Presiden dan Masjid: Rekam Jejak Kepemimpinan dalam Membangun Tempat Ibadah

Avatar photo

Oleh: Joy Aigner

Porosmedia.com – Sejarah panjang Republik Indonesia mencatat bahwa hampir semua Presiden Indonesia menunjukkan kepeduliannya terhadap pembangunan tempat ibadah, khususnya masjid sebagai simbol keislaman yang lekat dengan mayoritas rakyat Indonesia. Namun, jejak tersebut menghadirkan catatan yang beragam—antara ketulusan, pencitraan, hingga kontroversi politik.

Soekarno: Istiqlal sebagai Simbol Kemerdekaan

Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno, menorehkan sejarah besar dengan memprakarsai dan memulai pembangunan Masjid Istiqlal, masjid terbesar di Asia Tenggara yang menjadi simbol kemerdekaan bangsa dan toleransi antarumat beragama. Lokasinya sengaja dipilih berseberangan dengan Gereja Katedral Jakarta sebagai perwujudan harmoni.

Soeharto: Program Seribu Masjid dan Transmigrasi

Presiden Soeharto pada masa Orde Baru mencanangkan program pembangunan seribu masjid, terutama di luar Pulau Jawa. Tak hanya tempat ibadah, program transmigrasi juga turut menyebarkan budaya Islam ke berbagai pelosok Nusantara.

Pembangunan perumahan rakyat (Perumnas), swasembada pangan, pendirian puskesmas, dan kemudahan akses pendidikan juga menjadi bagian dari paket kebijakan yang memperkuat pembangunan sosial. Meski di akhir masa jabatannya ia dikritik keras atas dugaan praktik KKN dan otoritarianisme, jasa-jasa pembangunan infrastruktur dan layanan dasar tetap membekas.

Habibie: Kepemimpinan Singkat, Dampak Signifikan

Baca juga:  Ada Apa dengan Pengaturan Pengeras Suara Mesjid?

Dalam masa kepemimpinan yang singkat, BJ Habibie membangun masjid di kampung halamannya, Sulawesi, dan memperkuat posisi Islam intelektual melalui pembentukan ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia).

Habibie juga dikenal berhasil menstabilkan ekonomi pasca krisis moneter 1998 dengan menurunkan kurs dolar dari Rp 15.000 ke Rp 7.000 per USD. Kepercayaan dunia internasional pada Indonesia sempat pulih di masa ini.

Gus Dur: Pluralisme dan Reposisi Peran Umat Islam

Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memperjuangkan pluralisme dan menempatkan NU serta Muhammadiyah dalam posisi dialog dan kolaborasi. Meskipun pemerintahannya penuh kontroversi, Gus Dur dikenal sebagai tokoh yang menempatkan kebebasan beragama dan hak minoritas sebagai agenda utama.

Megawati: Diam dalam Pembangunan Masjid, Kontroversi dalam Ekonomi

Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri relatif singkat dan tidak dikenal melalui program pembangunan masjid. Namun, kebijakannya dalam melepas kepemilikan BUMN strategis seperti Indosat dan aset Pertamina menjadi polemik hingga kini.

SBY: Keseimbangan Fiskal dan Spirit Religius

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membangun masjid di Cikeas dan mendampingi kegiatan keislaman secara aktif. Ia juga berhasil menurunkan utang negara dari Rp 3.000 triliun menjadi sekitar Rp 1.800 triliun. SBY dikenal konsisten menghadiri kegiatan keagamaan besar seperti MTQ Nasional dan shalat Jumat di Masjid Istiqlal.

Baca juga:  Logo Halal yang Baru Dikeluarkan Kemenag

Jokowi: Tol, Utang, dan Pertanyaan Publik soal Masjid

Presiden Joko Widodo (Jokowi) kerap menuai kritik soal kehadirannya dalam isu keumatan. Selama dua periode masa jabatannya, tidak terdengar kebijakan atau pembangunan masjid berskala nasional yang digagas langsung oleh pemerintah pusat. Kegiatan shalat Jumat di Istiqlal jarang dilakukan secara simbolik oleh Presiden, dan MTQ tingkat nasional tidak lagi menjadi perayaan besar kenegaraan.

Program pembangunan infrastruktur seperti jalan tol digadang-gadang sebagai pencapaian utama, namun publik mempertanyakan kontribusi nyata terhadap kesejahteraan rakyat, terutama di tengah melonjaknya utang negara yang menembus Rp 8.000 triliun.

Kritik juga datang terkait pembubaran organisasi keislaman seperti FPI dan HTI, yang dinilai sebagian kalangan sebagai tindakan represif terhadap kebebasan berserikat. Di sisi lain, Presiden Jokowi juga dipuji kalangan teknokrat karena berhasil membangun konektivitas dan menghidupkan investasi di luar Pulau Jawa.

Namun, isu seperti ijazah palsu, polarisasi masyarakat antara “cebong dan kampret”, serta tuduhan kecurangan Pemilu terus menghantui persepsi publik terhadap kepemimpinannya.

Kini, Indonesia memasuki babak baru di bawah Presiden Prabowo Subianto. Belum banyak yang bisa dinilai dari periode awal pemerintahannya. Namun publik berharap ketegasan dalam pemberantasan korupsi, rekonsiliasi politik, dan pembangunan tempat ibadah serta nilai religius kembali diberi tempat terhormat dalam kebijakan negara.

Baca juga:  Kisruh Tolak JHT, Bukti Kekejaman Pemerintah Kapitalisme

Pembangunan masjid lebih dari sekadar konstruksi fisik. Ia adalah cermin dari komitmen pemimpin terhadap nilai spiritual, kebangsaan, dan keadilan sosial. Di tengah derasnya arus globalisasi dan politik pencitraan, rakyat Indonesia tetap punya hak untuk menilai dan mencatat jejak kepemimpinan dari sudut pandang yang jujur dan kritis.

Sejarah tidak akan pernah bisa dibohongi. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jejak pemimpinnya, bukan menutupinya dengan kemewahan narasi tanpa substansi.

Wasalam. Salam Waras. Kopi Pahit Sore.

Jakarta, 23 Juni 2025