Oleh: R. Haidar Alwi
Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), Wakil Ketua Dewan Pembina Ikatan Alumni ITB
Porosmedia.com – Reformasi Polri sejatinya bukan lagi sebatas wacana politik. Meskipun secara formal Presiden Prabowo Subianto belum melantik Komite Reformasi Polri, langkah-langkah pembenahan internal justru telah dimulai dari dalam tubuh Kepolisian Negara Republik Indonesia itu sendiri.
Di bawah kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Polri bergerak dengan pendekatan teknokratis yang berorientasi pada hasil, bukan sekadar seremoni. Tim Transformasi Reformasi Polri yang dibentuk oleh Kapolri menjadi simbol konkret bahwa reformasi kepolisian tidak menunggu “perintah politik”, melainkan lahir dari kesadaran institusional untuk memperkuat legitimasi publik.
Tim ini melibatkan aktivis hak asasi manusia, akademisi, pakar keamanan, serta kalangan sipil lainnya. Sebuah langkah strategis yang menunjukkan bahwa Polri mulai membuka diri terhadap kritik dan menjadikannya sumber evaluasi internal.
Pendekatan reformasi semacam ini menunjukkan pergeseran paradigma: bahwa perubahan sejati lahir dari kesadaran moral dan profesionalisme internal, bukan sekadar tekanan eksternal. Polri sedang membangun trust architecture baru dengan masyarakat, di mana transparansi dan akuntabilitas menjadi alat utama menjaga kredibilitas.
Dari Reformasi Struktural ke Transformasi Sosial-Ekonomi
Reformasi yang sedang dijalankan Polri kini juga beririsan dengan misi besar pemerintahan Prabowo-Gibran, khususnya dalam bidang ketahanan pangan nasional.
Setelah satu tahun pemerintahan berjalan, dua program unggulan — Swasembada Pangan dan Makan Bergizi Gratis (MBG) — menandai arah baru pembangunan nasional. Namun yang menarik, salah satu aktor penting di balik keberhasilan awal program ini bukan berasal dari kementerian teknis, melainkan dari lembaga keamanan: Polri.
Langkah Polri dalam memperkuat ketahanan pangan menjadi bukti konkret transformasi fungsi institusional, dari semata-mata penegak hukum menjadi pilar produktif dalam pembangunan nasional.
Melalui inovasi seperti bibit unggul hibrida P27 dan pupuk tekno MIGO Presisi Bhayangkara, Polri berhasil meningkatkan produktivitas lahan pertanian dari 4 ton menjadi 9–14 ton per hektar. Capaian ini bukan hanya soal angka, tetapi representasi perubahan mindset — bahwa keamanan pangan adalah bagian dari keamanan nasional.
Lebih jauh, Polri memperkuat sinergi lintas sektor dengan merekrut bintara khusus pertanian yang berperan ganda sebagai pendamping masyarakat desa. Mereka tak hanya menjaga ketertiban, tetapi juga mendidik dan memotivasi petani untuk mengelola lahan dengan pendekatan ilmiah dan teknologi ramah lingkungan.
Polri juga menjalin kerja sama riset dengan Universitas Sriwijaya dan Universitas Lambung Mangkurat, termasuk inovasi pengolahan enceng gondok menjadi pupuk organik dan optimalisasi lahan gambut berasam tinggi di Kalimantan Selatan.
Inovasi Pangan dan Infrastruktur Strategis
Polri menunjukkan bahwa modernisasi pertanian tidak harus bertentangan dengan prinsip keberlanjutan. Penerapan Pompa Air Tenaga Surya dan Watergen (teknologi penghasil air bersih dari udara) menjadi contoh nyata integrasi keamanan, teknologi, dan ekologi.
Pembangunan 18 gudang ketahanan pangan Polri di 12 provinsi dengan kapasitas total 18.000 ton juga memperkuat sistem logistik nasional. Gudang ini bukan hanya fasilitas penyimpanan, melainkan simpul distribusi yang menjamin stabilitas pasokan dan harga pangan.
Kontribusi Polri dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) pun mencatat capaian signifikan. Dengan membentuk 672 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang menjangkau lebih dari 2,35 juta penerima manfaat, Polri menunjukkan kemampuan organisasi yang efisien, disiplin, dan berorientasi hasil.
Lebih dari 33 ribu tenaga kerja terserap, dan hingga kini tidak ada satu pun kasus keracunan pangan yang bersumber dari SPPG Polri — bukti bahwa disiplin kepolisian juga mampu menjamin kualitas pangan nasional.
Keberhasilan ini bahkan mendapatkan apresiasi dari Rockefeller Foundation, menandakan bahwa pendekatan Polri telah menembus batas sektoral dan menjadi model diplomasi pangan Indonesia di tingkat global.
Keamanan Nasional dalam Arti Baru
Transformasi Polri di bawah Jenderal Listyo Sigit menandai redefinisi peran kepolisian di era modern. Polri tidak lagi hanya berfungsi sebagai penjaga hukum dan ketertiban, tetapi juga penjamin stabilitas sosial dan kemandirian ekonomi bangsa.
Reformasi Polri kini bergerak di dua jalur paralel:
1. Internal Reform — memperkuat tata kelola, profesionalisme, dan transparansi;
2. Socio-Economic Reform — memperluas fungsi Polri dalam mendukung ketahanan nasional.
Dengan langkah-langkah substantif ini, Polri sedang menulis ulang definisi keamanan. Bahwa keamanan sejati bukan hanya ketiadaan konflik, melainkan hadirnya kepastian pangan, gizi, dan harapan hidup yang lebih baik bagi rakyat Indonesia.
Reformasi yang Berjalan Tanpa Seremoni
Reformasi Polri hari ini bukan lagi sekadar agenda politik, tetapi keniscayaan institusional. Ia tidak menunggu seremoni pelantikan, tidak menunggu perintah, tetapi berjalan karena kesadaran moral dan tanggung jawab terhadap masa depan bangsa.
Jika arah ini terus dijaga, maka reformasi Polri akan menjadi model bagi transformasi kelembagaan lain: reformasi yang bergerak diam-diam namun meninggalkan jejak kuat, bekerja dalam senyap tapi menghasilkan perubahan nyata.
Polri telah memulai babak baru dalam sejarahnya — menjadi institusi modern yang tidak hanya menjaga keamanan, tetapi juga menegakkan kedaulatan pangan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Jakarta, 19 Oktober 2025
R. Haidar Alwi
Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI)
Wakil Ketua Dewan Pembina Ikatan Alumni ITB







