Oleh R. Wempy Syamkarya, SH., MM.
(Pengamat Kebijakan Publik dan Politik)
Porosmedia.com, Bandung – Kasus dugaan korupsi dan nepotisme di tubuh PDAM Tirtawening Perumda Kota Bandung kembali menjadi sorotan publik. Nama Sony Salimi, mantan Direktur Utama PDAM Tirtawening, disebut-sebut dalam pusaran persoalan ini. Namun hingga kini, proses hukum maupun tindakan tegas dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat dan Pemerintah Kota Bandung tampak berjalan lamban.
Padahal, hasil penyelidikan internal dan laporan dari berbagai pihak telah bergulir cukup lama. Sejumlah LSM dan masyarakat sipil bahkan mulai geram melihat belum adanya langkah nyata dari aparat hukum maupun otoritas daerah untuk menuntaskan kasus ini.
Akar Masalah dan Dugaan Pelanggaran
Dugaan terhadap Sony Salimi bukan tanpa dasar. Ia dituduh melakukan nepotisme dan penyalahgunaan wewenang menjelang akhir masa jabatannya, antara lain dengan mengangkat 132 pegawai baru tanpa prosedur transparan dan tanpa dasar hukum yang kuat.
Langkah tersebut bukan hanya melanggar prinsip tata kelola perusahaan daerah yang baik (Good Corporate Governance), tetapi juga diduga melanggar aturan kepegawaian dan menimbulkan beban keuangan bagi PDAM Tirtawening.
Meski dua alat bukti telah disebut cukup terang, Kejati Jawa Barat tampaknya masih menahan diri. Hingga kini, belum ada pemanggilan resmi terhadap Sony Salimi maupun pihak-pihak terkait. Publik pun mulai bertanya-tanya: apakah hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas?
DPRD Mulai Bersuara, Publik Menuntut Transparansi
Belakangan, Ketua DPRD Kota Bandung, H. Edwin Sanjaya, mulai menyoroti persoalan ini. Ia meminta audit menyeluruh terhadap seluruh kebijakan PDAM Tirtawening selama kepemimpinan Soni Salimi, sekaligus evaluasi total terhadap tata kelola perusahaan dalam satu dekade terakhir.
Langkah ini disambut positif publik, namun tak akan berarti tanpa keberanian Kejati Jabar untuk menindaklanjuti temuan audit atau laporan masyarakat. Keengganan aparat hukum memanggil pihak-pihak terkait justru memperkuat dugaan adanya faktor non-yuridis yang menghambat jalannya penyidikan.
Kinerja Kejati Dipertanyakan
Kejati Jawa Barat semestinya segera mempercepat proses hukum dengan transparansi dan akuntabilitas penuh. Jika tidak, kepercayaan publik akan tergerus, dan dugaan adanya “lingkar kepentingan” di sekitar kasus ini akan semakin kuat.
Beberapa langkah strategis yang seharusnya ditempuh Kejati antara lain:
1. Meningkatkan transparansi terhadap perkembangan kasus kepada publik;
2. Menguatkan pengumpulan bukti melalui audit dokumen, saksi, dan bukti fisik;
3. Bekerja sama dengan KPK, Kepolisian, dan lembaga audit independen untuk mempercepat penyidikan;
4. Menegakkan pengawasan internal agar tidak ada intervensi atau konflik kepentingan;
5. Mempublikasikan hasil penyelidikan secara terbuka untuk menunjukkan keseriusan pemberantasan korupsi.
Dengan langkah-langkah tersebut, Kejati Jawa Barat dapat memulihkan kepercayaan masyarakat sekaligus menunjukkan komitmen dalam penegakan hukum yang berkeadilan.
Faktor Politik dan Sikap Wali Kota Bandung
Sikap Wali Kota Bandung saat ini yang terkesan pasif juga menimbulkan tanda tanya. Ada beberapa kemungkinan yang patut dicermati:
1. Keterikatan Historis dan Politik:
Soni Salimi sebelumnya pernah dilantik oleh Ridwan Kamil dan kembali diangkat oleh (alm.) Oded M. Danial. Hubungan historis dan politis inilah yang mungkin membuat pihak Pemkot enggan mengambil langkah drastis.
2. Keterbatasan Wewenang:
Secara administratif, kepala daerah tidak bisa langsung memberhentikan atau menindak pejabat BUMD tanpa dasar hukum yang kuat. Namun, evaluasi kinerja dan rekomendasi perbaikan tetap menjadi tanggung jawab moral dan politik Wali Kota.
3. Dinamika Kekuasaan Lokal:
Tak bisa diabaikan, ada dampak politik dan tarik-menarik kepentingan di balik PDAM Tirtawening yang selama ini menjadi salah satu aset vital daerah.
4. Menunggu Hasil Audit dan Investigasi:
Pemkot mungkin memilih berhati-hati dan menunggu hasil final audit atau investigasi dari Kejati sebelum melangkah. Namun, kehati-hatian yang berlebihan justru memperlambat penyelesaian masalah dan memperbesar ketidakpercayaan publik.
Urgensi Evaluasi Total PDAM Tirtawening
Publik menuntut langkah tegas: bukan sekadar wacana audit atau rapat koordinasi. PDAM Tirtawening harus segera dilakukan evaluasi manajerial total, termasuk penelusuran terhadap kebijakan rekrutmen, pengadaan, serta pengelolaan keuangan selama masa kepemimpinan Soni Salimi.
Jika benar terbukti terjadi penyimpangan, maka penegakan hukum harus dijalankan tanpa pandang bulu. Lembaga penegak hukum harus memastikan tidak ada “perlindungan” terhadap pihak mana pun.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kasus PDAM Tirtawening bukan sekadar persoalan hukum, melainkan ujian integritas bagi seluruh aparatur penegak hukum dan pemerintah daerah.
Beberapa langkah yang seharusnya segera dilakukan:
Kejati Jawa Barat harus menuntaskan penyelidikan secara transparan dan akuntabel.
Wali Kota Bandung wajib melakukan evaluasi menyeluruh terhadap manajemen PDAM dan memperkuat sistem pengawasan internal.
DPRD Kota Bandung perlu mengawal proses hukum dan mengawasi kinerja PDAM secara berkelanjutan.
Publik dan media independen harus terus memberikan tekanan moral agar kasus ini tidak menguap begitu saja.
Catatan Akhir
Kasus PDAM Tirtawening adalah cermin bahwa korupsi dan nepotisme bukan hanya terjadi di pusat kekuasaan, tetapi juga di level daerah. Jika Kejati Jawa Barat dan Pemkot Bandung terus berjalan lamban, maka publik berhak bertanya: ada apa di balik diamnya penegak hukum dan pemangku kebijakan?
Sudah saatnya semua pihak memahami tugas dan tanggung jawabnya — tidak bermain-main dengan keadilan publik, dan tidak mengulur waktu dalam penegakan hukum.
Wassalam.







