Selain Hari Raya Lebaran, Perayaan Natal Rupanya Pernah Terjadi Perbedaan Hari

Avatar photo
Selain Hari Raya Lebaran, Perayaan Natal Rupanya Pernah Terjadi Perbedaan Hari

Porosmedia.com – Penentuan bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah kerap kali berbeda dibeberapa negara. Tak terkecuali di Negara Indonesia. Terkait perbedaan hari raya lebaran, sejumlah ormas Islam di Tanah Air juga berbeda dalam menentukan awal Ramadan hingga Zulhijjah. Rupanya, perayaan Natal juga pernah terjadi perbedaan hari lho.

“Kalender Masehi juga pernah beda, karena kriterianya beda. Di Inggris julius di Roma menggunakan kriteria kritorius, Natal di Inggris dan di Roma itu bedanya 12 hari,” ujar Profesor Riset Astronomi-Astrofisika Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN, Thomas Djamaludin, dalam webinar penentuan 1 Ramadan 1443 H, Kamis (24/3/2022).

Meski demikian, Thomas tak menjelaskan secara rinci perbedaan kriteria penentuan kalender Masehi itu hingga tahun berapa.

Ada Kesepakatan Kriteria Penentuan Tanggal Masehi

Pada akhirnya, Kerajaan Inggris dan Roma bersepakat untuk menentukan kriteria penanggalan kalender Masehi. Sehingga, tak ada lagi perbedaan perayaan hari besar di kalender Masehi.

Thomas, yang juga Anggota Tim Unifikasi Kalender Hijriah Indonesia Kementerian Agama, mengatakan bahwa kesepakatan kriteria untuk penentuan awal kalender hijriah belum ada, termasuk di Indonesia.

Baca juga:  Grebek Sarang Prostitusi di Tangsel, 23 PSK Diamankan

“Kalau sekarang Muhammadiyah punya kriteria sendiri, PERSIS beda sendiri, ya pasti beda-beda,” ungkapnya.

Awal Ramadan dan Idulfitri Tahun Ini Kemungkinan Akan Berbeda

Selain Hari Raya Lebaran, Perayaan Natal Rupanya Pernah Terjadi Perbedaan Hari
Ilustrasi pemantauan hilal. Foto via: Antarafoto.com

Sebelumnya, Thomas mengatakan, awal Ramadan dan Idul Fitri 1443 Hijriah/2022 Masehi kemungkinan berbeda antara Muhammadiyah dengan Pemerintah. Hal itu karena adanya aturan baru dari kesepakatan Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS) yang ditetapkan pada 2021.

Kesepatan tersebut berupa kriteria penentuan awal hijriah. Dalam Kesepakatan terbaru, awal bulan hijriah berganti apabila tinggi hilal minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat.

“Bagaimana Ramadan, Syawal dan Zulhijah? Kalau kita melihat garis tanggal, ini paling mudah menentukan. Kalau masih menggunakan kriteria lama ini di bagian barat wilayah Indonesia, ini 1 April masih 2 derajat, kalau kriteria lama ada potensi dengan wujudul hilal, tapi kalau lihat garis ini ada potensi perbedaan,” ujar Thomas dalam webinar penentuan 1 Ramadan 1443 H, Kamis (24/3/2022).

Dia mengatakan, apabila menggunakan aturan baru dari MABIMS berupa tinggi hilal minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat, wilayah Indonesia, Asia Tenggara dan Arab Saudi belum memenuhi. Sehingga, tidak mungkin terjadi rukyat.

Baca juga:  Analisis Video DASH-CAM Kecelakaan Maut KM 58

“Sehingga awal Ramadan ini akan terjadi perbedaan, Muhammadiyah sudah mengedarkan maklumat bahwa berdasakran hisab wujudul hilal, itu 1 Ramadan, 2 April, tapi dengan menggunakan kriteria MABIMS ini, nanti di buktikan dengan rukyat itu kemungkinan besar 1 Ramadan akan jatuh pada 3 April (2022),” sambungnya.

Thomas menerangkan, untuk awal Syawal dan Zulhijah 1443 Hijriah juga berpotensi berbeda antara Muhammadiyah dan Pemerintah. Menurutnya, bila menggunakan kesepakatan BIMAS terbaru, 1 Syawal berpotensi akan jatuh pada 3 Mei 2022.

“Jadi kesimpulan, ada potensi perbedaan awal Ramadan, Idulfitri dan Iduladha 1443 Hijriah, baik secara nasional maupun internasional,” katanya.

Alasan MABIMS (Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) Ubah Kriteria

Alasan MABIMS (Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) Ubah Kriteria
Petugas mengamati matahari terbenam menggunakan teleskop saat melakukan pemantauan hilal di Kantor Wilayah Kementerian Agama DKI Jakarta, Jakarta, Selasa (11/5/2021). Pemantauan hilal tersebut dilakukan untuk menentukan 1 Syawal 1442 H (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Lebih lanjut, Thomas menjelaskan alasan MABIMS terkait penentuan awal bulan hijriah diubah. Pada kesepakatan sebelumnya, tinggi hilal ditentukan minimal 2 derajat dan elongasi 3 derajat.

“Kemudian dari data-data astronomi itu tinggi minimal hilal pengamatan secara global itu sekitar 3 derajat, tidak ada bukti yang mengatakan 2 derajat itu bisa teramati, karena cahaya syafaq-nya masih kuat, dan ini pun yang 3 derajat dalam posisi yang jauh dari matahari, tapi dalam kriteria MABIMS ini diambil sebagai batas minimum, tidak ada kesaksian di bawah 3 derajat,” katanya.

Baca juga:  Menpan RB Berikan Penilaian Sangat Baik Pada MPP Kota Cimahi

Menurutnya, pengamatan tersebut juga harus berada di berada di Markas Kawasan Barat Asia Barat. Dia mengatakan, harus ada markas agar datanya kompatibel.

“Rukyat pun ada markasnya, atau titik rujukan lokasi pengamatan,” ucapnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *