Kurangi Sampah Dengan Gaya Hidup Zero Waste

Kurangi Sampah Dengan Gaya Hidup Zero Waste
Ilustrasi foto : Markus Spiske via Unsplash

Porosmedia.com – Ketika membuang sampah ke tempat sampah atau dimana pun, pernahkah kita berpikir kemanakah berakhirnya sampah-sampah tersebut?

Jawabannya ada beberapa kemungkinan, bisa berakhir menumpuk di TPA, terbawa hanyut ke sungai bahkan sampai ke laut, atau sampah-sampah tersebut berubah wujud menjadi benda lain karena berakhir di tempat proses daur ulang.

Sebagian besar masyarakat mungkin berpikir urusan mereka dengan sampah sudah selesai begitu membuang sampah pada tempatnya, lantas memercayakan petugas kebersihan mengangkut sampah-sampah mereka ke tempat pembuangan akhir (TPA). Sekilas sampah memang telah menghilang dari pandangan. Tapi sesungguhnya, sampah-sampah tersebut kini menjadi “bom waktu” di tempat lain.

Lantas, apa yang harus dilakukan untuk mencegah adanya sampah atau paling tidak meminimalkan sampah-sampah berakhir di tempat pembuangan akhir? Mencegah dan mengelola sampah sejak dari sumbernya adalah jawabannya. Dalam hal ini mulai dari lingkungan rumah, yaitu dengan menerapkan gaya hidup minim sampah atau dikenal dengan istilah populer gaya hidup zero waste.

Sampah Baru Di Tempat Baru, Masalah Baru

Bayangkan sampah-sampah dari berbagai penjuru tempat berkumpul di satu tempat terbuka tanpa ada pengelolaan lebih lanjut lalu seiring waktu semakin menggunung hingga mencapai puluhan meter!

Sistem open dumping yang umumnya masih diterapkan TPA di Indonesia seperti ini sudah seharusnya kita tinggalkan. Bahaya lingkungan yang bisa terjadi akibat adanya sistem ini adalah potensi longsor sampah, tercemarnya air tanah, sumber penyakit, serta terbentuknya gas metana yang merupakan gas rumah kaca kuat yang terlepas ke atmosfer dalam konsentrasi tinggi sehingga berperan terhadap terjadinya pemanasan global.

Kondisi mengkhawatirkan juga biasanya tampak di beberapa daerah aliran sungai dengan timbunan sampah yang menutupi sebagian permukaan sungai sehingga menyisakan pemandangan air sungai yang cenderung berwarna coklat keruh, kotor, kumuh serta tak jarang menimbulkan bau tidak sedap.

Pemandangan sungai seperti ini biasanya tampak tak jauh dari area pemukiman warga yang berada di pinggiran aliran sungai. Kebanyakan warga setempat tanpa rasa bersalah membuang sampah rumah tangga begitu saja ke dalam sungai. Mungkin karena merasa lebih praktis.

Tak hanya sampah, air limbah sisa proses industri  dari pabrik-pabrik “nakal” yang “diam-diam” mengaliri sungai juga kerap ikut andil memperburuk kualitas air sungai. Hal ini tentu mengancam kehidupan biota air di dalamnya seperti ikan dan makhluk hidup lain di sekitarnya termasuk manusia.  Menggunakan air sungai yang tercemar untuk aktivitas sehari-hari sangat beresiko terhadap kesehatan. Dampak kerugian lain yakni ancaman banjir saat musim hujan karena air sungai yang meluap akibat tersumbatnya aliran sungai oleh timbunan sampah.

Beberapa tahun lalu, sungai Citarum  sempat menyita perhatian dunia karena mendapat predikat sebagai salah satu sungai terkotor di dunia. Ini hanyalah salah satu contoh gambaran kondisi sebagian besar sungai-sungai kita yang bermasalah. Hal ini tentu menjadi pengingat dan pembelajaran bahwa kita tidak bisa menyepelekan masalah pengelolaan sampah begitu saja.

Baca juga:  Speaker portabel Simbadda Loudspeaker CST 626N Buat Traveler yang mencintai musik

Di Laut Lebih Banyak Mana, Ikan Atau Sampah  Plastik?

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil polusi sampah plastik terbesar di dunia. Tidak hanya bertebaran di daratan, sampah-sampah plastik juga kerap ditemukan di perairan laut.

Pada tahun 2018 lalu, sempat viral sebuah video seorang penyelam Inggris bernama Rich Horner yang tengah berenang di antara begitu banyak sampah plastik saat menyelam untuk melihat ikan pari manta di kawasan Nusa Penida, Bali. Keberadaan sampah plastik dalam jumlah besar di laut tentu dapat mengancam kelangsungan hidup biota laut dan ekosistem di sekitarnya.

Jika kondisi ini terus berlangsung bertahun-tahun tanpa ada usaha pengelolaan dan langkah antisipasi yang serius dari berbagai pihak termasuk kerjasama dari masyarakat, bukan tidak mungkin beberapa tahun mendatang akan ada lebih banyak plastik di lautan ketimbang ikan.

Perlunya Kesadaran Masyarakat Akan Tanggung Jawab Terhadap Sampahnya

Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) pada tahun 2021, grafik komposisi sampah berdasarkan sumbernya paling banyak berasal dari sampah rumah tangga sebesar 41.1 %, lalu sampah dari pusat perniagaan sebesar 19.3 % di urutan kedua. Sementara itu untuk komposisi sampah berdasarkan jenisnya paling banyak berasal dari sampah sisa makanan yaitu sebesar 28.4 % lalu sampah plastik di urutan kedua sebesar 16 %.

Dari data tersebut menunjukkan bahwa sampah rumah tangga menjadi penyumbang  terbesar sampah di lingkungan. Logikanya, seiring waktu semakin bertambahnya populasi manusia, maka akan berbanding lurus dengan potensi volume sampah harian. Tak hanya itu, sampah juga banyak bersumber dari aktivitas usaha seperti kuliner serta tren aktivitas belanja daring yang mayoritas masih menggunakan wadah atau packaging berbahan plastik sekali pakai yang sulit diurai di lingkungan.

Dari semua fakta tersebut, kesadaran masyarakat akan tanggung jawab terhadap sampah masih rendah dan menjadi salah satu faktor yang berperan besar terhadap permasalahan sampah yang tak kunjung usai.

Saatnya Memulai Gaya Hidup Minim Sampah

Gaya hidup minim sampah atau zero waste bukan berarti menghasilkan nol sampah sama sekali karena nyatanya manusia hampir selalu menghasilkan bahan sisa dari produk yang dikonsumsinya. Prinsip gaya hidup zero waste pada dasarnya menekankan pada bagaimana kita lebih bijak dalam memilih produk konsumsi dan bagaimana perlakuan kita terhadap bahan atau material sisa agar nantinya tidak menjadi sampah.

Kita bisa mulai gaya hidup zero waste dengan menyaring produk konsumsi yang akan masuk ke rumah. Identifikasi apakah produk tersebut berpotensi akan menghasilkan material sisa yang ramah lingkungan atau tidak.

Baca juga:  Cara Menghilangkan Jerawat Serta Pencegahannya

Bawalah kantong belanja khusus untuk menghindari kantong keresek saat berbelanja. Selain itu, alih-alih membeli air minum dengan kemasan botol plastik sekali pakai, kita bisa membawa tumbler dari rumah.

Untuk peralatan makan kita bisa mulai dengan mengganti sedotan plastik dengan sedotan yang terbuat dari bambu atau stainless steel.  Tak hanya sedotan, saat ini sudah banyak tersedia pilihan produk cutlery yang lebih eco-friendly.

Untuk wadah makanan, kita bisa mengganti styrofoam dengan besek bambu atau food container yang bisa kita cuci ulang. Selain itu kita juga bisa menggunakan daun pisang sebagai pengganti lembaran plastik untuk membungkus kue-kue basah atau makanan gorengan kesukaan.

Sementara itu untuk penggunaan pembalut sekali pakai kita bisa ganti dengan menspad, sedangkan pospak (popok sekali pakai) dengan clodi. Untuk pengganti tisu, kita bisa menyiapkan sapu tangan atau kain lap berukuran kecil.

Ketika membeli kebutuhan rutin seperti detergen, sampo, sabun cuci dan lainnya, jika memungkinkan belilah dalam kemasan besar. Beberapa penjual bahkan sudah ada yang melayani penjualan dengan konsep bulk store atau sistem curah dimana konsumen dapat mengisi ulang produk dengan wadah yang dibawa sendiri. Hal ini tentu bermanfaat dalam mengurangi potensi sampah kemasan.

Jika memungkinkan, kita juga bisa coba mulai beralih ke produk-produk pembersih berbahan natural untuk menghindari residu zat-zat kimia berbahaya yang terbuang ke lingkungan. Saat ini sudah banyak pilihannya, contohnya pemanfaatan sabun lerak sebagai sabun cuci piring dan detergen. Atau kita bisa membuat sendiri eco-enzyme dengan memanfaatkan bahan sisa yang ada di rumah seperti kulit jeruk dan bahan lainnya. Eco-enzym bisa bermanfaat sebagai cairan pembersih.

Punya pakaian bekas yang tidak terpakai? Jangan langsung menyingkirkannya! Kita bisa coba daur ulang menjadi benda lain seperti kain lap, taplak meja, kain keset, kantong belanja dan lainnya. Jika ada keterbatasan untuk mendaur ulang, mendonasikannya kepada yang membutuhkan tetap merupakan pilihan yang baik.

Di rumah, sediakanlah wadah-wadah khusus untuk memilah sampah atau bahan sisa. Beri label berbeda pada setiap wadah sesuai kategori sampah, misalnya untuk sampah kertas/kardus, botol plastik, kemasan plastik bekas makanan atau sabun, sampah elektronik dan lainnya.

Untuk sampah organik seperti sisa makanan setiap rumah sudah seharusnya menyediakan wadah komposter atau bisa dengan membuat lubang biopori di halaman. Sampah organik yang telah mengalami pembusukan dalam jangka waktu tertentu bisa menghasilkan kompos sebagai bahan nutrisi tanaman.

Perlu diingat, penting sekali untuk tidak mencampur sampah organik dengan sampah kering. Hal ini karena dapat menyulitkan proses pemilahan sampah serta menyebabkan proses pembusukan tidak sempurna serta seringkali menimbulkan bau tidak sedap ke lingkungan sekitar.

Baca juga:  Alasan Pentingnya Mengajarkan Disiplin Pada Anak Sejak Dini

Buat apa capek-capek milah sampah, toh nanti dicampur lagi sama petugas kebersihan di TPA.” Mungkin pernah terlintas pemikiran seperti ini di kepala kita. Lantas bagaimana caranya agar sampah-sampah yang sudah susah payah kita pilah tidak tercampur lagi oleh petugas kebersihan, lalu berakhir menumpuk di TPA? Jawabannya adalah dengan menyetorkannya ke kolektor sampah terdekat misalnya bank sampah untuk di daur ulang.

Saat ini sudah banyak tersedia alternatif pilihan bank sampah di beberapa tempat. Kita bisa mencari informasi di internet mengenai lokasi bank sampah terdekat. Tidak semua bank sampah menerima semua jenis sampah. Kita bisa menghubungi nomor telepon yang tertera terlebih dahulu atau mengunjungi laman website atau  media sosial mereka untuk memastikan kategori sampah apa saja yang diterima. Beberapa layanan antar-jemput sampah juga sudah tersedia, kita hanya perlu mengunduh aplikasinya terlebih dahulu.

Daur ulang sampah seharusnya hanyalah jalan terakhir apabila sampah sudah tidak bisa dihindari. Di Indonesia fasilitas daur ulang bisa dibilang masih terbatas. Mengingat laju daur ulang di Indonesia tergolong masih rendah dibanding kecepatan laju sampah yang terus menerus ada setiap hari, sementara kemasan-kemasan tidak ramah lingkungan pun terus menerus diproduksi. Maka, menolak sejak awal produk yang rentan menghasilkan sampah dan berpotensi mencemari lingkungan, tetaplah langkah terbaik yang bisa dilakukan.

Pada awalnya, ketika memutuskan untuk memulai gaya hidup zero waste mungkin akan terasa tidak mudah. Oleh karena itu, temukanlah motivasi kuat agar kita bisa tetap konsisten melakukannya.

Sebagai awal, mulailah dari langkah mana saja yang menurut kita paling mudah dan mungkin melakukannya. Carilah dukungan orang-orang yang memiliki visi misi sama untuk menjaga lingkungan. Gabunglah dengan komunitas-komunitas pencinta lingkungan yang ada. Harapannya, kita tetap memiliki semangat untuk melakukan sesuatu yang baik untuk bumi. Bahkan, bukan tidak mungkin suatu saat kita yang bisa menggerakkan orang lain untuk melakukan perubahan yang lebih baik untuk lingkungan.

Last but not least, there is no planet B. Tidak ada planet lain yang bisa manusia tinggali. Maka jagalah baik-baik planet kita satu-satunya ini. Jika kiranya tidak bisa banyak memberi manfaat, paling tidak, tidak menambah kerusakan dengan adanya sampah.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *