Tebar Cinta Akhiri AIDS: Bandung Perkuat Kolaborasi Menuju Target Three Zero 2030

Avatar photo

Porosmedia.com, Bandung – Suasana Braga Citywalk, Jumat sore 28 November 2025, dipenuhi semangat kolaborasi dan kepedulian sosial. Melalui talkshow bertema “Strategi Mencapai Three Zero 2030 melalui Program Tebar Cinta Akhiri AIDS”, berbagai elemen masyarakat diajak memahami bahwa isu HIV/AIDS tidak hanya berada dalam ranah kesehatan, tetapi juga menyangkut nilai kemanusiaan, penerimaan sosial, dan keberlanjutan dukungan terhadap penyintas.

Kegiatan ini merupakan rangkaian Program Tebar Cinta Akhiri AIDS, sebuah gerakan kolaboratif yang diinisiasi Baznas Kota Bandung dengan dukungan pemerintah, tenaga kesehatan, komunitas, DPRD, serta berbagai relawan kemanusiaan. Fokusnya tidak hanya pada pencegahan dan pengobatan, tetapi juga penguatan martabat penyintas melalui penghapusan stigma dan diskriminasi.

Anggota Komisi IV DPRD Kota Bandung yang juga seorang dokter, Agung Firmansyah Sumantri, dan Plt. Kabid Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Dinas Kesehatan Kota Bandung, Dadan Mulyana Kosasih, hadir sebagai narasumber utama.

Dalam pemaparannya, dr. Agung menekankan bahwa tantangan terbesar dalam penanganan HIV bukan semata-mata aspek medis, tetapi cara masyarakat memandang penyintas.

Baca juga:  Steve Koyle, Ahli Gajah Asal Amerika, Kembali ke Indonesia untuk Misi Kemanusiaan Satwa

“Persoalan HIV tidak berhenti pada virusnya. Stigma yang masih kuat berpotensi merusak masa depan seseorang lebih cepat daripada penyakit itu sendiri,” ujarnya.

Ia merinci tiga strategi utama menuju target Three Zero 2030—zero infeksi baru, zero kematian terkait AIDS, dan zero stigma—yang perlu dikawal secara konsisten:

1. Pencegahan berbasis kesadaran dan edukasi luas
Materi edukasi harus menjangkau sekolah, komunitas, tempat ibadah, ruang publik, dan transportasi, dengan pendekatan non-diskriminatif dan berbasis empati.

2. Deteksi dini dengan pendekatan humanis
Pemeriksaan HIV dipandang sebagai langkah keberanian dan harus didukung lingkungan sosial yang aman, tanpa intimidasi atau rasa malu.

3. Akses pengobatan berkelanjutan
Layanan ARV perlu dipastikan tersedia secara konsisten, mudah diakses, dan didampingi agar pasien tidak merasa terisolasi selama proses pengobatan.

Ia menegaskan bahwa keberhasilan program sangat bergantung pada kolaborasi pentahelix — pemerintah, akademisi, pelaku usaha, media, dan komunitas.

“Ketika lima unsur ini bergerak selaras, Bandung tidak sekadar menangani penyakit. Bandung sedang menjaga setiap warganya,” tegas dr. Agung.

Baca juga:  Gary Iskak: Aktor Serbabisa yang Pergi dengan Cara Sunyi

Plt. Kabid P2P Dinas Kesehatan, Dadan Mulyana Kosasih, memaparkan perkembangan terkini terkait HIV di Kota Bandung.

Hingga 2025, tercatat 13.000 kasus kumulatif, dengan sekitar 10.000 pasien masih hidup. Dari jumlah tersebut, 6.700 penyintas telah mendapatkan terapi ARV.

Setiap tahun, Bandung mencatat 500–700 temuan kasus baru, dengan tingkat temuan 1,04% dari 91.000 tes yang dilakukan.

Salah satu perhatian utama adalah cakupan tes HIV pada ibu hamil yang baru mencapai 60 persen.

“Masih ada sekitar 40% ibu hamil yang belum menjalani pemeriksaan HIV. Ini harus menjadi perhatian bersama karena membawa risiko penularan dari ibu ke bayi,” jelasnya.

Untuk memperkuat layanan, Pemkot Bandung bersama mitra menyediakan fasilitas pemeriksaan dan pengobatan HIV di 80 Puskesmas, 31 rumah sakit, 8 klinik HIV, serta layanan di Lapas dan Rutan.

“Layanan pemeriksaan dapat dilakukan secara gratis, aman, dan menjaga kerahasiaan pasien. Kami mengajak masyarakat memanfaatkan fasilitas ini,” tambah Dadan.

Program Tebar Cinta Akhiri AIDS hadir sebagai dukungan moral, spiritual, dan material bagi penyintas. Program ini menyasar edukasi publik, pendampingan terapi, dan penguatan ekonomi bagi penyintas beserta keluarganya, sehingga mereka dapat menjalani proses pemulihan dengan lingkungan yang lebih inklusif.

Baca juga:  Miliki Sejumlah Kesamaan, DPRD Kota Medan Belajar Regulasi Tata Ruang dari Bandung

“Penanganan HIV tidak hanya soal obat; ini soal memastikan tidak ada warga yang berjalan sendirian,” ujarnya.

Dadan menutup dengan pesan yang menjadi fondasi gerakan ini:
“AIDS dapat diakhiri. Tetapi stigma harus dihentikan lebih dulu.”