Porosmedia.com, Bandung — Kota Bandung tengah menapaki babak baru dalam upayanya menjadi kota tangguh di tengah ancaman bencana dan derasnya gelombang digital. Pemerintah Kota Bandung resmi menjalin kolaborasi strategis dengan Pemerintah Inggris untuk memperkuat ketahanan kebencanaan dan keamanan siber, dua isu yang semakin mendesak di era modern ini.
Tak banyak yang menyadari bahwa Kota Bandung berada di atas potensi ancaman bencana besar. Sesar Lembang, yang membentang tak jauh dari pusat kota, bisa mengubah wajah Bandung dalam hitungan detik jika melepaskan energinya. Namun, selama ini, penanganan kebencanaan belum ditangani secara komprehensif dan terpadu. Baru pada 2025, Bandung memiliki Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) — sebuah langkah yang terkesan telat, tetapi sangat krusial.
Wali Kota Bandung Muhammad Farhan secara jujur mengakui kerentanan tersebut dan mengangkat kenyataan ironis bahwa selama ini, urusan bencana bahkan termasuk ular masuk rumah, ditangani oleh Dinas Kebakaran. Sebuah potret kegentingan tata kelola yang selama ini tertunda.
Namun kini, arah mulai berubah. Diskusi panel bertajuk “Sesar Lembang: Memperkuat Kesiapsiagaan Multi-Bencana” menjadi panggung kolaboratif yang menghadirkan suara dari dalam dan luar negeri. Kehadiran Wakil Duta Besar Inggris, Matthew Downing, menandai bahwa kerja sama ini bukan basa-basi diplomatik, melainkan komitmen berbasis riset, aksi, dan keberlanjutan.
Lebih dari sekadar kesiapsiagaan terhadap bencana alam, kolaborasi ini menyentuh pula lini penting lainnya: pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Di era digital, keamanan siber bukan lagi kebutuhan sekunder. Serangan digital bisa menghancurkan bisnis kecil yang belum siap. Dalam konteks itu, peluncuran modul e-learning “Kelas Siber IKM: Bisnis Aman Terlindungi” menjadi angin segar. UMKM tidak hanya dituntut untuk bertahan dalam ekonomi digital, tetapi juga untuk tangguh terhadap serangan digital.
Langkah ini patut diapresiasi karena menggarisbawahi satu hal: kota tangguh tidak dibangun semata oleh infrastruktur beton, tetapi oleh manusianya — warga yang siap menghadapi bencana dan pelaku usaha yang tangguh menghadapi krisis digital.
Kita berharap bahwa kolaborasi Bandung-Inggris ini tidak berhenti di panggung seremoni atau proyek jangka pendek. Ia harus menjadi bagian dari perubahan sistemik: memperkuat koordinasi kebencanaan, menanamkan literasi siber sejak dini, dan menjadikan kolaborasi internasional sebagai pendorong inovasi dan ketangguhan lokal.
Bandung memang belum selesai dibangun. Tapi dengan langkah-langkah ini, harapan bahwa Bandung bisa menjadi kota yang lebih aman, lebih siap, dan lebih cerdas — bukanlah mimpi yang mustahil.