Polemik Pemasangan “Chattra” pada Borobudur (2)

Jajat Sudrajat

Porosmedia.com — Sebentar lagi rencana Jokowi, Prabowo serta Kemenag dan BRIN ini akan menjadi polemik panjang dan keras….!!!

Ada polemik soal rencana pemasangan Chattra ini, dari sudut pandang arkeologis dan dari sudut pandang fungsional.

Pembahasannya masih bisa lebih panjang lagi, karena kalau bicara kaidah arkeologis, mau ditarik sampai zaman apa sebagai patokannya….???

Dan kalau mau dilihat dari sisi fungsional, mau menggunakan fungsi sesuai aliran apa….???

Di luar polemik yang masih panjang itu, berikut ini fakta soal Borobudur, yang sempat DILUPAKAN
selama 10 abad….!!!

Diskusi arkeologis tentang Borobudur itu masih jauh dari tuntas.
Hinnga masa sekarang masih banyak pertanyaan yang belum terjawab kenapa candi raksasa ini sampai bisa ditelantarkan selama 10 abad lebih ditengah pergantian dinasti-2 di tanah Jawa.

Jangankan soal reruntuhan sisa-2 Chattra yang ditemukan oleh Van Erp yang dari awal masih direka-reka darimana asalnya posisi Chattra tersebut…???

Kalau dari teras bawah jelas tidak mungkin, dan kalau Chattra itu dari puncak stupa juga tidak ada ada bukti primer-nya.

Baca juga:  Makanan yang Wajib Dihindari Bagi Penderita Diabetes

Bentuk Borobudur seperti yang saat ini kita kenal juga sebagian adalah hasil “kira-2” karena waktu renovasi besar di tahun 1971, bebatuan candi Borobudur dibongkar total untuk membuat jalur irigasi baru dan memperkuat pondasi, baru disusun ulang, dan sebagian dengan cara kira-kira tadi.

Patokannya lebih pada pertimbangan fungsional dari 10 teras Borobudur, dan pembacaan relief.

Studi arkeologi tetap belum bisa menjawab pertanyaan kenapa selepas raja pembuatnya lengser (Samarattungga) Borobudur perlahan seperti dilupakan dan akhirnya
terkubur….???

Apakah karena menantunya, Rakai Pikatan adalah seorang Hindu yang juga membangun Prambanan…..???

Atau karena sentimen trah asli Sanjaya yang berasal dari Sunda Galuh yang bersaing dengan trah Syailendra dari Sumatra…???

Yang jelas bukan karena sentimen Buddha vs Hindu, karena pada era Rakai Pikatan ada satu pemberontakan terbesar dalam sejarah Medang, oleh tokoh Hindu keturunan Sanjaya,
Maha Resi Kumbayoni.

Mpu Kumbayoni bahkan merubah Kraton Ratu Boko yang tadinya merupakan asrama pendidikan Buddha jadi benteng dan pusat perlawanan-nya.

Baca juga:  9 Tips Persiapan Puasa Bagi Penderita Asam Lambung

Kumbayoni yang memberontak pada rakai Pikatan justru anti pada simbol-simbol Buddha.

Setelah Dyah Lokapala akhirnya menakklukkan Mpu Kumbayoni dan menumpas pasukan pemberontak, kemudian giliran arca Agasthya yang merupakan tokoh Hindu dihancurkan oleh pasukan kerajaan.

Sejak akhirnya Dyah Lokapala didaulat naik tahta, hingga era Dyah Balitung, Dyah Tulodong hingga Mpu Sindhuk raja terakhir Medang, Borobudur bukan saja tidak digunakan, tapi juga dibiarkan terkubur dan hancur berserakan.

Saat Medang pindah ke hulu Sungai Brantas di Jawa Timur, praktis Borobudur sudah dilupakan…!!!

Saat Panembahan Senopati, yang masih ada trah Majapahit trah Ki Ageng Selo membuka alas Mentaok, Mataram tidak pernah sekalipun kepikiran soal reruntuhan Borobudur…!!!

Baru setelah Mataram pecah 4 pasca perjanjian Giyanti, 10 abad setelah Borobudur selesai dibangun, Borobudur ditemukan lagi dalam bentuk bukit yang penuh semak belukar dan reruntuhan.

Bukan oleh Mangkunegaran atau Kasunanan Solo, atau VOC Belanda yang menemukan Borobudur, tapi justru oleh Gubernur Jendral Raffles dari Inggris di 1814.

Apakah ada ketertarikan Raffles ke fungsi Borobudur…???
Tidak ada…..!!!

Baca juga:  5 Hal Penyebab Batuk Yang Tak Kunjung Sembuh

Raffles itu seorang pahlawan
Borobudur…???
Tidak juga, Raffles ini yang membombardir dan menjarah Kraton Jogya saat era Hamengkubuwono II.
(Geger Sepehi).

Pun saat Hindia Belanda kembali berkuasa, puluhan arca Borobudur bahkan dihadiahkan kepada raja Siam Thailand yang berkunjung ke Borobudur.

Ini adalah penjarahan massal artefak-artefak Borobudur oleh Hindia Belanda, yang dinikmati oleh Kerajaan Siam Thailand.

Artinya, saat Van Erp akhirnya merestorasi Borobudur di 1907, sudah banyak arca dan bagian Candi Borobudur yang hilang.

Jika bicara soal jejak arkeologi, sejak era Dyah Lokapala Medang hinnga era Van Erp Hindia Belanda, mungkin sudah 20% lebih bagian Borobudur yang hilang.

Dan apakah Van Erp merestorasi Borobudur karena peduli pada
fungsinya…???
Tidak….!!!

Lha, terus kenapa Van Erp dijadikan patokan, karena menurunkan Chattra dari stupa induk pada 1910….???

Sekali lagi….!!!
Nusantara sedang memanggil….!!!