Ketika Tuhan yang sama Diseru dari Dua Sisi Senjata

Mengapa Palestina Dibantai Tanpa Henti?

Avatar photo
Oleh: Ayi Koswara CEO FlexLive, Inisiator Balanced Path Academy

Porosmedia.com — Rakyat Palestina terus berdoa. Anak-anak mereka tumbuh dalam suara ledakan. Ibu-ibu mereka berdzikir di antara puing dan jasad.
Namun, serangan tak kunjung reda.
Pertanyaannya: ke mana Tuhan?

Ini bukan sekadar curhat emosional. Ini gugatan logis:

Mengapa yang dizalimi terus dibantai?

Mengapa doa-doa tak kunjung dikabulkan?

Apakah Tuhan benar-benar diam?

Tuhan Israel dan Tuhan Palestina—Apakah Sama?

Yahudi, Kristen, dan Islam semua mengklaim menyembah Tuhan yang sama: Tuhan Ibrahim. Namun lihat hari ini:

Tentara Israel membunuh atas nama janji ilahi.

Rakyat Palestina gugur sambil menyebut nama yang sama.

Jika nama Tuhannya sama, mengapa yang satu menindas dan yang lain tertindas? Apakah Tuhan sedang berpihak, atau manusia yang menyalahgunakan nama-Nya?

Beberapa Fakta dan Realitas yang Harus Kita Akui:

1. Doa tak selalu menyelamatkan, tapi memperkuat daya tahan.
Doa bukan remote kontrol untuk membalikkan takdir secara instan. Ia lebih mirip pelindung spiritual agar manusia tak runtuh dalam penderitaan.

2. Tuhan memberi kebebasan, dan manusia menyalahgunakannya.
Konsep free will dalam agama membuka jalan bagi keadilan dan kezaliman. Tapi jika kezaliman merajalela, di mana batas intervensi Tuhan? Ini pertanyaan yang tak selesai hanya dengan kutipan ayat.

Baca juga:  Apresiasi Rencana Prabowo, Persis Siap Tampung Anak-anak Palestina di Pesantren

3. Sistem dunia ikut menyuburkan kekejaman.
Konflik ini bukan hanya soal agama, tapi industri militer, bisnis media, dan kepentingan politik global yang membiarkan kekejaman terjadi demi keuntungan.

4. Dunia Islam banyak berdoa, sedikit bertindak.
Kita terlalu mudah menyerahkan segalanya kepada takdir. Padahal perlawanan butuh strategi, bukan hanya doa. Kita krisis kepemimpinan, krisis keberanian, dan terlalu cinta pencitraan.

Closing Point:

Jika memang Tuhan yang diseru dari dua sisi adalah Tuhan yang sama,
mengapa yang satu menindas dan yang lain mati tak berdaya?
Mungkin masalahnya bukan pada Tuhan, tapi pada manusia yang menjadikan Tuhan sebagai tameng untuk membenarkan nafsu kekuasaan.

Artikel ini tidak bertujuan menyudutkan agama manapun, melainkan mendorong refleksi kritis atas penggunaan simbol-simbol keimanan dalam konflik yang penuh darah dan politik. Artikel ini terbuka untuk diskusi lebih lanjut dan masukan dari berbagai sudut pandang.