Lindungi Lansia Terlantar: Pemdaprov Jabar Diminta Lebih dari Sekadar Simbolik

Avatar photo

Porosmedia.com, Kab. Bandung – Pemerintah Provinsi Jawa Barat kembali menegaskan komitmennya dalam merawat dan melindungi kaum lanjut usia, terutama mereka yang tidak memiliki daya dukung keluarga. Namun di balik semangat ‘Jabar Nyaah ka Indung’ yang digaungkan, masih banyak pekerjaan rumah yang belum tersentuh secara sistemik.

Pernyataan tegas disampaikan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman, usai Rapat Koordinasi Program Strategis Jabar Istimewa di UPTD Pusat Pelayanan Sosial (Pusyansos) Griya Lansia, Kabupaten Bandung, Rabu (18/6/2025).

“Negara harus hadir. Apabila ada lansia yang kurang mampu atau bahkan ditelantarkan keluarganya, maka menjadi kewajiban negara untuk memeliharanya,” tegas Herman.

Pernyataan ini mencerminkan kepekaan moral pemerintah. Namun pertanyaannya: apakah komitmen itu cukup kuat untuk menjawab realitas di lapangan yang semakin kompleks?

Griya Lansia Dinas Sosial Jabar saat ini dihuni 160 lansia dari total kapasitas 400 orang. Artinya, baru sekitar 40% daya tampung dimanfaatkan. Ini bisa dibaca dua arah: apakah karena keterbatasan akses, minimnya sosialisasi, atau lemahnya sistem pelaporan atas kasus penelantaran lansia?

Baca juga:  Pasar-Pasar Besar Di Kota Bandung yang memiliki Sejarah dan ciri Khasnya

Padahal berdasarkan data nasional, jumlah lansia yang terlantar terus meningkat. Banyak dari mereka hidup sebatang kara di desa-desa dan kota-kota tanpa perhatian, tanpa program pendampingan jangka panjang, dan minim jaminan kesehatan yang layak.

Sekda Herman mengklaim bahwa pendekatan Pemdaprov kini bukan hanya administratif, tetapi langsung aksi.

“Kami dari Setda Jabar bahu-membahu dengan dinas terkait, bukan hanya rapat di ruang tertutup, tapi langsung menyapa, memberi bantuan, dan merasakan langsung kondisi para lansia,” katanya.

Namun demikian, langkah-langkah semacam ini tetap perlu diawasi. Karena dalam banyak kasus, kegiatan seremonial berbalut empati sosial tidak selalu berdampak pada perubahan sistematis. Diperlukan audit menyeluruh terhadap efektivitas kebijakan lansia dan akuntabilitas pendanaan sektor kesejahteraan.

Kepala Dinas Sosial Jabar, Noneng Komara Ningsih, menjelaskan bahwa kegiatan tersebut merupakan bagian dari implementasi program Jabar Nyaah ka Indung, salah satu prioritas sosial dari Gubernur Jawa Barat.

“Bahkan saat ini 12.500 ASN di Jabar sudah memiliki ibu asuh,” katanya.

Konsep ini memang menarik secara nilai budaya dan emosional. Tapi jika tidak diikuti dengan sistem monitoring yang jelas, program tersebut dikhawatirkan hanya berfungsi sebagai simbol moral, bukan sebagai pelindung riil bagi lansia yang benar-benar dalam kondisi rentan.

Baca juga:  Beri Semangat, Danrem 182/JO Sambangi Pos Teluk Arguni Satgas Yonif 642/Kps

Dalam rapat koordinasi tersebut, OPD yang hadir juga memberikan bantuan sembako kepada para penghuni Griya Lansia sebagai wujud empati.

“Kami iur dari seluruh OPD yang hadir. Kami berikan langsung kepada para lansia sebagai tambahan gizi dan kebutuhan harian,” ujar Herman.

Namun publik berharap lebih dari sekadar distribusi sembako musiman. Yang dibutuhkan para lansia adalah jaminan layanan kesehatan, akses terhadap psikososial, pendampingan hukum jika ditelantarkan, serta dukungan ekonomi bagi mereka yang masih mampu produktif.

Jika hanya mengandalkan iuran OPD dan kegiatan dadakan, itu artinya negara belum benar-benar membangun sistem keberlanjutan bagi kaum lansia.

Dalam penutupan, Herman menyampaikan salam dari Gubernur kepada para lansia dan mengutip pesan budaya:

“Kade ulah dilalaworakeun eta kolot. Kita yang muda ada karena adanya orang tua,” katanya.

Pesan ini menyentuh dan patut diapresiasi. Tetapi tidak cukup hanya menjadi narasi. Yang lebih dibutuhkan adalah sistem perlindungan sosial yang konkret, terstruktur, dan mengikat secara hukum bagi para lansia, terutama mereka yang tidak punya siapa-siapa lagi.

Baca juga:  Gunakan Motor Roda Tiga, Dansektor 19 Pimpin Angkut Sampah