Oleh: Sony Fitrah Perizal
Porosmedia.com – DWI Fungsi ABRI, sebuah konsep yang memberikan peran ganda bagi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) sebagai kekuatan pertahanan dan keamanan negara serta kekuatan sosial politik, lahir pada masa pemerintahan Orde Baru. Konsep ini dirumuskan oleh Jenderal AH Nasution pada tahun 1966 sebagai respon atas situasi politik yang tidak stabil pasca G30S.
Implementasi Dwi Fungsi ABRI
Berdasarkan konsep ini, ABRI memiliki dua tugas utama: Pertama, Tugas Hankam: Menjaga keamanan dan kedaulatan negara. Kedua,Tugas Sosial Politik: Berpartisipasi dalam pembangunan nasional dan kehidupan politik.
Kemudian du tugas tersebut diimplementasikan oleh ABRI dengan terlibat dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, seperti:menjadi anggota MPR, DPR, dan DPR, menduduki jabatan-jabatan strategis di pemerintahan.
Lebih jauhnya lagi ABRI juga ikut mengelola berbagai sektor ekonomi. dan melaksanakan kegiatan pembinaan teritorial.
Penolakan Kalangan Pergerakan Reformasi
Pada masa Orde Baru, Dwi Fungsi ABRI dikritik karena dianggap melemahkan demokrasi: ABRI memiliki pengaruh besar dalam politik dan sering kali menekan oposisi.
Selain itu, dalam penerapannya, dinilai sering melanggar hak asasi manusia. ABRI terlibat disebut-sebut terlibat dalam operasi penembakan misterius dan kasus Tanjung Priok.
Bahkan sebagian pakar menilai keterlibatan ABRI dalam berbagai kegiatan ekonomi yang tidak sesuai dengan tugas pokoknya dan menyebabkan ekonomi berbiaya tinggi
Saat gelombang gerakan reformasi ada pada puncaknya, kalangan pergerakan reformasi yang menginginkan perubahan politik di Indonesia menuntut penghapusan Dwi Fungsi ABRI.
Mereka berargumen bahwa ABRI harus kembali ke fungsinya sebagai penjaga keamanan dan kedaulatan negara. Sementara urusan politik dan pemerintahan harus diserahkan kepada sipil.
Para aktivis tak ingin Dwi Fungsi ABRI terus menjadi alat untuk mempertahankan kekuasaan Orde Baru.
Akhir Dwi Fungsi ABRI
Pada tahun 1998, setelah lengsernya Presiden Soeharto, MPR RI mengeluarkan Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 yang mencabut Dwi Fungsi ABRI. Hal ini merupakan salah satu tuntutan utama gerakan reformasi.
Menelaah perjalanan sejarah tersebut kita bisa mengambil pemahaman bahwa Dwi Fungsi ABRI merupakan konsep yang kontroversial dan memiliki dampak yang besar pada perjalanan sejarah Indonesia. Penolakan kalangan pergerakan reformasi terhadap Dwi Fungsi ABRI merupakan salah satu faktor utama yang mendorong terjadinya reformasi di Indonesia.[R]
Penulis adalah Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Jawa Barat.