Porosmedia.com, Bandung – Penulisan ulang sejarah nasional yang saat ini digarap Kementerian Kebudayaan telah menimbulkan polemik luas di tengah masyarakat, bahkan memunculkan gelombang keberatan dari para sejarawan dan masyarakat sipil. Isu ini mencuat terkait pernyataan Mentri Kebudayaan Padli Zon tentang pemerkosaan massal tahun 1998.
Ketua Prodi Ilmu Sejarah FIB Universitas Padjadjaran, DR. Miftahul Falah mengatakan sejarah itu perdebatan antar-generasi dengan masa lampau. Sejarah bisa ditulis oleh siapapun, tapi tidak semua sejarawan merupakan ahli sejarah. “Yang penting landasan nya adalah fakta! ” terang Miftah.
Sejarah yang benar adalah rekonstruksi yang dibangun oleh interpretasi berdasarkan fakta yang diperoleh dari sumber primer/sekunder yang otentik dan kredibel bukan berdasarkan keyakinan atau warisan turun temurun.
Miftah menyoroti polemik ini dari dimensi kesejarahan dan Unpad siap mengkritik jika penulisan ulang sejarah menyimpang dari fakta.
“Sejarawan Unpad siap kritisi jika kebenaran sejarah dikalahkan kepentingan politik !” ujar nya bersemangat.
Lewat keterangan tertulis Selasa, 1 Juli 2025, Miftah menerangkan semua isu terkait penulisan ulang SNI (Sejarah Nasional Indonesia) termasuk isu pemerkosaan, bukan dilontarkan oleh Tim Penulis, tetapi disampaikan oleh Mentri Kebudayaan dan cenderung lebih bernuansa politik sehingga dia enggan diwawancarai oleh salah satu media nasional , terlebih diminta membedah “isi buku”-nya yang masih proses penulisan.
“Lucu juga ya, membedah yang bukunya saja masih proses penulisan. ” kata Miftah.
Sebagai Ketua Program Studi Sejarah di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran, Miftah menerangkan perekrutan tim penulisan ulang SNI ini tidak melalui lembaga, tapi individu.
“Banyak yang mengira, ada kontak ke Prodi terkait “penunjukan” tim penulis, tapi itu murni individu, tepatnya jaringan individu sejarawan” jelas nya.
Dia mengajak untuk mengadili mereka yang mengaburkan apalagi menghilang fakta sejarah.
“Satu hal lagi ” lanjut dia. “Jika tim penulis mengakomodir pernyataan Menbud tanpa menerapkan metode sejarah, kiamat qubra buat ilmu sejarah.” “Dan saya yakin hal itu tidak akan pernah dilakukan oleh tim penulis karena mereka memiki integritas yang sangat kuat” tegasnya.
Seperti diketahui dalam dalam forum “Saksi Sejarah 98 di Bandung.” Minggu (29/6/2025), Ketua Presidium Perkumpulan Aktivis 98, yang kebetulan alumni Unpad, M.Suryawibawa menyatakan menolak segala bentuk pengaburan sejarah Mei 1998, apalagi jika itu datang dari seorang pejabat negara yang seharusnya menjaga ingatan kolektif bangsa.
Di sisi lain, dalam forum tersebut, Aktivis 98 berhasil merilis tiga tuntutan :
1. Fadli Zon segera menyampaikan permintaan maaf secara terbuka dan mundur dari jabatannya sebagai Menteri Kebudayaan. Tindakan dan ucapannya dianggap melukai hati korban dan keluarga korban tragedi kemanusiaan ini.
2. Negara harus menuntaskan proses hukum pelanggaran HAM berat Mei 1998 melalui Pengadilan HAM, hingga tuntas. Tak cukup hanya meminta maaf. Hukum harus bicara.
3. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) harus dibentuk kembali. Tanpa pengungkapan kebenaran dan proses rekonsiliasi yang adil, sejarah bangsa ini akan selalu disandera oleh kebohongan. (AR)