Bandung,Porosmedia.com – Kita akan ketawa mesem mendengar penjelasan setingkat Menteri Jokowi tentang Pembangunan Ibu kota Negara (IKN) baru di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, diprediksi memakan waktu selama 23 tahun, terhitung tahun ini hingga 2045 mendatang katanya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Suharso Monoarfa menjelaskan, pembangunan ibukota baru ini diikat UU yang tidak bisa seenaknya diganti oleh presiden baru. Dia lupa tidak ada produk UU yang mutlak-mutlakan.
Dalam segi kebijakan publik, jika proyek IKN baru mangkrak, boros dan korup, dan merugikan Negara, serta menjadi beban anggaran Negara, bisa saja dihentikan sewaktu-waktu oleh pemerintahan berikutnya melalui Perppu. Berapa banyak ibukota baru di Negara lain yang gagal dan menjadi kota hantu alias tidak berpenghuni.
Kecuali nanti seperti yang dikhawatirkan beberapa pihak bahwa kota tersebut akan dihuni oleh rakyat Beijing dimana mereka mempunyai kemampuan untuk memiliki/ membeli rumah gedung/ real estate yang direncanakan dibangun oleh swasta.
Mari kita bahas selama 23 tahun kedepan menuju 2045, dalam kondisi Indonesia dengan pertumbuhan ekonomi yang jongkok, melalui sistem Pemilu ambang batas, Presiden kedepan ditentukan oleh beberapa gelintir pemilik Partai. Dipastikan akan muncul atau dimunculkan yang tidak berkualitas alias boneka olikargi. Pertumbuhan ekonomi akan tetap stag 5 – 6% boro-boro mencapai 2 digit untuk mencapai minimal rata-rata 8% setiap tahun sangat berat sebagai syarat menjadi Negara maju tahun 2045. Salah – salah Indonesia 2045 bukan akan menjadi Negara maju malah sebaliknya menjadi Negara Miskin dengan utang yang akan semakin menggurita.
Walaupun para elit berkuasa selalu menyatakan pernyataan optimisme dan itu sangat wajar, namun fakta empiris ekonomi Indonesia selama dua periode Jokowi berkuasa sangat sulit untuk mencapai persyaratan Negara maju tahun 2045. Alias sudah terlambat Indonesia telat 10 tahun selama Jokowi berkuasa. Mimpi dan keyakinan para petinggi Jokowi mungkin termasuk Presiden Jokowi membangun IKN mengibaratkan bagaikan mukjizat yang dipunyai Nabi Sulaiman AS yang membangun kota dalam sekejap.
Terbentuknya DKI Jakarta sebagai IKN menjadi sebuah Peradaban dibangun sangat lama sehingga menjadi ibukota kebanggaan Indonesia dijagat raya, tidak ujug-ujug dan tidak instan dan juga tidak melalui mukjizat. Jakarta yang sudah berusia 495 tahun menjadi bagian sejarah penting dimulai dari wilayah kekuasaan Kerajaan Sunda 397-1527M, menjadi wilayah Kesultanan Cirebon 1527-1619, ibu kota kerajaan Hindia Belanda 1619-1942, dan selanjutnya menjadi ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak 1945 – sampai sekarang, semua infrastruktur yang terbentuk didukung oleh terbangunnya kota satelit disekitarnya yang dikenal dengan Bodetabek.
Sudah juga diperkirakan dan juga membuat kita sebagai rakyat ketawa lebih mesem lagi, DPR yang dikonotasikan di medsos sebagai Dewan Perwakilan Rezim (DPR) mengesahkan RUU Ibu Kota Negara secara kilat alias quick legislation/ legalisasi cepat menjadi Undang Undang dalam waktu 42 hari tidak sampai 2 bulan. Sejak 7 Desember 2021 sampai 18 Januari 2022. Dipotong alokasi waktu rapat Panitia Khusus IKN (Pansus IKN) ada di masa reses DPR, 25 hari. Luar biasa.
Tidak memberikan kesempatan yang cukup pada pengembangan wacana dan perdebatan publik mengenai isu-isu kebijakan. Deliberasi tak bertumbuh dari ruang publik dengan baik. Dewan Perwakilan Rejim (DPR) sangat tak terbuka untuk membangun deliberasi publik pada pembahasan RUU IKN. UU IKN dikritik dan diperdebatkan publik, kembali setelah disahkan oleh DPR.
Istilah “sendiko dawuh” yang bersumber dari bahasa Jawa “saya patuh kepada perkataan raja” bawahan dalam menuruti perintah atasan sepertinya lebih tepat disematkan kepada DPR. Pemerintah telah menerbitkan kebijakan anggaran terkait IKN, bahkan sebelum RUU IKN disahkan oleh DPR. Aneh memang alokasi anggaran untuk pembangunan IKN melalui mekanisme program “Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)” apanya yang akan dipulihkan. Tak ada kewajiban bagi pemerintah untuk melakukan konsultasi dengan DPR dalam penyusunan PEN pada APBN-P karena telah dianulir dalam UU 2/2020 yang mengatur tentang Penanggulangan Covid-19. Ini juga mati ketawa cara Indonesia, membangun IKN apa kaitannya dengan PEN dan Covid-19.
Mungkin ketawa yang tidak mesem adalah dengan mengingat kembali kepada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 mengingatkan kepada DPR dan Pemerintah agar memenuhi asas-asas pembentukan perundang-undangan, khususnya asas keterbukaan harus menyertakan partisipasi masyarakat yang maksimal dan bermakna. Semoga tidak membuang-buang energi setiap waktu akan Judicial Review seprti UU Cipta Kerja, dan sekarang UU IKN sangat pantas di Judicial Review.
Sebagai penutup ketawa mesem diucapkan selamat bermimpi kepada Kepala Bappenas, bro Suharso Monoarfa dan Jokowi tentang pemindahan ibu kota baru menjadi pusat pemerintahan, pusat bisnis, pusat sekolah, pendidikan dan seterusnya. Tidak mudah dan tidak gampang seperti diucapkan bahkan bisa jadi tidak masuk akal. Jarak yang jauh dari pulau Jawa, dimana semua infrastruktur urat nadi dari kelengkapan industri dan kebutuhan masyarakat sudah terlanjur terbentuk ratusan tahun adanya di tanah Jawa.
Sebagai ilustrasi di Aceh dan di Sumbar dibangun industri garmen, kembang kempis karena semua kebutuhan penunjang/ attachmentnya ada di Jawa, harga produk menjadi mahal, akhirnya tutup.
Jakarta menjadi pusat pemerintah semenjak pemerintah Hindia Belanda sampai sekarang. Tak kurang dari empat abad lebih, Sehingga, Jakarta menjadi Kota Metropolis. Tumbuh berkembang secara historikal yang alami. Bukan dengan bim salabim, dan ketergesaan membuat UU. Apalagi menihilkan kepentingan Publik.
Penulis adalah pemerhati kebijakan publik, yang juga aktivis Pergerakan 77-78 dan Sekjen FKP2B