kriteria Imkanur Rukyah (kemungkinan terlihatnya hilal) yang digunakan oleh sebagian besar negara Islam.
3. Perbedaan Metode Penentuan Awal Bulan
Perbedaan dalam penggunaan metode rukyat dan hisab sering menyebabkan perbedaan awal bulan dalam kalender Islam di berbagai negara. Misalnya:
- Arab Saudi cenderung menggunakan rukyat global.
- Indonesia menggunakan rukyat lokal dengan panduan hisab.
- Turki dan sebagian negara lain lebih mengandalkan hisab murni.
4. Kriteria Keterlihatan Hilal
Beberapa organisasi astronomi dan Islam telah menetapkan kriteria untuk menentukan kemungkinan keterlihatan hilal, seperti:
- Kriteria Odeh: Berdasarkan perhitungan akurasi tinggi terhadap laporan rukyat global.
- Kriteria MABIMS (digunakan di Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura): Hilal harus memiliki ketinggian minimal 3° dan elongasi 6,4° setelah Matahari terbenam.
5. Tantangan dalam Observasi Hilal
- Polusi cahaya di kota besar yang membuat hilal sulit diamati.
- Kondisi atmosfer yang bisa menghalangi pandangan.
- Kecerahan langit senja yang dapat membuat hilal kurang kontras dan sulit terlihat
6. Sejarah Pengamatan Hilal dalam Islam
Sejak zaman Nabi Muhammad SAW, penentuan awal bulan Hijriyah dilakukan dengan metode rukyatul hilal secara langsung. Dalam hadis Nabi, disebutkan:
“Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal), dan berbukalah kalian karena melihatnya (hilal), dan jika kalian terhalang (tidak melihat hilal), maka sempurnakanlah jumlah bulan menjadi 30 hari.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dari hadis ini, metode rukyat menjadi pedoman utama dalam penentuan awal bulan dalam Islam. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, umat Islam mulai memanfaatkan hisab untuk memperkirakan posisi hilal sebelum dilakukan rukyat.
7. Metode Pengamatan Hilal Modern
Saat ini, pengamatan hilal telah menggunakan teknologi canggih seperti:
- Teleskop dengan kamera digital untuk menangkap citra hilal dengan lebih jelas.
- Sensor CCD (Charge-Coupled Device) yang lebih sensitif daripada mata manusia dalam menangkap cahaya redup dari hilal.
- Perangkat lunak astronomi seperti Stellarium, Accurate Times, atau SkySafari untuk simulasi posisi hilal.
- Live streaming rukyatul hilal, yang memungkinkan pemantauan hilal secara real-time dari berbagai lokasi.
8. Perbedaan Penetapan Awal Bulan Hijriyah
Beberapa negara memiliki metode berbeda dalam menentukan awal bulan Hijriyah, yang kadang menyebabkan perbedaan dalam perayaan hari-hari besar Islam seperti Idul Fitri dan Idul Adha.
9. Kontroversi dan Upaya Penyatuan Kalender Islam
Karena perbedaan metode ini, sering terjadi perbedaan awal bulan dalam kalender Islam, misalnya dalam penentuan 1 Ramadan, 1 Syawal, dan 1 Dzulhijjah. Beberapa upaya yang pernah dilakukan untuk menyatukan kalender Islam:
- Konferensi Kalender Islam Internasional (Istanbul, 2016) → Mengusulkan penggunaan hisab global, tapi belum disepakati.
- MABIMS (Majelis Agama Islam Brunei, Indonesia, Malaysia, Singapura) → Menetapkan kriteria tinggi hilal dan elongasi minimal, yang mulai diperbarui sejak 2021.
- Inisiasi Kalender Islam Global oleh OKI → Masih dalam tahap perundingan.
10. Kesimpulan
Hilal adalah fenomena astronomi yang menjadi dasar penentuan awal bulan dalam kalender Islam. Meskipun metode rukyat dan hisab sering menimbulkan perbedaan dalam penetapan tanggal penting, perkembangan teknologi semakin membantu memastikan akurasi pengamatan hilal. Ke depannya, tantangan terbesar adalah bagaimana menyatukan kalender Hijriyah agar bisa diterapkan secara global tanpa menimbulkan perbedaan yang signifikan dalam ibadah umat Islam.
Kalau mau tahu lebih spesifik, misalnya tentang kriteria terbaru dari MABIMS atau perkembangan kalender Islam gglobal.
Tentu, berikut informasi lebih lanjut mengenai kriteria MABIMS terbaru dan perkembangan kalender Islam global:
1. Kriteria MABIMS Terbaru dalam Penentuan Hilal
MABIMS (Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) telah menetapkan kriteria baru untuk penentuan awal bulan Hijriyah. Mulai tahun 2022, kriteria tersebut adalah:
- Ketinggian hilal minimal: 3 derajat di atas ufuk
- Sudut elongasi minimal: 6,4 derajat
Kriteria ini menggantikan ketentuan sebelumnya yang mensyaratkan ketinggian hilal 2 derajat, elongasi 3 derajat, dan umur bulan 8 jam. Perubahan ini diharapkan dapat meningkatkan akurasi dalam penentuan awal bulan Hijriyah dan meminimalkan perbedaan penetapan hari-hari besar Islam di antara negara-negara anggota MABIMS.
2. Implementasi Kriteria MABIMS di Indonesia
Kementerian Agama Republik Indonesia mulai menerapkan kriteria baru MABIMS pada tahun 2022. Sebagai contoh, pada penentuan awal Ramadan 1446 H, posisi hilal di Indonesia pada 29 Sya’ban 1446 H (28 Februari 2025) telah memenuhi kriteria tersebut, dengan ketinggian hilal mencapai 3,43 derajat dan elongasi 4,03 derajat di Makassar.
3. Perkembangan Kalender Islam Global
Upaya untuk menyatukan kalender Islam secara global telah berlangsung selama beberapa dekade. Tujuannya adalah untuk mengharmoniskan penetapan awal bulan Hijriyah di seluruh dunia, sehingga umat Islam dapat merayakan hari-hari besar secara serentak. Beberapa inisiatif yang telah dilakukan antara lain:
- Konferensi Internasional: Berbagai seminar dan konferensi telah diselenggarakan untuk membahas unifikasi kalender Islam, seperti yang diinisiasi oleh Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
- Konsep Kalender Hijriyah Global Tunggal (KHGT): Diusulkan oleh para cendekiawan Muslim, KHGT bertujuan untuk menetapkan satu kalender Islam yang berlaku di seluruh dunia, dengan prinsip “satu hari, satu tanggal”. Hal ini diharapkan dapat mengatasi perbedaan penetapan awal bulan yang sering terjadi antarnegara.
- Peran Tokoh dan Organisasi: Di Indonesia, tokoh seperti Syamsul Anwar dan organisasi seperti Muhammadiyah aktif mendorong implementasi kalender Islam global. Mereka berpendapat bahwa penyatuan kalender akan memperkuat kesatuan umat dan memudahkan koordinasi dalam pelaksanaan ibadah.
Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, tantangan dalam menyatukan kalender Islam secara global masih ada, terutama terkait perbedaan metode penentuan hilal dan otoritas keagamaan di masing-masing negara. Namun, dialog dan kerja sama terus berlanjut demi mencapai kesepakatan yang bermanfaat bagi seluruh umat Islam.
Semoga informasi ini memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai kriteria MABIMS dan perkembangan kalender Islam global.