Porosmedia.com – Banyak kisah menarik yang terjadi di seputar persiapan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Salah satu ceritanya adalah keterlibatan perwira Angkatan Laut Jerman (Kriegsmarine), yang meminjamkan mesin ketik untuk pengetikan naskah teks proklamasi oleh Sayuti Melik pada 17 Agustus 1945 dini hari.
Kisah mesin ketik itu berawal ketika para tokoh pergerakan berkumpul di rumah Laksamana Maeda Tadashi, Kepala Penghubung Angkatan Laut (Kaigun) dan Angkatan Darat (Rikugun) Kekaisaran Jepang di Indonesia, di Jalan Meiji Dori No 1 (sekarang Jalan Imam Bonjol No. 1), Menteng, Jakarta pada Kamis, 16 Agustus 1945. Sukarno dan Muhammad Hatta yang baru kembali setelah ‘diculik’ kelompok pemuda yang dipimpin Wikana dan Sukarni dari Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat juga ikut hadir.
Dikutip dari Buku Nazi di Indonesia, Sebuah Sejarah yang Terlupakan karya Nino Oktorino (2015) diceritakan, mereka berkumpul untuk berdiskusi dalam perumusan rancangan naskah proklamasi. Walau sempat terjadi debat hebat, akhirnya rancangan naskah proklamasi berhasil disusun oleh Sukarno, Hatta, dan Ahmad Subarjo di meja makan Laksamana Maeda.
Tulisan rancangan teks proklamasi yang dibuat Sukarno tersebut lalu diserahkan kepada Sayuti Melik dan Burhanuddin Muhammad Diah (BM. Diah) untuk diketik. Namun muncul masalah baru, yaitu mesin ketik milik Laksamana Maeda ternyata papan tuts-nya berhuruf kanji. Mereka pun kebingungan untuk mendapatkan mesin ketik lainnya.
Di tengah kebingungan, tiba-tiba ajudan Laksamana Maeda bernama Satsuki Mishima menyampaikan bahwa dia tahu di mana bisa mendapatkan mesin ketik dengan tuts huruf latin. Dia ditemani beberapa pemuda pergi dengan menggunakan mobil jip milik Maeda menuju markas perwakilan Angkatan Laut Jerman (Kriegsmarine) yang berada di Gedung KMP di Jalan Koningsplein (sekarang Gedung Pertamina, Jalan Medan Merdeka Utara).
Tak berapa lama, melalui jalanan yang gelap gulita, Satsuki dan pemuda sampai ke kantor yang dituju. Mereka menemui, Korvettenkapitan (setingkat Mayor) Dr. Hermann Kandeler, seorang komandan kapal selam milik Kriegsmarine. Satsuki menyampaikan maksud untuk meminjam mesin ketik yang akan digunakan para tokoh pergerakan Indonesia untuk mengetik naskah proklamasi.
Setelah mendapatkan izin, Satsuki membawa mesin ketik tersebut untuk kembali ke rumah Maeda. Dia langsung menyerahkan mesin ketik itu kepada Maeda. Tak lama kemudian, Sayuti Melik yang disaksikan langsung oleh BM Diah mengetik ulang rancangan naskah proklamasi bikinan tangan Sukarno itu. Setelah selesai, ketikan naskah proklamasi langsung diserahkan kepada Sukarno untuk ditandatangani.
Kandeler sempat bertemu dengan Presiden Sukarno ketika melakukan kunjungan kenegaraan ke Jerman pada 1956.” Kertas tulisan tangan naskah proklamasi lalu diremas dan dibuang. Tapi, kertas itu dipungut kembali oleh BM Diah, di mana naskah proklamasi tulisan tangan itu kini tersimpan di Gedung Arsip Nasional RI. Naskah proklamasi selesai diketik, kemudian ditandatangani Sukarno menjelang makan sahur pada 9 Ramadan 1364 hijriah atau 17 Agustus 1945 pukul 04.00 WIB.
Anggota pertemuan di rumah Maeda pun membubarkan diri. Sukarno, Hatta, Subarjo dan tokoh pergerakan lainnya pulang ke rumahnya masing-masing. Begitu juga dengan Sukarno yang kembali ke rumahnya di Jalan Pegangsaan Timur No 56, Menteng, Jakarta. Walau pun fisiknya mengalami kelelahan, Sukarno dan para tokoh pergerakan akhirnya berkumpul dan membacakan Proklamasi Kemerdekaan RI sekaligus pengibaran bendera merah putih tepat pukul 10.00 WIB.
“Sayuti Melik kemudian mengetikkan naskah yang super bersejarah ini untuk kemudian, keesokan harinya, naskah Proklamasi Kemerdekaan dibacakan oleh Sukarno pada tanggal 17 Agustus 1945,” ungkap Alif Rafik Khan, pemerhati sejarah militer Jerman-Nazi kepada detikX, Rabu, 15 Agustus 2023.
Siapa kah sosok Hermann Kandeler yang meminjamkan mesin ketik kepada tokoh proklamator RI tersebut? Alif Rafik Khan yang banyak menulis tentang serajah militer Jerman-Nazi di laman pribadinya ‘Nazi Jerman’ menjelaskan, Kandeler merupakan pria kelahiran Berlin pada 24 Juli 1901. Karir militernya dimulai ketika menjadi anggota Angkatan Laut Jerman sebagai perwira staf di Oberkommando der Marine (OKM) atau Markas Besar Angkatan Laut Jerman sejak Februari 1936 hingga Februari 1940.
Setelah itu, dia ditugaskan sebagai perwira pengawas di kapal penjelajah ringan ‘Karlsruhe’ sejak Februari 1940 hingga April 1940. Selanjutnya, dia mendapat pendidikan tambahan di Schiffsartillerieschule (SAS), sekolah artileri Angkatan Laut Jerman antara April-Juni 1940. Lalu Kandeler kembali bertugas di laut menjadi perwira di kapal perang Scharnhorst (Juni-Juli 1940), kapal penjelajah ringan Nurnberg (Juli 1940-Februari 1941) dan kapal penjelajah ringa Emden (Februari-Juli 1941).
Berikutnya, Kandeler ditugaskan di kapal penjelajah pembantu ‘Thor’ (Juli 1941-November 1941. Kapal Thor dikenal banyak menghancurkan kapal perang milik sekutu di Samudera Pasifik. Tapi akhirnya kapal itu habis terbakar dalam sebuah kecelakaan di Pelabuhan Yokohama, Jepang. Kandeler didemosi sebagai Atase Angkatan Laut Jerman di Tokyo pada November 1942-September 1943.
Baru awal 1943 hingga Januari 1944, Azer 1944, Kandeler menjadi komandan kapal selam U-Stutzpunkt di Penang. Setelah itu kembali ke Jakarta hingga berakhirnya Perang Dunia II. Ia sempat menjadi tawanan pasukan Sekutu, hingga akhirnya dibebaskan dan kembali ke negaranya.
Kandeler sempat bertemu dengan Presiden Sukarno ketika melakukan kunjungan kenegaraan ke Jerman pada 1956. Sukarno bertemu Kandeler di Kroll Oper (Gedung Opera Kroll) Berlin. Tapi tidak ada satu pun orang yang tahu, apa saja yang dibicarakan kedua orang tersebut. Kandeler dikabarkan meninggal dunia karena sakit di Kassel, Hessen, Jerman pada 15 Maret 1990 di usianya ke 89 tahun.
Ada pertanyaan yang menggelitik pikiran, sebenarnya mesin ketik merek apa yang digunakan untuk mengetik naskah proklamasi yang dipinjam dari Kandeler. Tak ada yang secara spesifik bisa menjelaskannya. Yang jelas mesin ketik yang sekarang bersemayam di Museum Perumusan Naskah Proklamasi di Jalan Imam Bonjol No. 1 Menteng, Jakarta Pusat, bukan mesin ketik yang digunakan pada 16 Agustus 1945 malam.
Tapi memang ada beberapa versi yang menyebutkan merk mesin ketik buatan Jerman atau yang digunakan Kriegsmarine saat itu. Ada tiga merk kemungkinan mesin ketik yang digunakan, yaitu Triumph model Standar 12, Erika model 3, dan merk Rheinmetall Borsig A.G model 9. Merk Erika model 3 disebut-sebut mesin ketik portable yang bisa digunakan Kriegsmarine atau di dalam kapal U-Boat. (detik.com/jt)
Penulis: M Rizal
Editor: Irwan Nugrohoa