Tanggapan Resmi BPJS Kesehatan Cabang Bandung: Penonaktifan Ribuan Peserta PBI JK, Ini Penjelasannya

Avatar photo

Porosmedia.com, Bandung – Menanggapi pertanyaan publik dan pemberitaan media, termasuk laporan investigatif Porosmedia.com, terkait penonaktifan massal peserta Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK) per 1 Juni 2025, BPJS Kesehatan Cabang Bandung menyampaikan klarifikasi resmi dalam bentuk pernyataan tertulis.

Pernyataan ini disampaikan sebagai pengganti kehadiran langsung Kepala Cabang BPJS Kesehatan Bandung, dengan alasan keterbatasan waktu dan padatnya agenda institusi.

BPJS Kesehatan menyatakan bahwa penonaktifan 28.392 peserta PBI JK di Kota Bandung merupakan bagian dari kebijakan nasional berdasarkan Keputusan Menteri Sosial No. 80/HUK/2025. Tujuan kebijakan ini, menurut BPJS, adalah agar bantuan iuran dialokasikan secara lebih tepat sasaran, menyusul pemutakhiran data sosial ekonomi melalui Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).

Namun demikian, publik mempertanyakan proses validasi dan transparansi data DTSEN tersebut, mengingat banyak warga yang tiba-tiba kehilangan hak akses layanan kesehatan tanpa pemberitahuan langsung yang memadai.

BPJS Kesehatan mengakui bahwa penonaktifan status kepesertaan berdampak langsung terhadap akses layanan kesehatan. Pasien yang tidak aktif tidak bisa dilayani di fasilitas kesehatan mitra BPJS, kecuali terlebih dahulu mengurus reaktivasi statusnya.

Baca juga:  Warga Cipamokolan menduga Pembangunan Gereja Santo Antonius Cacat Prosedur dan perlu ditinjau kembali

“Fasilitas kesehatan hanya dapat memberikan layanan kepada peserta aktif,” jelas pihak BPJS, sembari menekankan bahwa peserta dapat mengecek statusnya secara mandiri melalui kanal digital seperti aplikasi Mobile JKN.

Namun, banyak keluhan datang dari masyarakat bawah yang tidak akrab dengan teknologi digital atau tidak menerima surat pemberitahuan. Hal ini menimbulkan pertanyaan: seberapa efektif komunikasi langsung BPJS ke warga terdampak?

Dalam keterangannya, BPJS menyebut telah melakukan sejumlah langkah sebagai bentuk mitigasi:

1. Pemberitahuan dan Edukasi Publik

Pelaksanaan kegiatan Pemberitahuan Informasi Langsung (PIL) di tingkat kecamatan.

Surat pemberitahuan disampaikan kepada Wali Kota dan perangkat kelurahan.

Sosialisasi dilakukan ke seluruh fasilitas kesehatan mitra.

Penyediaan opsi reaktivasi kepesertaan melalui Mobile JKN, layanan Pandawa, dan kanal pengaduan digital seperti aplikasi SIPP.

2. Pendampingan di Fasilitas Kesehatan

Disiapkan loket informasi BPJS dan petugas khusus (PIPP) di rumah sakit untuk membantu proses pengalihan segmen kepesertaan.

Penyediaan informasi kontak personel melalui program BPJS SATU.

3. Distribusi Surat Pemberitahuan

Dikirimkan melalui 141 agen distribusi di 151 kelurahan Kota Bandung. Namun efektivitas distribusi ini masih menjadi pertanyaan di lapangan.

Baca juga:  RSMB paska diputus layanan pasen BPJS : diduga karyawannya di PHK sepihak, diancam dan diabaikan Hak-haknya

4. Opsi Pendaftaran Mandiri

Peserta yang dinonaktifkan namun tidak lagi memenuhi kriteria sebagai penerima bantuan dapat mendaftar sebagai peserta mandiri (PBPU), meski hal ini tentu berimplikasi pada beban biaya baru yang tidak semua warga mampu tanggung.

BPJS Kesehatan mengimbau masyarakat untuk secara aktif memantau status kepesertaan melalui aplikasi Mobile JKN dan menghubungi kanal resmi BPJS jika mengalami kendala. Namun, masih muncul kritik dari pemerhati kebijakan sosial yang menilai pendekatan digital belum cukup inklusif dan berisiko meminggirkan warga miskin digital (digital poor).

Pihak BPJS menyatakan tetap berkomitmen menjaga prinsip transparansi, akuntabilitas, dan pemerataan akses layanan kesehatan, namun publik berharap lebih dari sekadar komitmen normatif—yakni hadirnya solusi konkret, cepat, dan manusiawi di lapangan.

Pernyataan ini diakhiri dengan harapan bahwa informasi tersebut dapat menjawab keresahan masyarakat sebagaimana disuarakan media, terutama oleh porosmedia.com. Namun, pertanyaan mendasar masih menggantung: apakah kebijakan nasional ini cukup berpihak pada warga miskin yang kehilangan jaminan kesehatannya secara tiba-tiba?

 

Baca juga:  GovTech: Strategi Prabowo dan Bamsoet Menyatukan Negara dalam Satu Layar