Salah Tangani Covid-19, Ibadah Kembali Dikorbankan

Salah Tangani Covid-19, Ibadah Kembali Dikorbankan
Foto: VOA Indonesia/Anita Hendranugraha

Porosmedia.comWakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyebutkan, terdapat 4.639 kasus Covid-19 varian Omicron, per Kamis (10/2/2022) malam. Menurut Riza, sebagian besar kasus merupakan transmisi lokal, yakni 61,7 persen. Sedangkan, sebesar 38,3 persen merupakan kasus karena perjalanan luar negeri. Riza juga menyampaikan keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) rumah sakit rujukan Covid-19 di Jakarta mencapai 60 persen. Sementara BOR di ICU mencapai 40 persen.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan DKI Jakarta pada Kamis kemarin, terdapat penambahan 11.090 kasus Covid-19. Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dwi Oktavia mengatakan, data pertambahan itu berdasarkan tes PCR yang dilakukan terhadap 43.363 orang. Kemudian, jumlah kasus aktif di DKI Jakarta bertambah 5.620 kasus sehingga totalnya ada 86.901 pasien (Kompas.com, Jum’at, 11/02/2022).

Kemenag Kembali Atur Pembatasan Peribadatan

Sementara itu, Kementrian Agama (Kemenag) kembali mengatur pembatasan pelaksanaan kegiatan peribadatan/keagamaan di rumah ibadah seiring dengan mulai melonjaknya kasus Covid-19 akibat varian Omicron di Indonesia. Aturan tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor SE.04 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Kegiatan Peribadatan/Keagamaan di Tempat Ibadah Pada Masa PPKM Level 3, Level 2, dan Level 1 Covid-19, Optimalisasi Posko Penanganan Covid-19 di Tingkat Desa dan Kelurahan, serta Penerapan Protokol Kesehatan 5M. SE tersebut ditandatangani oleh Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas di DKI Jakarta pada 4 Februari 2022.

“Kami kembali terbitkan surat edaran dalam rangka mencegah dan memutus mata rantai penyebaran Covid-19 yang saat ini mengalami peningkatan dengan munculnya varian Omicron.” kata Yaqut dalam keterangan tertulis, Minggu (6/2/2022).

Menag menjelaskan SE ini diterbitkan juga untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat dalam melaksanakan kegiatan peribadatan dengan menerapkan protokol kesehatan 5M pada masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Dalam surat edaran itu, Kemenag menginstruksikan pengurus dan pengelola tempat ibadah memberlakukan jarak maksimal 1 meter antar jemaah dalam peribadatan shalat. Selain itu, Kemenag juga meminta agar kegiatan peribadatan/keagamaan dilaksanakan paling lama 1 jam (Kompas.tv, Ahad, 06/02/2022).

Baca juga:  Babinsa Sobokerto Dampingi Tim Kesehatan Gelar Tracking Terkonfirmasi Covid-19

Pengurus dan pengelola tempat ibadah juga wajib memastikan pelaksanaan khutbah, ceramah, atau tausiyah wajib memenuhi ketentuan. Pertama, khatib, penceramah, pendeta, pastur, pandita, pedanda, atau rohaniwan wajib memakai masker dan pelindung wajah atau faceshield dengan baik dan benar. Kedua, pemimpin keagamaan tersebut menyampaikan khutbah dengan durasi paling lama 15 menit. Ketiga, pemimpin diminta untuk mengingatkan jamaah untuk selalu menjaga kesehatan dan mematuhi protokol kesehatan.

Lebih lanjut, Kemenag juga meminta untuk tidak menjalankan atau mengedarkan kotak amal, infaq, kantong kolekte, atau dana punia ke jamaah. Jamaah yang berusia 60 (enam puluh) tahun ke atas dan ibu hamil/menyusui disarankan untuk tetap beribadah di rumah (CNNIndonesia.com, Senin, 07/02/2022).

Kesalahan Penanganan Pandemi

Kebijakan penanganan pandemi Covid-19 yang dilaksanakan pemerintah hingga saat ini adalah kebijakan kurang tepat yang hanya bertujuan agar sektor ekonomi tetap beroperasi. Hal ini telah berakibat pada transmisi virus Covid-19 varian Omicron yang mengganas dan tak terkendali. Meski Omicron adalah varian yang disebut mudah disembuhkan dan hanya seperti flu, namun tingkat penularannya yang tinggi tidak bisa dianggap sepele dan tetap membahayakan. Terutama bagi para lansia dan orang yang memiliki penyakit penyerta (komorbid).

Baca juga:  Disepakati, 5 Bidang kerjasama antara Kota Bandung dan Melbourne

Seharusnya pemerintah segera menutup rapat seluruh kemungkinan terhadap adanya kerumunan masyarakat dan melaksanakan karantina total. Terutama di wilayah-wilayah rentan yang ditandai sebagai zona hitam dan merah Covid-19. Namun, pemerintah malah terkesan bersikap pilih kasih dengan menurunkan perintah pembatasan ibadah melalui Surat Edaran Menteri Agama tersebut.

Sebagian besar masyarakat terlanjur tidak mempercayai kebijakan pemerintah terkait pembatasan pandemi saat ini. Aktivitas masyarakat tidak dibatasi secara keseluruhan, namun terbatas hanya di tempat ibadah saja. Sedangkan aktivitas lain di ruang publik seperti mal, jalan umum, pasar, tempat hiburan, hingga tempat wisata masih dibebaskan tanpa pembatalan yang berarti selain protokol kesehatan. Tentunya hal ini menyebabkan publik berspekulasi bahwa kebijakan pemerintah hanya ditujukan untuk menghalangi umat beribadah.

Tanggapi Pandemi dengan Gesit dan Cerdas dalam Sistem Islam

Hidup di sistem Kapitalis Sekuler Demokrasi seperti saat ini sungguh amat menyulitkan. Permasalahan pandemi Covid-19 yang seharusnya telah lama terselesaikan malah menjadi berlarut-larut hingga hari ini. Bahkan merembet dan berakibat fatal pada sektor-sektor lain seperti pendidikan, ekonomi, hingga pelaksanaan ibadah. Penguasa tak mampu memberikan solusi tuntas untuk menyelesaikan pandemi.

Sangat berbeda dengan sistem Islam yang gesit dan cerdas dalam menangani setiap persoalan kehidupan umat manusia. Sejak awal Penguasa Sistem Islam akan langsung melaksanakan karantina total alias lockdown syar’i dan memisahkan pasien yang sehat dan yang sakit. Sistem Kesehatan Islam sepenuhnya ditangani oleh negara, sehingga rakyat yang sakit tak perlu mengkhawatirkan biaya pemulihan dan hanya perlu fokus menjalani pengobatan dan perawatan diri mereka hingga sehat kembali.

Penguasa Negara Islam juga akan melakukan tes yang diperlukan untuk mendeteksi setiap orang dan memisahkan pasien yang sakit dan orang yang sehat. Seluruh masyarakat akan dijamin kebutuhan hidupnya oleh negara, sehingga mereka tidak akan takut kelaparan atau bahkan khawatir kebutuhan keluarganya tak terpenuhi.

Baca juga:  Terjadi Kerumunan Massa Ditengah Kasus Covid-19 Capai 600 Orang di Purwakarta, Satgas Kecolongan?

Bagi wilayah yang tak terdampak pandemi, maka penguasa akan menjalankan aktivitas ekonomi, pendidikan maupun kegiatan keagamaan secara optimal. Sementara di wilayah yang terdampak pandemi, maka penguasa akan memfokuskan pengobatan dan perawatan masyarakat agar segera sembuh dan dapat menjalani kehidupan dengan normal kembali.

Pelaksanaan riset dan teknologi dalam bidang kesehatan juga akan didukung sepenuhnya oleh Negara Islam. Dana yang memadai akan dikucurkan untuk bersegera menemukan vaksin paling ampuh. Begitu juga untuk sarana dan prasarana serta fasilitas layanan kesehatan, seluruhnya akan didanai oleh negara untuk memperoleh yang terbaik.

Semua ini bisa terlaksana karena adanya sistem ekonomi Islam yang dijalankan oleh negara Islam, tidak berbasis riba namun berbasis baitulmal. Sehingga keuangan negara pun insyaAllah akan mendapatkan ridha Allah Taala, bukan murka-Nya.

Negara Islam pun akan senantiasa mencetak manusia-manusia bersyakhshiyah (berkepribadian) Islam. Menjadi pribadi-pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Allah Taala. Sehingga akan mengundang turunnya rahmatan lil’alamin yang akan menghapuskan seluruh wabah pandemi Covid-19 ini. Wallahu’alam bisshawwab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *