Indonesia Emas 2045 Mustahil Diraih Dengan Peta Jalan 2025-2045

Jajat Sudrajat

Porosmedia.com — Jika Presiden Prabowo membaca Peta Jalan Pendidikan Indonesia (PJPI) 2025-2045 sebelum menyampaikan gagasan pentingnya pendidikan matematika di jenjang SD diperbaiki, Presiden pasti berang. Mengapa? Karena di PJIP 2025/45, jenjang SD tidak diperhatikan sama sekali. Target PISA yang ingin diraih, dan sangat besar itu, pun tidak mungkin dicapai dengan program
di PJPI 2025/45. PJPI 2025/45 diturunkan dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025- 2045 yang disusun oleh Bappenas.

Ketika PJPI 2025/45 diluncurkan, Kepala Bappenas mematok agar Indonesia memiliki Human Capital Index (HCI) sebesar 75% tahun 2045, dengan
HCI baseline 2020 sebesar 54%. HCI disumbang oleh komponen Angka Harapan Hidup Balita (AHB) dan Manula (AHM), Prevalensi Stunting (PS), serta Akses dan Mutu Pendidikan (AMP) yang terhitung sangat buruk karena sumbangan komponen AMP dasar yang buruk. AHB dan AHM Indonesia pada tahun 2020 cukup baik dengan angka masing-masing 98% dan 65%.

PS pun membaik, awalnya 30 dari 100 bayi lahir di tahun 2018, menjadi 21 dari 100 kelahiran di tahun 2023. Komponen akses dan mutu pendidikan di HCI diwakili oleh akses, yaitu Angka Harapan Lama Sekolah (AHLS), akses dan mutu, yaitu Angka Lama Sekolah (ALS) dan mutu, yaitu Skor Uji Mutu Terharmonisasi (SUMT). Pada HCI Indonesia tahun 2020, AHLS sebesar 12,4 Tahun dari maksimal 14 Tahun atau setara SMA/MA kelas 2, namun angka ALS sebesar 7,8 Tahun dari maksimal 14 tahun atau setara dengan lulusan SD/MI. Rendahnya ALS sehingga murid
SMA/MA kelas 2 Indonesia hanya berkemampuan setara lulusan SD/MI tersebut disumbang oleh rendahnya SUMT yang hanya 395 dari maksimal 625.

Baca juga:  FPN Minta Paus Tekan Israel Hentikan Genosida di Palestina

SUMT atau Harmonised Test Score (HTS) atau Harmonised Learning Outcome (HLO) adalah nilai uji mutu yang dilakukan oleh setiap negara. Indonesia menggunakan uji PISA (Program for
International Stundent Assesment) oleh OECD. Ada pula negara yang memakai TIMSS (Trend for International Mathematic and Science Studies) dan PIRLS keduanya oleh IEA, serta alat uji
kelompok regional. Semua uji tersebut diharmonisasi sebelum masuk ke skor HCI. Negara Acuan PJPI 25/45. Negara di dunia dengan HCI 75% dan PDB/kapita sekitar $30.000 pada riset HCI terakhir (2020) adalah Republik Ceko, dan negeri inilah yang saya duga akan diacu indikator pencapaian HCI- nya oleh Indonesia.

Terlihat juga skor PISA matematika Ceko pada tahun 2022 sebesar 487, persis dengan target PISA Indonesia pada tahun 2045. Skor PISA membaca mereka sebesar 489 (tahun 2022) dan target Indonesia sebesar 485 (2045). Namun, bisakah Indonesia mengikuti “Peta Jalan Republik Ceko 2002-2022”?

Komponen pendidikan AHLS (Estimates Years of School), di Ceko 13,6 Tahun (hampir tuntas SMA) dari 14 tahun. Sedangkan, AHLS Indonesia saat ini 12,4 Tahun (setara SMA/MA kelas 11)

sehingga perlu digenjot agar mendekati 14 tahun pada 2045. ALS (Learning Adjusted Years of Shooling-LAYS), di Ceko sebesar 11.1 tahun dengan timelag 2,5 Tahun, atau lulus SMA setara SMA kelas 10. ALS Indonesia sebesar 7.8 tahun dengan timelag 4,6 tahun, atau SMA kelas 11 hanya setara lulusan SD.

Kemudian, SUMT (Skor Uji Mutu Terharmonisasi) di Republik Ceko
sangat tinggi sebesar 512 dari skor maksimal 625. Sedangkan, SUMT Indonesia baru 395. Tren skor PISA Ceko sejak tahun 2003 sampai tahun 2022 konsisten berada pada kisaran 485
s.d. 500. Sementara, tren Indonesia berada pada kisaran 360 s.d. 400, cenderung menurun drastis dan mencatat skor terburuk sepanjang zaman mengikuti uji PISA.

Baca juga:  RRC Show Of Force: Xi Jinping Panggil Prabowo

Target skor PISA Indonesia tahun 2045 di PJPI 2025/45 dalam matematika dan membaca masing-masing sebesar 487 dan 485 dari PISA 2022 “baseline” sebesar 366 dan 359. Jika mengikuti program PJPI 2025/45, maka target ini sangat berat dicapai, jika tidak ingin
menyebutnya mustahil diraih, apalagi jika benar mengacu ke “PJPI Republik Czech 2002-2022”.

Selain itu, ketika menyandarkan diri dengan instrumen ANBK (Asesmen Nasional Berbasis Komputer) yang PISA “dislikely” sebagai “dashboard” pengendali agar skor PISA naik sesuai PJPI 25/45, maka lebih mustahil lagi target diraih, karena kerangka ANBK yang oplosan antara karangka PISA dengan TIMSS (matematika) dan PISA dengan PIRLS (membaca).

Klaim Kemdikbudristekdikti tentang kenaikan skor ANBK dalam 3 Tahun, 2021 s.d. 2023 yang mampu mendorong siswa Indonesia melewati batas minimal kompetensi dari 30,7% (2021) menjadi 60,4% (2023) terlihat “too good to be true” dan menambah keraguan PJPJ 2025-2045 ini. Capaian di Ceko saat ini (PISA,2022) sebesar 76% murid mereka telah melewati level 2 PISA dan 11% berada di level 5 dan 6. Maka dari itu, jika merujuk pencapaian Indonesia, maka target kita akan segera dicapai jauh sebelum tahun 2045. Apakah Target RPJPN Pendidikan 2025-2045 dapat diraih?

Saya sangat menyangsikan target RPJPN 2025-2045 akan tercapai jika tidak ada program yang luar biasa seperti saat Presiden Soeharto menerbitkan Inpres SD sehingga Indeks Pembangunan Manusia (IPM) langsung melejit naik dan membawa Indonesia naik status dari
negara terbelakang menjadi negara berkembang. Jika Indonesia mustahil mengikuti pola skor PISA Republik Ceko yang mengalami perubahan
mendatar dalam kisaran 480-500, cara salah satu dari negara Peru atau Qatar dapat dijadikan acuan untuk mencapai target PISA, selaras dengan rencana pola capaian skor PISA matematika Indonesia yang mendongak dari 366 (tahun 2022) ke 487 (tahun 2045).

Baca juga:  Athena Research dan Goolin Indonesia Sepakat untuk Bangun Kerjasama dan Siap Ekspansi

Pilihan terbaik adalah mengacu ke pola yang dipergunakan Peru karena kemiripan pada kemiringan (slope) perubahan dan kesamaan pada nominal pengeluaran pembiayaan sekolah
yang berada pada kisaran $0 – $2000/murid/tahun atau setara Rp0 – Rp31.000.000/murid/tahun (McKinsey, 2024). Pola Peru itu pun harus disertai dengan prasyarat awal, yaitu jujur mengakui bahwa mutu guru.

SD/MI kita buruk dalam pembelajaran di kelas dengan mengakui skor PISA tanpa membuat ukuran-ukuran lain yang diragukan “reliabilitas dan validitasnya”. Selain itu, kurikulum PGSD di
semua LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidik dan Kependidikan) terutama Universitas Terbuka (UT) wajib diperbaiki agar lulusannya siap menjadi guru kelas yang efektif dalam mengajar matematika dan membaca dengan pedagogi (pedagogical content knowledge) yang tepat. Yang terpenting, jika Presiden Soeharto sukses menerbitkan Inpres (akses) SD sehingga IPM Indonesia melejit naik, Presiden Prabowo seharusnya tidak ragu-ragu menerbitkan Perpres/Inpres (mutu) SD yang inshaAllah dampaknya akan menaikan kelas Indonesia dari
negara berkembang “Upper Middle Income” menjadi negara maju “Lower High Income”.

Ahmad Rizali-Pengamat Pendidikan dari BAJIK (Barisan Pengkaji Kebijakan) Pendidikan, Gernas
Tastaka. 25 Oktober 2024, Depok