Porosmedia.com – Pendidikan militer bagi remaja kembali menjadi sorotan setelah Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengusulkan program “pendidikan barak” bagi remaja yang dianggap nakal atau badung. Usulan ini memicu perdebatan mengenai efektivitas dan implikasi hukum dari pendekatan militer dalam pendidikan remaja.
Perspektif Hukum: Sukarela atau Wajib?
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara menyatakan bahwa pendidikan militer hanya diwajibkan bagi warga negara yang telah lulus seleksi sebagai calon komponen cadangan, dan sifatnya sukarela. Penerapan pendidikan militer secara wajib bagi remaja tanpa dasar hukum yang jelas dapat melanggar hak asasi manusia dan prinsip-prinsip pendidikan nasional.
Manfaat Pendidikan Militer: Disiplin dan Tanggung Jawab
Pendidikan militer sering dikaitkan dengan peningkatan disiplin, tanggung jawab, dan kepatuhan terhadap aturan. Beberapa lembaga pendidikan, seperti SMA Taruna Nusantara, telah mengintegrasikan nilai-nilai militer dalam kurikulum mereka untuk membentuk karakter siswa. Program-program ini bertujuan untuk menumbuhkan jiwa nasionalisme, kepemimpinan, dan kemandirian di kalangan remaja.
Risiko dan Tantangan: Potensi Represi dan Radikalisasi
Namun, pendekatan militer dalam pendidikan remaja tidak lepas dari kritik. Pemerhati pendidikan karakter, Doni Koesoema, menilai bahwa tanpa pembekalan nilai-nilai ideologi yang tepat, pendidikan militer dapat menciptakan kelompok-kelompok radikal baru yang mengancam keutuhan negara. Selain itu, pendekatan yang terlalu keras dapat menimbulkan tekanan psikologis, trauma, dan menghambat perkembangan sosial serta emosional remaja.
Alternatif Pendekatan: Pendidikan Karakter dan Kritis
Sebagai alternatif, pendekatan pendidikan karakter yang menekankan pada pengembangan kemampuan berpikir kritis, empati, dan pemahaman keagamaan yang moderat dianggap lebih efektif dalam membentuk perilaku remaja. Program-program seperti Pendidikan Kesadaran Bela Negara (PKBN) dapat menjadi solusi yang lebih humanistik dan sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan nasional.
Mencari Keseimbangan
Pendidikan militer bagi remaja memiliki potensi untuk membentuk disiplin dan tanggung jawab, namun penerapannya harus dilakukan dengan hati-hati dan sesuai dengan kerangka hukum yang berlaku. Pendekatan yang terlalu militeristik dapat menimbulkan risiko represi dan radikalisasi. Oleh karena itu, penting untuk mencari keseimbangan antara pendekatan disiplin dan pengembangan karakter yang humanistik dalam pendidikan remaja. (Foto: Istimewa)