Bencana Ego Manusia Setengah Dewa

Jajat Sudrajat
Volodymyr Zelensky dan Vladimir Putin. ©AFP PHOTO

 

Dwi Mukti Wibowo

Porosmedia.com – Perang Rusia dan Ukraina sudah lebih dari setahum, dan masih terus berlangsung hingga kini. Gelora perang yang berkecamuk tak kunjung mereda. Eskalasinya justru meluas, selangkah lagi mendekati perang dunia. Bukan lagi antara negara Rusia dan negara Ukraina. Tapi telah melibatkan dua negara adi kuasa dengan masing-masing sekutunya. Rusia didukung Cina, Iran dan Korut. Sementara Ukrania didukung sebagian besar anggota NATO. Ratusan ribu mayat prajurit terkapar menumpuk tak terkubur.

Kota-kota di wilayah pertempuran Ukraina hancur lebur. Bangkai kendaraan militer berserakan di mana-mana. Infrastruktur penunjang distribusi bahan pangan dan bahan bakar lumpuh. Warga setempat mengungsi dan diungsikan ke tempat aman. Invasi bumi hangus berpotensi melumpuhkan ekonomi para pihak yang terlibat perang. Demikian pula ekonominya akan terpuruk akibat dampak embargo yang menghambat pasokan.

Perang telah mempertontonkan kekejaman diri dan memamerkan kecanggihan teknologi. Ia telah melumuri sejarah dengan darah. Perang menjelma panggung kekuataan ego penguasa negara adidaya yang mengumbar amarah atas nama kedaulatan negara. Nafsu angkara tak terbendung lagi. Masing-masing gegabah dan pongah demi harga diri sebuah hegemoni. Kekerasan hati Putin dan Zalenky bakal menjadi alasan pembenar dan penanda jika perang dunia III bakal diunggah. Ditambah lagi sikap intimidasi dan intervensi negara Amerika jelas-jelas akan memperkeruh situasi.

Kondisi ini dikhawatirkan akan memicu resesi dunia yang hanya tinggal menunggu hitungan hari. Adu kekuatan melalui perang akhirnya menjadi solusi pilihan.Dengan pertaruhan siapa mengakhiri dan menguasai tatanan baru. Atau semuanya akan hancur lebur, rata dengan tanah, kecuali pusara dari tumpukan mayat tentara bersimbah darah.

Perang sepertinya ingin mengulang sejarah duka bencana. Belum cukupkah penderitaan karena bencana selama ini?. Dari bencana alam, bencana kemanusiaan akibat Covid 19 hingga bencana perang. Bencana seolah bersekutu dengan perang. Yang hanya menambah beban dan korban. Menciptakan kuburan massal serta kubangan air mata. Nyawa manusia seperti tak berharga.

Hilang diujung peluru musuh yang membabi buta. Pahitnya perang hanya menyisakan pertanyaan “Relakah jika pecah perang dunia ketiga, sehingga kiamat tiba lebih awal. Terpicu pertikaian segelintir ego manusia setengah dewa.. Yang ingin mengekalkan eksistensi kedaulatan dan hegemoni kekuasaannya?”. Kita sadar, manusia terkadang egois dan haus kekuasaan, mabuk gengsi dan harga diri. Tapi pantaskah jika adu kuasa dan adu senjata sebagai penyelesaian akhirnya? Sekedar memuaskan nafsu angkara negara maju yang merasa jumawa, berebut kedaulatan di sejengkal tanah yang sedang jadi ajang sengketa, adu digdaya senjata atas nama teknologi atau sekedar cuci gudang senjata yang sudah kadaluarsa?

Baca juga:  Begini Prespektif Calon Presiden Dimata Dwi Mukti Wibowo S.H, M.H Dinilai

Perang hanya mempertontonkan pembantaian dan kehancuran. Tak ada pihak yang mengalah apalagi mengibarkan kata menyerah. Yang ada hanya dilema perang yang menyisakan makna ganda “kalah jadi abu, menang jadi arang”. Mengapa perang terus berkobar?. Perang hanya menciptakan euphoria hampa dan paranoid luar biasa. Dunia akan segera tutup usia jika perang telah menjadi wasitnya. Kini perang menjadi adu aji dan adu teknologi yang sangat terbuka. Para sekutu bersikukuh membela Zalensky sebagai konsekwensi menjadi kroni. Mereka tak sadar jika aksinya justru memperkeruh kondisi dan situasi. Dunia harus tersadar jika perang nuklir sudah didepan mata. Semuanya bakal musnah karena perang hanya menyisakan nestapa. Perang adalah neraka. Pemenang menjadi api. Prajurit serta manusia terkorban lainnya siap menjadi abunya.

Perang bukan lagi adu kuasa. Kini menjelma adu senjata atas nama harga diri. Organisasi dunia seperti PBB harus menengahinya. Jangan hanya terpana menatap drama intrik politik para dewa yang sedang bersengketa. Ia harus menjalankan perannya sebelum bumi ini menjadi rata tanpa satupun negara ditasnya. PBB harusnya mampu memadamkan sumbu pendek nafsu penguasa dunia agar perang tidak membara. Mengapa? PBB pemegang tahta perdamaian seluruh negara berdaulat lainnya. Maka, ia tak boleh membiarkan perang mengeksekusi manusia. Ada pepatah mengatakan siapa menabur angin akan menuai badai. Kita sadar siapa sosok yang mengawali, menyulut dan mendalangi perang. Dia yang memainkan perannya, juga akan menangguk keuntungan yang bakal diraihnya. Karena perang bukan hanya masalah hegemoni kedaulatan kewilayahan, Tapi juga hegemoni ekonomi, bargaining position kepemimpinan dunia, proyek infrastruktur pasca perang, penguasaan jalur perdagangan, dominasi sumber kekayaan alam dll.

Baca juga:  Dunia Sibuk Bela Ukraina, Kezaliman di Palestina Semakin Merajalela

Penyelesaian lewat jalur perundingan hanya sebuah retorika. Hasilnya tetap kesia-siaan, karena hanya buih kata yang mengusung kepentingan sepihak tanpa mengedepankan keadilan nyata. Perundingan harus aklamasi agar hak asasi manusia tidak semakin lirih terdengar suaranya. PBB seolah bungkam tak mampu melerai dilema perang. Perang global ini seharusnya cepat dihentikan. Sebelum jutaan mayat terpanggang mengulang tragedi Hirosima dan Nagasaki. Perang bukan ajang uji coba dan pameran. Perang adalah petaka akibat ulah manusia setengah dewa yang tak mampu mengendalikan nafsu egonya yang telah membutakan nurani kemanusiaannya. Ia tak perduli walau harus meluluhlantakkan bumi seisinya. Perang adalah perangkap yang menebar kebencian dan kebusukan untuk menjadi pemenang. Mereka menghalalkan cara untuk mengibarkan bendera kemenangan. Sehingga tidak akan rela perang akan usai. Baginya, show must go on. Karena pilihannya jadi pemenang atau pecundang.

Terpanggilnya relawan untuk perang bermakna pada niat berkorban atas nama keyakinan dan kehormatan. Bagi tentara bayaran, mereka rela mati bukan hanya untuk negaranya, tapi demi imbalan untuk menyambung hidupnya. Mereka rela mati di ujung senapan lawan daripada mati dinegaranya karena kelaparan. Kini terlalu awal untuk berdamai karena perang baru saja dinikmati keseruannya. Pertunjukan senjata canggih dari Rusia maupun pasokan NATO baru saja dipertontonkan. Kedigdayaan Vladimir Putin dan kegigihan Zalenky menunjukkan kematangan strategi. Keduanya butuh kemenangan untuk menuntaskan perseteruan. Makna perang bukan saja adu balas, tetapi juga adu tangkas yang menguji siapa unggul di fasilitas, dan adu keras siapa yang tak kenal menyerah. Perang juga adu waras yang mampu memainkan strategi kemenangan, kapan harus memulai dan kapan mengakhiri perang. Jika perang tak segera berakhir kehancuran tinggal menunggu waktunya. Apalagi perang juga diikuti dengan perang embargo, perang niaga, perang ekonomi dan perang mata uang. Perang ini telah memiliki laga dan arenanya sendiri. Banyak negara terdampak perang yang terguncang. Perang semakin riuh ketika media tampil membeberkan fakta. Semoga media menjadi wasitnya, bukan justru memutarbalikkan faktanya.

Baca juga:  Pajang Foto Mesut Ozil di Akun Instagram RANS, Resmi Merumput Bersama RANS Cilegon FC?

Menghitung hari, menghitung korban dan menghitung kerugian adalah kesiapan jika perang bergeser ke perang Dunia III. Nuklir akan menjadi panglima perang utama yang akan menentukan kapan perang dan kemenangan segera berakhir. Nuklir adalah dewa kematian yang tercipta dari tangan manusia. Untuk mengakhiri nasibnya sendiri. Siapapun pemenang perang ini akan mengubah tatanan tentang kedaulatan hukum teritorial, supremasi hukum internasional, supremasi mata uang dunia, dan kekuatan ekonomi dunia. Selanjutnya, mungkin akan terjadi pergeseran pemimpin tatanan dunia baru. Atau muncul spirit baru supremasi adinegara atas nama Thanos sebagai penguasa dunia.

Meskipun suara kemanusiaan untuk membuka dialog menuju perdamaian telah dibawa Presiden Joko Widodo saat menemui Presiden Rusia Vladimir Putin dan menjumpai Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, kita tunggu saja_efektifitas keberhasilannya. Jika tidak berhasil dan perang ini tetap tidak bisa diakhiri segera, maka bencana akhir manusia akan segera menemukan realitanya. Nuklir akan mengakhiri negara menjadi hamparan tanah rata tanpa nama. Dan melahirkan the new avenger dengan iron man sebagai penguasa. Tragedi berduka hanya mengekalkan kesedihan ala winter sonata. Dan akhirnya, dunia menuju End Game-nya.

http://mediadirgantaranews.com/(Dwi Mukti Wibowo, Pemerhati masalah Ekonomi, Sosial dan Kemanusiaan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *