Porosmedia.com, Bandung – Wali Kota Bandung Muhammad Farhan mendesak pemerintah pusat untuk segera membuka kembali Bandara Husein Sastranegara bagi penerbangan komersial, menyusul gagalnya kebijakan pemindahan operasional ke Bandara Kertajati, Majalengka, yang dinilai tidak efisien secara geografis, ekonomi, dan strategis.
Farhan menegaskan bahwa sejak seluruh penerbangan dipindahkan ke Kertajati pada 2023, sektor pariwisata dan ekonomi Kota Bandung mengalami stagnasi serius. Lokasi Kertajati yang jauh dari pusat pertumbuhan ekonomi Jabar dinilai menjadi faktor utama penyusutan pergerakan wisatawan dan investor ke Bandung Raya.
“Yang perlu dilakukan saat ini adalah buka kembali Bandara Husein. Karena dengan dibukanya kembali Husein, maka pergerakan pariwisata, UMKM, dan bisnis di Kota Bandung akan langsung terdongkrak,” tegas Farhan dalam pernyataan resminya di Balai Kota Bandung, Kamis (12/6/2025)
Menurut Farhan, pemerintah pusat selama ini memaksakan skenario transportasi udara yang mengabaikan realitas geospasial Jawa Barat. Masyarakat dipaksa menggunakan Bandara Kertajati yang sulit dijangkau dan belum memiliki konektivitas transportasi publik yang memadai.
“Banyak warga Bandung akhirnya lebih memilih terbang dari Halim. Artinya apa? Ini menunjukkan bahwa kebijakan relokasi itu keliru. Justru pasar penerbangan terbesar ada di Bandung, bukan di Majalengka,” ujarnya.
Farhan turut menyinggung fakta beban keuangan yang kini ditanggung Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Biaya operasional Bandara Kertajati yang ditaksir mencapai lebih dari Rp60 miliar per tahun menjadi beban anggaran yang tak sebanding dengan manfaat.
“Saya dengar bahkan lebih dari Rp60 miliar. Ini kerugian yang tidak kecil. Saya hargai Pak Gubernur yang mulai terbuka soal ini. Tapi sekarang kepepet: uang keluar, okupansi rendah, warga mengeluh, dan ekonomi tak bergerak,” papar Farhan.
Farhan juga menggarisbawahi ironi kebijakan ini: alih-alih mendistribusikan manfaat ekonomi di Jabar, justru pendapatan dari sektor aviasi kembali terpusat ke Jakarta.
“Ketika warga Bandung lebih memilih terbang dari Halim, maka yang menikmati keuntungan adalah Jakarta, bukan Jawa Barat. Lalu untuk siapa Bandara Kertajati dibangun?” tanyanya retoris.
Sejak penutupan layanan komersial di Bandara Husein, hanya penerbangan militer dan beberapa penerbangan khusus yang masih berjalan. Sementara itu, Bandara Kertajati terus menghadapi tantangan okupansi, keterpencilan lokasi, dan operasional yang belum optimal, meski digadang-gadang sebagai simpul transportasi strategis nasional.
Farhan meminta pemerintah pusat dan seluruh pemangku kepentingan tidak gengsi mengevaluasi keputusan yang terbukti gagal di lapangan. Ia menegaskan bahwa kebijakan publik harus tunduk pada efektivitas dan kesejahteraan warga, bukan pada ambisi proyek besar yang tidak membumi.