Studi: Polusi Udara Dapat Tingkatkan Risiko Terkena Penyakit Autoimun

Avatar photo
Studi: Polusi Udara Dapat Tingkatkan Risiko Terkena Penyakit Autoimun
Foto via: Shutterstock.com

Porosmedia.com – Berdasarkan penelitian, paparan polusi udara hingga dalam waktu  jangka panjang dapat meningkatkan risiko penyakit autoimun. Sementara produktivitas umat manusia terdongkrak, polusi udara jadi salah satu rintangan kesehatan skala dunia yang masih harus ditangani sampai saat ini.

Berbagai penelitian menemukan bahwa polusi udara bisa menyebabkan berbagai gangguan kesehatan pada tubuh kita. Salah satu studi terbaru menemukan risiko pajanan polutan udara terhadap gangguan autoimun. Mari simak fakta selengkapnya.

Melibatkan Lebih dari 81.000 Partisipan

Polusi udara diketahui dapat memengaruhi sistem imun. Oleh karena itu, sebuah studi di Italia yang dimuat dalam jurnal RMD Open pada 15 Maret 2022 bertujuan mencari tahu hubungan antara paparan polusi udara jangka panjang dan risiko gangguan imun.

Penelitian yang bertajuk “Association between long-term exposure to air pollution and immune-mediated diseases” ini melibatkan 81.363 partisipan dengan usia rata-rata 65 tahun yang direkrut pada Juni 2016 hingga November 2020. Mayoritas partisipan tidak memiliki kondisi imun pada awal penelitian.

Pengecekan Kualitas Udara

Para peneliti di Italia secara spesifik meneliti polusi udara dalam bentuk konsentrasi PM2,5 dan PM10. Data polutan tersebut diambil dari Italian Institute of Environment Protection and Research (IIEPR), pusat pengukuran kualitas udara dari seluruh Italia.

Baca juga:  Gerebek Vaksin dan Tarawih Keliling di Tegalmunjul Purwakarta, Masyarakat Antusias Divaksin

Paparan konsentrasi PM diketahui melalui pengukuran konsentrasi PM di stasiun pemantauan udara dekat tempat tinggal para partisipan. Dilakukan sejak 2013 hingga 2020, paparan polusi udara para pasien diukur menggunakan kode pos tempat tinggal partisipan dan stasiun tersebut.

Hasil Studi: Polusi Udara Meningkatkan Risiko Penyakit Autoimun

Studi: Polusi Udara Dapat Tingkatkan Risiko Terkena Penyakit Autoimun
Ilustrasi polusi udara. Foto via: Orami.co.id

Para peneliti Italia menemukan bahwa paparan polusi udara memiliki hubungan erat dengan penyakit autoimun. Dari seluruh jumlah partisipan, sebanyak 9.723 (12 persen) terdiagnosis mengalami autoimun.

Para peneliti menemukan bahwa peningkatan paparan PM10 sebesar 10 mikrogram per meter kubik (10µg/m3) dan 30µg/m3 meningkatkan risiko penyakit autoimun hingga 7 dan 12 persen masing-masing. Namun, paparan PM2,5 di atas 20µg/m3 terlihat paling berbahaya, meningkatkan risiko penyakit autoimun hingga 13 persen.

Penyakit autoimun yang disebabkan pun bervariasi. Sementara PM10 dikaitkan dengan peningkatan risiko artritis reumatoid (RA), PM2,5 dikaitkan bukan hanya dengan RA, melainkan juga penyakit jaringan ikat (CTD) seperti lupus dan radang usus seperti kolitis ulseratif.

Kekurangan Penelitian Terhadap Penyakit Autoimun

Sementara para peneliti Italia mengklaim bahwa penelitian ini memiliki populasi sampel yang besar, tetapi mereka tetap mengatakan bahwa ada beberapa kekurangan penelitian yang perlu diperhatikan.

Baca juga:  7 Manfaat Pepaya yang Luar Biasa

“Kami menemukan hubungan positif tetapi minim antara paparan PM10 dan risiko diagnosis penyakit autoimun,” tulis para peneliti.

Meski jumlah partisipan cukup besar, tetapi mayoritas partisipan adalah perempuan usia menopause yang memang rentan terkena gangguan autoimun, sehingga hasil bisa berbeda dalam kelompok usia, gender dan etnis lainnya.

Lalu, para peneliti mencatat bahwa kurangnya informasi mengenai partisipan dan kapan gejala autoimun terjadi bisa memengaruhi hasil penelitian. Selain itu, para peneliti mengakui bahwa pemantauan kualitas udara kemungkinan besar tidak menggambarkan paparan polusi udara para partisipan secara individual.

“Kesimpulannya, kami menemukan paparan PM berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit autoimun. Paparan kronis dari polusi lalu lintas dan industri meningkatkan risiko RA hingga 40 persen, IBD hingga 20 persen, dan CTD hingga 15 persen,” tutup para peneliti.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *