Kawasan Bebas Sampah: Solusi Strategis Penanganan Sampah di Kota Bandung

Avatar photo

Porosmedia.com, Bandung – Kota Bandung kini terus mendorong lahirnya Kawasan Bebas Sampah (KBS) di tingkat RW sebagai langkah strategis dalam mengatasi persoalan sampah. Namun, apa sebenarnya makna dari istilah KBS yang mulai banyak digaungkan ini?

Pelaksana Tugas Kepala UPT Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandung, R. Ramdani, menegaskan bahwa istilah “bebas sampah” bukan berarti kawasan tersebut steril dari sampah. Melainkan, mencerminkan tingkat kepedulian warganya dalam memilah, mengolah, dan memanfaatkan sampah langsung dari sumbernya: rumah tangga.

“Ini adalah langkah awal menuju pengelolaan sampah yang lebih baik dan berkelanjutan,” ujarnya.

Hingga saat ini, tercatat sebanyak 466 dari lebih dari 1.500 RW di Kota Bandung telah berpartisipasi dalam program KBS. Artinya, sekitar 28–29 persen RW sudah menerapkan konsep ini.

Ramdani menilai, penguatan program KBS menjadi krusial dalam strategi pengelolaan sampah kota. Pasalnya, semakin besar volume sampah yang bisa ditangani langsung dari rumah tangga, maka semakin kecil beban yang ditanggung kota, baik dari segi logistik maupun anggaran.

Baca juga:  Peringatan Hari Bela Negara Ke 75 Tahun 2023 Pemkot Cimahi Berikan Motivasi Jaga Sikap Kecintaan Terhadap Negara

“Kota Bandung memproduksi sekitar 140 rit sampah per hari. Dari jumlah tersebut, sekitar 30 rit harus dikelola langsung di dalam kota. KBS bisa jadi solusi konkret untuk mencegah penumpukan dan memperkecil beban kota,” jelasnya.

Adapun syarat utama sebuah RW bisa dikategorikan sebagai KBS adalah adanya praktik pemilahan sampah dari rumah tangga. Meski belum semua warga aktif memilah, partisipasi yang telah dimulai dinilai menjadi fondasi penting menuju perubahan perilaku kolektif.

Ramdani juga menyoroti pentingnya gerakan Kang Pisman—akronim dari Kurangi, Pisahkan, dan Manfaatkan—yang merupakan adaptasi lokal dari prinsip internasional 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Menurutnya, pendekatan berbasis kearifan lokal ini mampu membangun kesadaran warga secara lebih efektif.

“Kalau sampah organik dipilah dari awal, belatung dan bau pun bisa dicegah. Lingkungan jadi lebih bersih, nyaman, dan sehat,” tambahnya.

Ia menegaskan bahwa keberhasilan program ini tak bisa dilepaskan dari keterlibatan semua pihak—mulai dari masyarakat, pengurus RW, hingga dukungan pemerintah. Tanpa partisipasi aktif warga, pengelolaan sampah hanya akan menjadi beban tanpa solusi jangka panjang.

Baca juga:  Pewarta Menyayangkan Kondisi Diskominfo Kota Bandung, Smart City?! Ngak Ada Yang Jawab!

“KBS bukan sekadar label, tapi gerakan bersama untuk mewujudkan kota yang lebih bersih dan berkelanjutan,” pungkas Ramdani. (Yan)