Alarm dari Pemuda: KDM Dikritik Tajam atas Dugaan Pengabaian Konstitusi

Avatar photo

Kepada Yth, Bapak H. Dedi Mulyadi, S.H., M.M. Gubernur Provinsi Jawa Barat Di, Tempat

Assalamu’alaikum, Warahmatullah Wabarakatuh,

Salam silaturahmi kami sampaikan, semoga Bapak Gubernur selalu diberikan kesehatan sehingga dapat menjalankan tugas dan amanah dengan sebaik-baiknya, dalam upaya menyejahterakan masyarakat.

Bapak Gubernur yang kami hormati,

Kami dari LSM PEMUDA (Pemantau Kinerja Pemerintah Pusat dan Daerah) menyampaikan surat terbuka sebagai bentuk partisipasi aktif masyarakat sipil dalam mengawal arah kepemimpinan di Provinsi Jawa Barat, sekaligus sebagai pengingat bahwa Jabatan Gubernur adalah mandat konstitusional, bukan mahkota kekuasaan.

Bapak Gubernur yang kami hormati, tugas dan tanggung jawab seorang Kepala Daerah tidak ditentukan oleh citra, konten media sosial, atau popularitas di mata publik. Amanat sesungguhnya dari Jabatan yang Anda emban telah jelas disebutkan dalam Pembukaan dan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945, yaitu:

“mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”

Namun sayangnya, dalam beberapa waktu terakhir, kami mencermati gaya kepemimpinan Bapak yang lebih menonjolkan pendekatan personalistik, feodalistik, dan karitatif, ketimbang pendekatan sistemik, partisipatif, dan konstitusional.

Pertama, narasi Bapak sebagai “bapak aing” dan “Raja” bukan hanya simbol budaya, tapi menciptakan jarak kekuasaan yang vertikal antara pemimpin dan rakyat. Dalam demokrasi, pemimpin adalah pelayan, bukan raja. Rakyat adalah subjek pembangunan, bukan objek kasih sayang.

Kedua, kebijakan sepihak seperti “barak militer untuk anak nakal” telah melanggar prinsip-prinsip perlindungan anak dan hak asasi manusia. Keputusan-keputusan publik tidak bisa dibenarkan hanya karena “niat baik”, apalagi jika mengabaikan undang-undang dan tanpa melibatkan partisipasi masyarakat.

Baca juga:  Surat Terbuka untuk Gubernur Dedi Mulyadi: Ketika Mandat Rakyat Tak Bisa Dikaburkan oleh Kamera

Ketiga, tidak terbukanya anggaran untuk pembiayaan “barak militer” melanggar prinsip undang-undang keterbukaan informasi publik.

Keempat, praktik membagi-bagikan uang secara personal kepada orang miskin di depan kamera—meski tampak empatik—tidak menyentuh akar persoalan struktural kemiskinan. Jutaan rakyat miskin di Jawa Barat tidak bisa diselesaikan dengan bantuan sesaat, tapi dengan kebijakan yang berkeadilan dan sistemik.

Kami percaya bahwa masyarakat Jawa Barat tidak butuh pemimpin yang membuat mereka terhibur, tetapi pemimpin yang membuat mereka berdaya. Mereka tidak membutuhkan “bapak pengasih”, melainkan sistem pendidikan yang mencerahkan, akses kesehatan yang merata, pekerjaan yang layak, dan ruang demokrasi yang terbuka.

Untuk itu, kami menyerukan kepada Bapak Dedi Mulyadi:

Tinggalkan pendekatan kekuasaan yang simbolik dan feodal.

Kembalilah pada prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi hukum.

Libatkan masyarakat dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan.

Gunakan kekuasaan untuk memperkuat sistem, bukan membangun kultus individu.

Sejarah akan mencatat siapa yang sungguh-sungguh bekerja untuk rakyat, dan siapa yang hanya tampil untuk disanjung. Kami berharap Bapak memilih berada di sisi sejarah yang benar—sebagai pemimpin yang berpihak pada keadilan, kesetaraan, dan kecerdasan bangsa.

Bandung, 10 Juni 2025

Hormat kami, a.n DPP LSM PEMUDA (Pemantau Kinerja Pemerintah Pusat dan Daerah)

Porosmedia.com, Bandung. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) PEMUDA (Pemantau Kinerja Pemerintah Pusat dan Daerah) melayangkan kritik tajam terhadap gaya kepemimpinan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi atau biasa disapa KDM.

Baca juga:  Bamsoet Ajak Seluruh Elemen Bangsa Hormati Putusan MK Atas Perselisihan Hasil Pemilihan Umum

Dalam surat terbukanya, LSM PEMUDA mengingatkan bahwa jabatan Gubernur adalah mandat konstitusional, bukan sekadar mahkota kekuasaan, dan menuntut kembalinya fokus pada prinsip-prinsip demokrasi serta supremasi hukum.

LSM PEMUDA menegaskan bahwa tugas dan tanggung jawab seorang kepala daerah tidak ditentukan oleh citra, konten media sosial, atau popularitas.

Amanat sesungguhnya tertuang jelas dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945, yaitu “mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Menurut LSM PEMUDA, beberapa waktu terakhir, gaya kepemimpinan Dedi Mulyadi justru menonjolkan pendekatan personalistik, feodalistik, dan karitatif, alih-alih pendekatan sistemik, partisipatif, dan konstitusional.

Narasi “Bapak Aing” dan “Raja” menciptakan jarak jekuasaan, LSM PEMUDA menyoroti narasi “BapakAing” dan “Raja” yang dinilai menciptakan jarak kekuasaan vertikal antara pemimpin dan rakyat.

Dalam demokrasi, pemimpin seharusnya menjadi pelayan, bukan raja, dan rakyat adalah subjek pembangunan, bukan objek kasih sayang.

Kebijakan Sepihak “Barak Militer untuk Anak Nakal” menurut LSM PEMUDA melanggar HAM, kebijakan kontroversial “Barak Militer untuk anak nakal” dikritik keras karena dianggap melanggar prinsip perlindungan anak dan hak asasi manusia.

LSM PEMUDA menegaskan, keputusan publik tidak bisa dibenarkan hanya karena “niat baik” jika mengabaikan undang-undang dan tanpa melibatkan partisipasi masyarakat.

Anggaran “Barak Militer” Tidak Transparan

LSM PEMUDA juga menyoroti ketiadaan transparansi anggaran untuk pembiayaan “Barak Militer” tersebut, yang dinilai melanggar prinsip undang-undang keterbukaan informasi publik.

Baca juga:  ‎LSM Pemuda dan Rudi Munandar : Reformasi Birokrasi yang Sekadar Retorika

Bantuan Personal Tidak Atasi Akar Kemiskinan Struktural

Praktik membagi-bagikan uang secara personal kepada orang miskin di depan kamera, meskipun tampak empatik, dianggap tidak menyentuh akar persoalan struktural kemiskinan.

LSM PEMUDA menekankan bahwa jutaan rakyat miskin di Jawa Barat membutuhkan kebijakan yang berkeadilan dan sistemik, bukan hanya bantuan sesaat.

LSM PEMUDA percaya bahwa masyarakat Jawa Barat tidak membutuhkan pemimpin yang hanya menghibur, melainkan pemimpin yang membuat mereka berdaya.

Mereka mendambakan sistem pendidikan yang mencerahkan, akses kesehatan yang merata, pekerjaan yang layak, dan ruang demokrasi yang terbuka.

LSM PEMUDA menyerukan kepada Gubernur Dedi Mulyadi untuk:

– Meninggalkan pendekatan kekuasaan yang simbolik dan feodal.

– Kembali pada prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi hukum.

– Melibatkan masyarakat dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan.

– Menggunakan kekuasaan untuk memperkuat sistem, bukan membangun kultus individu.

LSM PEMUDA menegaskan, sejarah akan mencatat siapa yang sungguh-sungguh bekerja untuk rakyat, dan siapa yang hanya tampil untuk disanjung.

LSM PEMUDA berharap Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memilih berada di sisi sejarah yang benar, sebagai pemimpin yang berpihak pada keadilan, kesetaraan, dan kecerdasan bangsa.