Porosmedia.com, Hari Tuberkulosis Sedunia – Penyakit tuberkulosis (TBC) masih menjadi salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), angka kematian akibat penyakit ini tahun 2020 tercatat mencapai 1,5 juta orang.
TBC ada di urutan ke-13 untuk kategori penyakit yang paling banyak menyebabkan kematian. Sementara itu, Indonesia ada di urutan ke-3 untuk negara dengan kasus TBC tertinggi di dunia.
Temu Media Dalam Rangka Hari Tuberkulosis Sedunia
Mengingat betapa bahayanya penyakit TBC, Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) menyelenggarakan Temu Media pada hari Selasa (22/3/2022). Acara ini dibuat dalam rangka Hari Tuberkulosis Sedunia 2022 yang diperingati setiap tanggal 24 Maret. Dua narasumber yang dihadirkan adalah Dr. drh. Didik Budijanto, M.Kes dan dr. Nurul H.W. Luntungan, MPH.
Satu orang penderita TBC bisa menularkan ke 15 orang
Karena kasus penularan TBC melalui udara atau airborne, sangat mudah bagi penderitanya untuk menularkan penyakit ke orang-orang di sekitarnya. Resiko penularan meningkat pada orang-orang yang tinggal serumah dengan penderita TBC.
Dikatakan oleh Dr. Didik bahwa angka kematian TBC di Indonesia mencapai 93.000 per tahun atau setara dengan 11 kematian per jam. Maka dari itu, penanganan yang cepat dan efektif sangat penting dilakukan untuk mengatasi TBC.
“(Seorang pasien) TBC bisa menularkan 15 orang di sekitarnya. Untuk itu, upaya penemuannya harus sedini mungkin. Pengobatan secara tuntas sampai sembuh merupakan salah satu upaya terpenting dalam memutuskan (penularan) TBC di masyarakat,” ungkap Dr. Didik
Pandemik menjadi tantangan penanggulangan TBC
Pandemik COVID-19 menyerang berbagai macam sektor di Indonesia. Hal ini menjadi penghambat utama penanggulangan kasus TBC di Tanah Air. Berdasarkan data yang dipaparkan oleh Dr. Didik, deteksi kasus TBC turun hingga 400.000 kasus dan hanya mencapai 47 persen notifikasi kasus selama pandemik berlangsung tahun 2020.
Karena data yang cukup mengkhawatirkan, pemerintah akhirnya mengeluarkan Perpres Nomor 67 tahun 2021. Peraturan Presiden ini menjadi penegasan bagi semua lapisan pemerintahan untuk menanggulangi kasus TBC di Indonesia.
Tak hanya itu, Dr. Didik juga mengajak masyarakat untuk terlibat aktif dalam pencegahan dan penanggulangan TBC. Contohnya, kerabat pasien TBC bisa memberi dukungan moral agar pasien semangat dn disiplin dalam pengobatannya hingga sembuh total.
Upaya pemerintah dalam mengatasi TBC
Dalam upaya menanggulangi kasus TBC di tengah pandemik, pemerintah akan memaksimalkan pendekatan 3T, yaitu testing (deteksi), tracing (pelacakan), serta treatment (pengobatan) di tingkat masyarakat.
Selain itu, dr. Nurul selaku ketua Stop TB Partnership Indonesia (STPI), juga memaparkan upaya penanggulangan TBC melalui skema kemitraan bersama masyarakat dan sektor-sektor lainnya, seperti pemerintah, media, dan organisasi-organisasi internasional.
“Butuh dukungan yang sangat luas dari berbagai sektor. Tidak hanya sektor kesehatan, tetapi juga di sektor-sektor lainnya untuk kita betul-betul bisa mengeliminasi TBC,” dr. Nurul menerangkan.
Pemerintah juga telah menggunakan teknologi digital sebagai salah satu upaya untuk mengatasi TBC. Salah satunya adalah dengan menggunakan aplikasi SOBAT TB untuk screening gejala TBC dan mendeteksi kontak erat pasien TBC.
Perbedaan antara gejala COVID-19 dan TBC
TBC dan COVID-19 memiliki gejala yang mirip. Bagi awam, ini tentunya bisa menjadi tantangan dalam mendeteksi TBC. Walaupun begitu, ada beberapa perbedaan gejala antara TBC dan COVID-19.
Mengutip laman resmi Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Indonesia, perbedaan yang bisa dilihat adalah bahwa TBC memiliki onset atau serangan kronis yang berlangsung lebih dari 14 hari, dengan gejala demam kurang dari 38 derajat Celcius. Gejala ini disertai batuk berdahak, bercak darah, penurunan berat badan, sesak napas memberat secara bertahap, serta berkeringat pada malam hari.
Sementara itu, gejala COVID-19 memiliki onset kurang dari 14 hari. Onset ini disertai demam lebih dari 38 derajat Celcius disertai batuk kering, sesak napas yang muncul segera setelah onset, nyeri kepala, gangguan penciuman atau pengecapan, nyeri sendi, dan pilek.
Pencegahan TBC
Apa saja yang bisa kita lakukan untuk mencegah dan ikut serta dalam penanggulangan TBC? Baik Dr. Didik maupun dr. Nurul sangat mendorong masyarakat untuk menjalankan pola hidup bersih dan sehat.
Hal yang bisa kamu lakukan untuk menanggulangi TBC antara lain:
- Memeriksakan batuk dengan segera.
- Melakukan imunisasi pada anak dan anggota keluarga.
- Meminum obat sampai sembuh.
- Memberi dukungan kepada pasien TBC.
Selain itu, untuk mencegah penularan, kamu bisa melakukan ini:
- Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
- Memakai masker.
- Menjaga jarak.
- Menerapkan etika batuk.
- Menjalankan pola hidup bersih dan sehat.
Meskipun kita masih hidup dalam pandemik COVID-19, tetapi keberlangsungan pelayanan terhadap pasien TBC dan screening tetap harus diupayakan. Tujuannya agar komitmen untuk mengeliminasi TBC pada tahun 2030 akan tercapai.