Porosmedia.com, Bandung — Solidaritas Para Pekerja Pariwisata Jawa Barat (SP3JB) kembali menyuarakan kekecewaan mendalam terhadap kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang dinilai justru memperburuk kondisi sektor pariwisata yang sejak awal 2025 sudah mengalami keterpurukan.
Koordinator SP3JB, Herdis Subarja, menegaskan bahwa ribuan pekerja pariwisata—baik yang masih aktif maupun yang telah terkena pemutusan hubungan kerja (PHK)—berencana menggelar aksi unjuk rasa dalam skala besar, disertai mogok kerja massal dalam waktu dekat.
“Ini bukan sekadar ancaman, tapi realitas di lapangan. Ribuan keluarga bergantung pada sektor pariwisata, dan kini mereka berada di titik nadir. Gubernur tidak pernah benar-benar melihat dampak kebijakannya terhadap kehidupan kami. Dalam istilah Sunda, ini seperti cul leos—melepaskan tanggung jawab,” ujar Herdis kepada Porosmedia.com, Kamis, 07 Agustus 2025, lewat reales yang disampaikan lewat aplikasi pesan hape seluler.
SP3JB menilai kebijakan pelarangan kegiatan study tour oleh institusi pendidikan yang dikeluarkan langsung oleh Gubernur Dedi Mulyadi sebagai pukulan telak terhadap sektor yang telah sejak lama terseok-seok akibat dampak krisis global. Segmen pendidikan disebut sebagai satu-satunya penyumbang harapan sisa yang mampu menopang usaha kepariwisataan.
“Keputusan pelarangan itu ibarat mematikan mesin terakhir dari industri ini. Sudah jelas sejak awal tahun sektor ini berdarah-darah. Tapi alih-alih mengobati, kebijakan itu justru memperparah luka yang ada,” tegas Herdis.
Dalam pernyataan lanjutannya, Herdis juga menyoroti unggahan Gubernur di media sosial https://vt.tiktok.com/ZSS4F41ma/ yang menurutnya menunjukkan ketidakpekaan terhadap krisis yang sedang terjadi. Ia menilai narasi pembelaan diri tanpa solusi nyata tidak pantas keluar dari seorang kepala daerah yang seharusnya menjadi pelindung dan pengayom masyarakatnya.
“Maaf, Pak Gubernur. Kami bukan mencari kambing hitam. Kami hanya ingin kehadiran dan solusi dari pemimpin. Sampai hari ini, belum ada langkah konkret dari pemerintah provinsi untuk memulihkan sektor ini,” katanya.
SP3JB juga menyatakan kekecewaan terhadap sikap sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) seperti Dinas Pariwisata, Dinas Ketenagakerjaan, Dinas Perhubungan, Dinas Koperasi dan UMKM, serta Biro Kesejahteraan Rakyat yang dianggap hanya melempar tanggung jawab kepada Gubernur.
“Setiap kali kami audiensi, jawabannya selalu sama: ini semua keputusan Gubernur. Kalau begitu, siapa yang bisa kami harapkan? Ini sistem birokrasi macam apa, ketika semua pihak hanya cuci tangan?” kritik Herdis.
Apabila tuntutan tidak dipenuhi dalam aksi mendatang, SP3JB telah menyiapkan langkah lanjutan dengan menyampaikan langsung permasalahan ini ke Presiden RI dan Ketua DPR RI.
“Kami sudah kirim surat resmi kepada Presiden dan Ibu Puan Maharani. Jika perlu, kami akan turun ke Istana. Ini soal perut, bukan aksi simbolik,” pungkasnya.
Situasi ini menandai perlunya evaluasi serius terhadap arah kebijakan daerah, terutama yang berdampak langsung pada kelangsungan hidup ribuan pelaku dan pekerja di sektor strategis seperti pariwisata. Ketika pemulihan ekonomi menjadi agenda nasional, krisis di sektor ini justru memperlihatkan lemahnya koordinasi dan minimnya keberpihakan terhadap kelompok rentan.







