Ragam  

Keteladanan Jadi Kunci, Wali Kota Farhan Perkuat Komitmen Kawasan Tanpa Rokok di Bandung

Avatar photo

Porosmedia.com, Bandung — Wali Kota Bandung Muhammad Farhan menegaskan komitmen tegasnya dalam menegakkan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sebagai bagian dari visi kota sehat dan berkeadaban. Dalam diskusi publik bertajuk “Bandung Menuju Kota Sehat” yang digelar di Green & Beans Cafe, Jalan Bahureksa, Rabu malam (4/6/2025), Farhan menekankan pentingnya pendekatan keteladanan dalam menyukseskan regulasi KTR.

“Pemimpin zaman sekarang tak bisa sekadar memerintah. Saya harus jadi teladan. Jika saya melarang merokok di tempat umum, maka saya sendiri harus patuh,” ujar Farhan di hadapan peserta diskusi yang didominasi pegiat kesehatan dan pelaku usaha.

Diskusi berlangsung hangat dengan kehadiran dr. Ahyani Raksanagara, pakar kesehatan masyarakat sekaligus mantan Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, serta perwakilan dari Green & Beans Cafe — sebuah tempat makan yang secara konsisten menjalankan prinsip bebas asap rokok, menyajikan menu sehat, dan mengelola limbah organik menjadi kompos untuk petani lokal.

Farhan menjelaskan, kebijakan KTR di Kota Bandung telah mengalami evolusi regulatif: dari Peraturan Wali Kota (Perwal) tahun 2017 hingga diterbitkannya Peraturan Daerah (Perda) KTR tahun 2021. “Dengan adanya Perda, pelaksanaan KTR kini memiliki dasar hukum yang lebih kuat dan sanksi yang tegas,” tegasnya.

Baca juga:  Cara Menghilangkan Depresi Menurut Islam

dr. Ahyani yang turut memperjuangkan lahirnya Perda KTR menyebut regulasi ini krusial karena mengikat berbagai unsur. “Perda ini melibatkan DPRD, mengatur sanksi, dan mewajibkan APBD mengalokasikan anggaran untuk implementasinya,” jelas Ahyani.

Farhan juga menyampaikan rencananya mengusulkan insentif fiskal berupa diskon pajak bagi kafe dan restoran yang sepenuhnya bebas rokok. “Ini akan kami kaji lebih dalam. Tapi prinsipnya, kami ingin memberi apresiasi bagi pelaku usaha yang konsisten menyediakan ruang publik sehat,” ungkapnya.

Gagasan ini sejalan dengan upaya Pemerintah Kota Bandung menjadikan kota ini sebagai pelopor kota sehat di Indonesia. Namun Farhan menegaskan, keberhasilan program KTR tidak bisa hanya mengandalkan pendekatan top-down.

“Kesadaran kolektif lebih penting daripada sekadar perintah. Butuh kolaborasi lintas sektor: pemerintah, pelaku usaha, komunitas, dan masyarakat umum,” ujarnya.

dr. Ahyani menambahkan bahwa penerapan KTR bukan untuk mendiskriminasi perokok, melainkan melindungi ruang publik. “Yang dikunci itu tempatnya, bukan manusianya. Sekolah, fasilitas kesehatan, transportasi umum, semua harus tegas dalam implementasi,” katanya.

Baca juga:  Aksi Donor Darah sebagai Salah Satu Bentuk Kepedulian Prajurit

Ia juga mengingatkan bahaya normalisasi rokok di ruang publik yang dapat merusak persepsi generasi muda. “Anak muda saat ini butuh lebih dari sekadar larangan. Mereka butuh contoh nyata dan lingkungan yang mendukung gaya hidup sehat,” tandasnya.

Diskusi ini menjadi refleksi penting bahwa Bandung tak sekadar ingin tampil sebagai kota estetis dan kreatif, tetapi juga sebagai kota yang menjunjung kesehatan warganya melalui regulasi yang konsisten dan kepemimpinan yang memberi teladan.

Laporan: ray |