Millenial, Jangan Jadi Generasi Strawberry!

Millenial, Jangan Jadi Generasi Strawberry!
Foto: lokadata.ID

Porosmedia.com, Opini – Tahukah anda apa itu generasi strawberry? Strawberry generation alias generasi strawberry menurut wikipedia adalah sebuah neologisme bahasa Tionghoa untuk orang Taiwan yang lahir setelah tahun 1981 yang “gampang mengkerut” seperti buah strawberry. Istilah ini diberikan kepada generasi muda yang seringkali tak dapat menghadapi tekanan sosial atau kerja keras seperti generasi orang tua mereka. Istilah tersebut juga merujuk pada orang yang insubordinat, manja, penyendiri, arogan, dan malas kerja.

Sedangkan menurut Rhenald Kasali dalam bukunya yang berjudul, “Strawberry Generation”, definisinya adalah generasi yang penuh dengan gagasan kreatif tetapi mudah sekali merasa sakit hati. Generasi yang menginginkan perubahan besar tetapi menuntut jalan pintas dan berbagai kemudahan. Intinya, generasi strawberry ini adalah gambaran dari generasi yang terlihat indah dan mahal seperti strawberry, namun isinya sebenarnya lembek dan rapuh.

Generasi Rapuh Zaman Now

Mudah sekali untuk menemukan fenomena generasi strawberry pada generasi muda saat ini. Fakta generasi muda zaman now yang lebih memilih suatu hasil yang mudah didapatkan secara instan telah membuktikan hal tersebut. Bahkan seringkali mereka tidak siap dengan tekanan yang akhirnya membuat mereka kerap lari dari masalah yang seharusnya mereka hadapi.

Maka kemudian muncullah istilah “healing” sebagai suatu jalan pintas untuk mengalihkan mereka dari hiruk pikuk masalah yang melingkupinya. Maksud dari healing tersebut adalah melakukan jalan-jalan atau bertamasya dan liburan ke suatu tempat yang mampu menyegarkan pikiran mereka dan membuat mereka bersemangat kembali. Namun benarkah healing dengan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk jalan-jalan rekreasi atau membeli barang-barang untuk menyenangkan diri mampu menjadi solusi atas masalah yang terjadi?

Ustadzah Iffah Rachmah, seorang pemerhati politik mengungkapkan pendapatnya. Menurut beliau, generasi strawberry pada dasarnya adalah generasi muda abad 21 yang memiliki beberapa kelebihan yang sangat memukau, namun juga memiliki kerentanan atau kerapuhan yang membahayakan mereka. Sangat mudah bagi mereka untuk mengalami stres, senantiasa membutuhkan bantuan healing untuk menyenangkan diri.

Baca juga:  Bahaya Bus Bodong Seperti Odong-odong 

Contoh Kasus Generasi Strawberry

Contohnya pernah terjadi di kalangan mahasiswa yang menyatakan keluhannya di media sosial. Mahasiswa tersebut menceritakan bahwa kuliahnya selama dua tahun telah membuat kesehatan mentalnya terganggu. Kemudian, setelah satu semester kuliahnya berlalu, dia membutuhkan healing selama enam bulan lamanya.

Terkait pemisalan ini, maka dapat disimpulkan bahwa generasi strawberry adalah generasi yang nampak cantik dan hebat, sekilas tampaknya membuat bangga orang tua. Namun ternyata amat rapuh dan jauh dari kata tangguh dalam menghadapi hidup. Inilah realitas yang terjadi pada sebagian besar generasi muda di berbagai penjuru dunia dan tidak terkecuali juga menjangkiti generasi muslim di negeri ini.

Berbahayakah Menjadi Generasi Strawberry?

Jika dianalisis, generasi ini mungkin mudah untuk mendapatkan uang. Mereka sanggup mencukupi kebutuhan ekonomi mereka sendiri karena mereka memiliki banyak ide kreativitas serta pembawaan yang luwes. Berbagai peluang yang sejalan dengan hal tersebut juga mendukung mereka di sistem hari ini. Sehingga bisa jadi mereka merasa berbangga diri dan tidak melatih atau memperkuat diri mereka melainkan pada satu sisi saja.

Namun, bagaimana jadinya jika kelak sikap mereka itu terus terbawa pada diri mereka hingga dewasa? Tentunya semakin dewasa seseorang maka semakin harus menghadapi tantangan yang lebih besar dalam hidup mereka. Misalnya tantangan dalam pekerjaannya atau tantangan dalam kehidupan ekonominya.

Semestinya mereka menyadari bahwa kondisi ekonomi dunia hari ini sangat fluktuatif. Mudah sekali terjadi resesi, ketika semakin banyak peluang maka juga akan semakin banyak kompetisi. Semakin mudah untuk memperoleh uang maka gampang pula untuk bangkrut. Sudahkah mereka memiliki kesiapan untuk menghadapi situasi seperti ini?

Baca juga:  Polemik Desa Wadas, Bukti Kegagalan Demokrasi Kapitalisme

Di negeri sakura, Jepang, banyak sekali generasi muda yang bunuh diri karena mengalami kegagalan, kebangkrutan usaha, dan seterusnya. Belum lagi bagi yang mulai berkeluarga, interaksi dengan suami atau istri akan banyak mengalami faktor-faktor yang membuat stres. Baik yang mengalami stres tersebut istri ataukah suami. Bagaimana cara pasangan yang sudah menikah menghadapi semua hal tersebut?

Demikian juga ketika menghadapi kerumitan mendidik anak di era yang sudah serba canggih secara teknologi ini. Jangan-jangan mereka tidak siap dan ketika melihat fakta bahwa banyak pasangan yang gagal, mereka memilih untuk tidak menikah atau menikah dengan memutuskan untuk childfree. Astaghfirullah, sikap seperti ini tentu berbahaya sekali.

Buah dari Sistem Kapitalisme

Maka masyarakat wajib menyadari bahwa generasi strawberry ini adalah buah dari pembentukan masyarakat kapitalistik hedonis yang hanya menuhankan kenikmatan ragawi semata. Ciri-ciri kapitalistik hedonis adalah mengukur kebahagiaan dari banyaknya harta, banyaknya kesenangan duniawi yang mereka raih. Sistem kapitalisme hari ini pun memayungi pemuasan hawa nafsu mereka tersebut dengan kebebasan berperilaku dan berekspresi. Sistem ini juga memfasilitasinya dengan perangkat kemajuan teknologi.

Namun, mengapa generasi muda muslim pun bisa terjangkit oleh hal ini? Mengapa generasi muslimin bisa bersikap sama seperti generasi muda di negara-negara barat yang begitu bebas berekspresi? Orang tua dan masyarakat perlu untuk menyadari bahwa generasi muslim pun hari ini hidup di dalam keluarga dan sekolah yang telah kehilangan referensi pendidikan islam kaffah.

Pemahaman aqidah islamiyah semestinya wajib menjadi pondasi dasar dalam mendidik anak di dalam keluarga. Serta menjadi dasar pembentukan kurikulum untuk memberikan pendidikan pada semua anak-anak di pendidikan formal seperti sekolah. Sayangnya, semua hal tersebut sudah tidak ada saat ini. Padahal, jika pendidikan islam menjadi landasan mendidik baik di rumah maupun di sekolah, maka yakinlah bahwa setiap orang tua dan pendidik telah menanamkan sikap mental yang sangat kuat, pondasi yang amat kokoh untuk menilai kehidupan hari ini.

Baca juga:  Pentingnya Kepedulian Remaja Terhadap Persoalan Umat

Islam Menjamin Pendidikan Mental yang Kokoh

Rasulullah Shalallahu alayhi wasallam telah mengatakan kepada Abdullah bin Abbas, “Jagalah Allah, maka Allah akan menjagamu.” Ini merupakan contoh hal yang wajib diajarkan kepada anak-anak kaum muslimin. Sehingga ketika mereka kelak menghadapi kondisi untuk memilih tawaran menggiurkan dalam kehidupan ini, mereka tetap akan berpegang pada hukum syara serta haram atau halalnya suatu perbuatan menurut Allah Taala.

Karena menjaga Allah artinya menjaga batasan-batasan Allah pada setiap tawaran yang ada pada kehidupan mereka. Kemudian, orang tua bisa mengajarkan kepada anak bahwa Allah akan menjaga mereka. Artinya, jika mereka mampu menjaga batasan hukum-hukum syariat dalam mengambil keputusan serta menilai segala sesuatu. Maka Allah pasti akan menjaga fisik mereka, mental mereka, dan memberikan ridha-Nya sehingga mereka mampu meraih tujuan kebahagiaan hakiki dalam hidup mereka. Bukan hanya bahagia secara ragawi di dunia, melainkan juga bahagia secara abadi pada kehidupan kelak di akhirat.

Masyarakat sangat perlu untuk segera mengubah kondisi generasi remaja hari ini. Agar tidak semakin banyak potensi generasi muda yang tersia-siakan dan supaya mereka mampu menjadi pemimpin dan pemberi solusi tuntas di dunia. Semoga doa-doa para ibu agar para generasi mudanya menjadi pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa dapat terwujud. Jangan sampai generasi anak-anak remaja selanjutnya menjadi generasi strawberry. Namun semoga mereka menjadi generasi muslim yang tangguh, siap untuk memimpin dunia ini dengan tegaknya hukum-hukum syariat Islam (disadur kembali dari video YouTube Muslimah Media Center). Wallahu’alam bisshawwab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *