Budaya  

19 Lingkungan Adat Di Indonesia

Jajat Sudrajat

Porosmedia.com – Ini Rujukan Eksistensi ; Budaya, Bangsa dan Masyarakat Adat Sunda dan Priangan, serta masyarakat adat lainnya di Indonesia

Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven, seorang Sarjana Sastra yang juga Sarjana Hukum yang pula menjabat sebagai Guru Besar pada Universitas Leiden di Belanda. Ia memuat istilah Adat Recht dalam bukunya yang berjudul Adat Recht van Nederlandsch Indie (Hukum Adat Hindia Belanda) pada tahun 1901-1933.

Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven membagi Indonesia menjadi 19 lingkungan hukum adat (rechtsringen). Satu daerah yang garis-garis besar, corak dan sifat hukum adatnya seragam disebutnya sebagai rechtskring. Setiap lingkungan hukum adat tersebut dibagi lagi dalam beberapa bagian yang disebut Kukuban Hukum (Rechtsgouw).

Lingkungan hukum adat tersebut adalah sebagai berikut.

1. Aceh (Aceh Besar, Pantai Barat, Singkel, Semeuleu)

2. Tanah Gayo, Alas dan Batak
2.1. Tanah Gayo (Gayo lueus)
2.2. Tanah Alas
2.3. Tanah Batak (Tapanuli)
2.3.1. Tapanuli Utara; Batak Pakpak (Barus), Batak karo, Batak Simelungun, Batak Toba (Samosir, Balige, Laguboti, Lumbun Julu)
2.3.2. Tapanuli Selatan; Padang Lawas (Tano Sepanjang), Angkola, Mandailing (Sayurmatinggi)
2.3.3. Nias (Nias Selatan)

3. Tanah Minangkabau (Padang, Agam, Tanah Datar, Limapuluh Kota, tanah Kampar, Kerinci)

4. Mentawai (Orang Pagai)

5. Sumatera Selatan
5.1. Bengkulu (Renjang)
5.2. Lampung (Abung, Paminggir, Pubian, Rebang, Gedingtataan, Tulang Bawang)
5.3. Palembang (Anak lakitan, Jelma Daya, Kubu, Pasemah, Semendo)
5.4. Jambi (Batin dan Penghulu)
5.5. Enggano

6. Tanah Melayu (Lingga-Riau, Indragiri, Sumatera Timur, Orang Banjar)

Baca juga:  Menyayangkan, Inohong Sunda Gagal Paham Tentang Maklumat Sunda

7. Bangka dan Belitung

8. Kalimantan: (Dayak Kalimantan Barat, Kapuas, Hulu, Pasir, Dayak, Kenya, Dayak Klemanten, Dayak Landak, Dayak Tayan, Dayak Lawangan, Lepo Alim, Lepo Timei, Long Glatt, Dayat Maanyan, Dayak Maanyan Siung, Dayak Ngaju, Dayak Ot Danum, Dayak Penyambung Punan)

9. Gorontalo (Bolaang Mongondow, Suwawa, Boilohuto, Paguyaman)

10. Tanah Toraja (Sulawesi Tengah, Toraja, Toraja Baree, Toraja Barat, Sigi, Kaili, Tawali, Toraja Sadan, To Mori, To Lainang, Kep. Banggai)

11. Sulawesi Selatan (Orang Bugis, Bone, Goa, Laikang, Ponre, Mandar, Makasar, Selayar, Muna)

12. Kepulauan Ternate (Ternate, Tidore, Halmahera, Kao, Tobelo, Kep. Sula)

13. Maluku Ambon (Ambon, Hitu, Banda, Kep. Uliasar, Saparua, Buru, Seram, Kep. Kei, Kep. Aru, Kisar)

14. Irian

15. Kep. Timor (Kepulauan Timor, Timor, Timor Tengah, Mollo, Sumba, Sumba Tengah, Sumba Timur, Kodi, Flores, Ngada, Roti, Sayu Bima)

16. Bali dan Lombok (Bali Tanganan-Pagrisingan, Kastala, Karrang Asem, Buleleng, Jembrana, Lombok, Sumbawa)

17. Jawa Pusat, Jawa Timur serta Madura (Jawa Pusat, Kedu, Purworejo, Tulungagung, Jawa Timur, Surabaya, Madura)

18. Daerah Kerajaan (Surakarta, Yogyakarta)

19. Jawa Barat (Priangan, Sunda, Jakarta, Banten)

DAN INI RUJUKAN :

MASYARAKAT ADAT SUNDA DAN PRIANGAN DI JAWA BARAT

Daerah kekuasaan Geusan Ulun dapat disimak dari isi surat Rangga Gempol III yang dikirimkan kepada Gubernur Jenderal Willem Van Outhoorn. Surat ini dibuat hari Senin, 2 Rabi’ul Awal tahun Je atau 4 Desember 1690, yang dimuat dalam buku harian VOC di Batavia tanggal 31 Januari 1691.

Baca juga:  Mengenang Kang Asep, Dari Narasumber Jadi Penyiar Tetap "Renda Budaya" Radio Sonata 47 AM

Dalam surat tadi, Rangga Gempol III (Pangeran Panembahan Kusumahdinata VI) menuntut agar kekuasannya dipulihkan kembali seperti kekuasaan buyutnya, yaitu Geusan Ulun. Rangga Gempol III mengungkapkan bahwa kekuasaan Geusan Ulun meliputi 44 penguasa daerah Parahyangan yang terdiri dari 26 Kandaga Lante dan 18 umbul.

A. Kabupaten Bandung, dipimpin oleh Ki Astamanggala Umbul Cihaurbeuti, gelar Tumenggung Wirangun-angun.

B. Kabupaten Parakanmuncang, dipimpin oleh Ki Somahita Umbul Sindangkasih, gelar Tumenggung Tanubaya.

C. Kabupaten Sukapura, dipimpin oleh Ki Wirawangsa Umbul Sukakerta, gelar Tumenggung Wiradegdaha/R. Wirawangsa

Ke-44 daerah di bawah kekuasaan Geusan Ulun meliputi:

I. Di Kabupaten Bandung

Timbanganten
Batulayang
Kahuripan
Tarogong
Curugagung
Ukur
Marunjung
Daerah Ngabei Astramanggala

II. Di Kabupaten Parakanmuncang

Selacau
Daerah Ngabei Cucuk
Manabaya
Kadungora
Kandangwesi (Bungbulang)
Galunggung (Singaparna)
Sindangkasih
Cihaur
Taraju

III. Di Kabupaten Sukapura

Karang
Parung
Panembong
Batuwangi
Saung Watang (Mangunreja)
Daerah Ngabei Indawangsa di Taraju
Suci
Cipiniha
Mandala
Nagara (Pameungpeuk)
Cidamar
Parakan Tiga
Muara
Cisalak
Sukakerta

Berdasarkan data yang dikirimkan Rangga Gempol III pada masa VOC, maka kekuasaan Prabu Geusan Ulun meliputi Sumedang, Garut, Tasikmalaya, dan Bandung. Batas di sebelah Timur adalah Garis Cimanuk – Cilutung ditambah Sindangkasih (daerah muara Cideres ke Cilutung).

Di sebelah Barat garis Citarum – Cisokan. Batas di sebelah Selatan laut. Namun di sebelah Utara diperkirakan tidak meliputi wilayah yang telah dikuasai oleh Cirebon.

Baca juga:  Arteria Dahlan Minta Kajati Dipecat Karena Berbahasa Sunda, Yana: Itu Bahasa Ibu

SERTA INI:

Fakta Eksistensi Sunda:

1. Taun 669 Berdiri kerajaan Sunda, eks Kerajaan Tarumanagara, sepakat batas wilayah Wahangan Citarum dgn Kerajaan Galuh.

2. Tahun 1579, diserahkan kekuasaan atas Sunda kpd Prabhu Geusan Ulun selaku Raja Sumedang Larang;

3. Taun 1892 dalam pembagian wilayah lingkungan hukum adat di Indonesia, Oleh Van Vollenhopen di Jawa Barat terdapat 4 lingkungan hukum adat yaitu: Jakarta, banten, SUNDA, dan Priangan;

4. Taun 2011 dalam pertimbangan JPU Perkara Pidana di PN Subang, pokok nya; Kujang; ciri khas Budaya Sunda, Identitas Bangsa Sunda dan Disakralkan Masyarakat Sunda.

5. Sumber: Carita Parahyangan, Pararaton, Catatan Wangsa Kerta, Sejarah raja raja di Nusantara dan Bhumi Pertiwi, babad dan babon: sumedang larang, cirebon, banten, prasasti prasasti serta artepak artepak, dsb.

Wajar apabila Masyarakat dan Bangsa Sunda memperjuangkan kesetaraan eksistensi hukum adat di dalam Negara dan Pemerintah Republik Indonesia, bersama sama dgn masyarakat dan bangsa yang ada di Bhumi Pertiwi bertatanegara di NKRI (adanya Depart Adat, Peradilan Adat dan Menteri Adat) kesetaraan hukum nasional (Hukum Positif, Hukum Agama dan Hukum Adat)

#sumberWikipediaGoogleKamalSasmita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *