Porosmedia.com, Bandung – sejumlah masyarakat yang tergabung dikawasan Kelurahan Cipamokolan, Kecamatan Rancasari, Kota Bandung menolak pembangunan Gereja Santo Antonius yang berada di Jalan Soekarno Hatta, yang masuk wilayah Cipamokolan. Penolakan ini hampir seragam karena adanya Mal Administratif yang dilakukan pihak Gereja di saat melakukan perijinan (Tanda Tangan) terhadap warga sekitar. Selain itu diduga populasi warga nasrani yang kecil di wilayah Kecamatan Rancasari dan adanya tindakan gratifikasi
Untuk itu, inisiasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kelurahan Cipamokolan yang dipimpin Drs. Tatang didampingi sekretaris MUI Ustad Syihab menampung kembali aspirasi warga yang keberatan bersama LPM, Kepala Kelurahan dan para tokoh serta warga yang mewakili, Kamis, 20 Desember 2024, di Gedung Aula Kel. Cipamokolan, Kec. Rancasari, Kota Bandung.
Muncul kekecewaan dari para undangan atas ketidakhadiran kembali kepala Kelurahan Cipamokolan Tito yang tidak bisa memediasi polemik masyarakat dengan alasan ada kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan.
Namun diterangkan oleh pihak MUI Kota Bandung yang diwakilkan Drs. H. Tatang polemik ini harus ada jalan keluar. Agar tidak ada komentar atau tindakan yang merugikan citra kota Bandung dalam mempererat solidaritas dan toleransi dalam kegiatan beragama.
Sesi tanya jawab pun semakin menghangat, mengingat satu kekecewaan juga terlontar dari Ketua RW 01, Kel. Cipamokolan, Kec. Rancasari, Kota Bandung yang meras Pak Lurah selalu tidak menghadiri undangan atas kisruh ini.
“Seharusnya beliau memerintahkan kepada wakilnya atau stafnya untuk menampung aspirasi dari warga yang keberatan atas pembangunan gereja. Biar tidak belunder atau menduga-duga ada kesalah dan alasan yang dibuat-buat oleh warga”, terang Dedi Ketua RW 01 yang baru menjabat 3 bulan ini merasa tidak tahu menahu.
Didesak alasan penolakan kata Ketua RW 01 adanya tindakan gratifikasi dan mal administrasi yang dilakukan oleh pihak Gereja yang mau membangun, itu yang memicu kegaduhan.
Hal itu, lanjut Ketua RW 01 jadi penyebab utama pro dan kontra di masyarakat yang semakin melebar sehingga merusak hubungan sosial sepihak.
Sementara itu, Ketua LPM Cipamokolan, Asep S. Adji, turut menyampaikan keluhan serupa. Ia memaparkan, bahwa sejak 2022, berbagai upaya penolakan telah diajukan kepada Lurah Cipamokolan dan Camat Rancasari.
Namun, respons yang diberikan dianggap tidak serius. Bahkan, di tengah polemik ini, pihak panitia pembangunan gereja sudah memulai proses pembangunan dengan menancapkan paku bumi di lokasi yang dipermasalahkan.
Disamping itu, adanya dukungan dari pihak advokat yang mewakili kekecewaan warga oleh Prof. Anton S.H yang yang akan melakukan somasi ketiga kalinya, atas dasar somasi sebelumnya tidak pernah ditanggapi. Bahkan akan dimasukkan pada tindakan pidana, sangat dimungkinkan.
“Selayaknya pihak Gereja harus mau duduk bersama untuk membicarakan secara hukum. Pasalnya ada beberapa keterangan yang ditutupi sebagai alesan hak umum atas dibangunnya Gereja tersebut. Begitu juga pemerintah harus berani menerangkan dengan selengkap-lengkapnya,” kata Prof Anton.
Asumsi kekecewaan semakin meruncing ditambah menurut salah satu warga RW 11 yang hadir di acara pertemuan merasa ini harus ada tindakan dukungan penuh agar pemerintah seperti DPRD Kota Bandung yang diwakilkan oleh komisi A yang tidak pernah menjawab keluhan kami, berani menjembatani keluhan kami. Jangan diam saja.
Disisi lain paska bubar di aula Kelurahan Cipamokolan, rombongan warga mendatangi lokasi pembangunan Gereja untuk menemui yang berwenang atau pimpro pembangunan gereja untuk berkomunikasi.
Lewat pandangan mata suasana di proyek gereja yang ada hanya beberapa team pelaksana pembangunan, mesin besar dan Kang Hendar yang dipercaya untuk mengamankan proyek tersebut.
Akui Hendar secara tegas saya disini bekerja. Tambah Hendar mereka perlu ditinjau kembali maksudnya dan jangan sepihak adanya penolakan atas gereja ini. Tetap harus dilihat dari sisi lain.
Disamping itu juga Alfat yang hadir di area proyek dari Ikatan Remaja Masjid Cipamokolan meminta peninjauan kembali aturan administratif yang dilakukan pihak Gereja. Jika sudah benar secara hukum, kami pun akan bermusyawarah kembali, apakah layak atau tidak adanya gereja ini.