Porosmedia.com – Nama Untung Surapati menjadi salah satu tokoh legendaris dalam sejarah perjuangan Nusantara melawan kolonialisme. Lahir di Gelgel, Bali, pada tahun 1660, ia menorehkan jejak yang luar biasa: dari seorang budak VOC, ia bertransformasi menjadi bangsawan dan pemimpin militer tangguh yang mengguncang dominasi Belanda di Jawa. Ia wafat di Bangil, Pasuruan, Mataram, pada 5 Desember 1706, dalam usia 46 tahun.
Jejak perjuangan Untung Surapati tidak hanya dikenang melalui babad tanah Jawi, tetapi juga melalui kisah-kisah perlawanan yang heroik dan sarat kesaktian, sebagaimana tercatat dalam berbagai naskah sejarah, termasuk dalam buku “Untung Surapati Melawan VOC Sampai Mati” karya Sri Wintala Achmad.
Dari Budak Menjadi Bangsawan
Untung Surapati awalnya merupakan rakyat biasa yang menjadi budak di bawah kekuasaan VOC. Namun karena kecerdasannya dan keberanian luar biasa, ia berhasil membebaskan diri dan meniti jalan sebagai pejuang. Ia akhirnya memperoleh gelar Tumenggung Wiranegara dan memimpin wilayah Pasuruan di bawah kekuasaan Mataram.
Perjuangannya mencapai klimaks dalam pertempuran melawan pasukan VOC yang dipimpin oleh Kapten François Tack. Pertempuran ini menjadi titik balik yang mencerminkan bukan hanya kekuatan militer Untung Surapati, tetapi juga simbol perlawanan rakyat Nusantara terhadap kolonialisme.
Pertempuran Berdarah di Kartasura
Pertempuran antara pasukan Untung Surapati dan pasukan VOC di Kartasura berlangsung sengit. Pasukan VOC yang dipimpin Kapten Tack datang dengan persenjataan lengkap dan strategi tempur modern. Meski begitu, pasukan gabungan Untung Surapati tetap mampu memberikan perlawanan sengit.
Dikisahkan bahwa dalam pertempuran tersebut, Untung Surapati menunjukkan keberanian luar biasa. Ia bahkan berhasil menewaskan seorang perwira VOC, Kapten Brikman, dalam duel satu lawan satu. Konon, Brikman yang sempat menggigit leher Untung Surapati akhirnya tewas setelah lehernya ditusuk menggunakan patrem (senjata tradisional kecil) oleh sang pejuang.
Bergabungnya Pasukan Kartasura
Pertempuran ini juga memperlihatkan dinamika politik yang kompleks. Beberapa tokoh dari Kasunanan Kartasura, termasuk Patih Anrangkusuma dan pendekar Ebun Jaladria, bergabung mendukung perjuangan Untung Surapati. Bahkan Ebun Jaladria digambarkan berhasil membunuh seorang Letnan VOC dalam duel menggunakan kerisnya.
Sementara itu, Kapten Tack terus menggempur pasukan Surapati dengan tembakan bertubi-tubi. Namun, keadaan berubah drastis ketika Pangeran Puger, yang semula dikenal dekat dengan VOC, memutuskan bergabung diam-diam dengan pasukan Untung Surapati. Ia mengenakan seragam prajurit Surapati dan membawa pusaka sakti Tombak Kiai Pleret.
Dalam satu momen krusial, Pangeran Puger berhasil menusukkan tombak tersebut ke dada Kapten Tack. Sang kapten tewas seketika. Peristiwa ini menandai kehancuran moral pasukan VOC.
Kemenangan di Alun-Alun Kartasura
Setelah gugurnya Kapten Tack, pasukan gabungan yang dipimpin Untung Surapati bersama Patih Anrangkusuma, Ebun Jaladria, dan Pangeran Puger berhasil memukul mundur dan menewaskan seluruh pasukan VOC. Alun-Alun Kartasura pun menjadi saksi bisu jatuhnya banyak korban dari pihak Belanda—sebuah kemenangan besar yang disambut gembira oleh rakyat dan keluarga Kasunanan.
Atas keberhasilannya, Untung Surapati lolos dari ancaman penangkapan oleh VOC dan mendapat dukungan luas dari masyarakat serta bangsawan lokal.
Jejak Identitas dan Cikal Bakal Betawi
Meskipun berdarah Bali, banyak sejarawan menilai bahwa pergerakan dan perjuangan Untung Surapati di wilayah pesisir Jawa, termasuk Batavia (Jakarta), turut membentuk identitas masyarakat urban baru yang kelak dikenal sebagai Orang Betawi. Perpaduan antara etnis lokal, pendatang, dan bekas prajurit dari berbagai daerah yang mengikuti jejak perjuangan Surapati menjadi bagian penting dalam pembentukan kultur Betawi.
Untung Surapati bukan hanya simbol perlawanan terhadap kolonialisme, tetapi juga contoh transformasi sosial dari keterjajahan menuju kemandirian. Kisahnya bukan sekadar legenda, melainkan pelajaran sejarah yang menggugah kesadaran tentang jati diri bangsa dan keberanian menghadapi ketidakadilan.
Editor: Tim Redaksi Porosmedia.com
Sumber: nasional.okezone.com, babad Tanah Jawi, karya Sri Wintala Achmad