Porosmedia.com, Bogor – Kehadiran Kujang Nusantara di Arca Doma dalam gelaran acara Ngariung Sunda Komara, selain bentuk babakti mensyukuri nikmat, peserta acara yang hadir juga bisa mendengarkan pemaparan tentang pemakaian iket sunda dan sejarah leluhur Sunda.
“Kita berkumpul di Arca Domas selain babakti mensyukuri nikmat, kita pun bisa mendengarkan pemaparan tentang pemakaian iket sunda dan sejarah leluhur Sunda,” tutur R. Enday Hidayat Sekjend Kujang Nusantara, Rabu (8/1-2024).
Pada kesempatan itu, Sekjend Kujang Nusantara R. Enday Hidayat juga sedikit mengulas ulang mengenai iket Sunda. Menurutnya,
Iket Sunda memiliki beberapa makna filosofis, diantaranya;
Iket Sunda melambangkan sauyunan dalam satu kesatuan hidup, seperti batang lidi yang dibentuk menjadi satu ikatan yang mampu membersihkan apapun. Namun demikian, tentunya tidak lepas dari ‘Jati Diri Sunda’ didalam membersihkan apapun.
Sambutan Sekjend Kujang Nusantara R. Enday Hidayat tentang seloka Kujang Nusantara dan filosofi Iket sunda juga mengulas sejarah berdirinya Kujang Nusantara.
Lebih dari itu, Iket Sunda juga dikenal dengan falsafah ‘Opat Kalima Pancer’ yang menggambarkan sumber kehidupan yang melekat pada jati diri orang Sunda. Orientasi pada keselarasan
Iket Sunda, mendorong penggunanya untuk bersikap hati-hati dalam menjaga perilaku agar segala sesuatunya tetap seimbang dan berorientasi pada keselarasan antara Buana Alit dan Buana Ageung.
Selain itu, Iket Sunda juga memiliki fungsi praktis, estetis, dan simbolis. Dengan kata lain, Iket Sunda memiliki fungsi praktis untuk menutupi rambut, melindungi kepala, membela diri, beribadah, menyimpan atau membawa barang, dan memperindah penampilan yang memakainya. Bahkan, Iket Sunda telah ditetapkan sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda oleh Kemendikbud.
“Barang siapa yang menggunakan iket ini, harus menjalankan Pancadharma,” imbuh R. Enday Hidayat.
Adapun Hukum Pancadharma tersebut, yaitu:
1. Menyadari dan menghormati kepada asal usul diri
2. Tunduk akan hukum dan tata tertib/aturan yang berlaku
3. Berilmu (Dilarang Bodoh),
4. Mengagungkan Sang Hyang Tunggal (Sang pencipta, Tuhan yang Maha Esa).
5. Berbakti kepada Bangsa dan Negara.
Digambarkan pula, bahwa tahapan Iket Makutawangsa yaitu;
– Pada tahap pertama segi empat disebut Opat Kalima Pancer, yang dapat juga diartikan diri menyatu dengan unsur-unsur utama alam, yakni; Angin, air, tanah, dan Api.
– Kemudian segi empat tadi dilipat menjadi bentuk segitiga yang merupakan Refleksi Diri, Bumi dan Negeri. Refleksi ini dikenal dengan sebutan Tritangtu dalam falsafah sunda.
– Kemudian lakukan lipatan sebanyak lima kali, disebut sebagai Pancaniti. Tahapan tersebut, adalah; Niti Harti (Tahap mengerti), Niti Surti (Tahap memahami), Niti Bukti (Tahap membuktikan), Niti Bakti (Tahap membaktikan), serta Niti Jati (Tahap kesejatian) manunggal dengan sang pencipta.
“Kami kira ketika semua orang dengan iket sundanya menjalankan dan mengamalkan yang terdapat dalam filosofi Iket Sunda, Negara akan subur makmur gemah ripah lo jinawi, baldatun thoyobatun warobun ghofur, berlandaskan Sili-Asah, Sili-Asih, Sili-Asuh dan akhirnya menuju Sili-wangi pun bisa terwujud. Betulkah demikian?! Tentunya, harus diamalkan.
Untuk diketahui, Kujang Nusantara didirikan pada hari Kamis, tanggal 9 September 1999. Dijelaskan juga, bahwa; Kujang Nusantara merupakan sebuah siloka yang mengandung makna bahwa; Indonesia harus dijaga dengan senjata dan senjantanya itu dilambangkan dengan 2 buah kujang. Selain itu, orang yang menjaganya harus bersifat sili-asah, sili-asih, sili-asuh agar mencapai pada tahap kesempurnaan yakni; sili-wangi.
“Bukan sebaliknya, silih gibah, hasut, iri, gontok-gontokan atau sebutan lain dengan pengertian yang kurang baik,” tegas R. Enday.
Sedangkan Visi-misi dari Kujang Nusantara, adalah; turut serta dan terjun langsung dalam melindungi dan melestarikan Budaya Nusantara.
“Jadi yang terpenting itu, jati diri orang Sunda mengutamakan sikap sili-asah, sili-asih, sili-asuh, sehingga mencapai sili-wangi. Alhamdulillah, tepat di tgl 22 Desember 2024 kemarin di Candi Penataran Blitar Jawa Timur, Lp2BN sebagai lembaga pelindung dan pelestari budaya, telah mengikrarkan diri menjadi bagian dari keluarga besar Kujang Nusantara dan sukses melantik pengurus LP2bn Provinsi Jawa Barat. Selanjutnya, ada rencana di Bali akan dilaksanakan pula pengukuhan, tepatnya pada tgl 11 Januari 2025,” beber R. Enday.
Sekjend Kujang Nusantara itu juga menyampaikan di acara tersebut, kalau Tim Pengurus Kujang Nusantara telah mendapat undangan untuk ikut menyusun kegiatan diskusi budaya bersama pelaku budaya se Asia Tenggara.
“Kami disana pun akan mengangkat diskusi mengenai jati diri; sili-asah, sili-asih, sili-asuh dan sili-wangi. Serta mengenai leluhur kita, Eyang Prabu Siliwangi yang dikenal banyak meninggalkan jejaknya baik secara Nasional maupun Internasional. Untuk itu, kami memohon doa dari semua yang hadir disini agar kami bisa menghadiri undangan tersebut. Aamiin yaa Rabbal alaamiin. Terima kasih itu saja yang dapat kami sampaikan, mengenai sejarah Kujang Nusantara. Mohon maaf apabila ada kekurangan dan ke khilafan dalam penyampaian, besar harapan kami semua organisasi budaya dan pelaku budaya se-Nusantara bisa ikut mendukung visi-misi dari Kujang Nusantara,” pungkas R. Enday Hidayat. *(FC-Goest)*