Ekspansi Militer ke Kejaksaan Dinilai Tidak Relevan dan Bertentangan dengan Konstitusi

Avatar photo

Porosmedia.com, Jakarta – Wacana pelibatan militer dalam pengamanan institusi kejaksaan dinilai tidak memiliki urgensi dan justru bertentangan dengan prinsip dasar ketatanegaraan Indonesia. Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R. Haidar Alwi, menyatakan bahwa ide tersebut mengabaikan kerangka hukum yang telah diatur dalam UUD 1945 dan perundang-undangan terkait peran TNI.

Pernyataan ini disampaikan Haidar Alwi sebagai respons terhadap pandangan mantan Kepala BAIS TNI, Soleman Ponto, yang dalam sebuah artikel media online menyebut bahwa sudah saatnya militer turun tangan untuk melindungi kejaksaan.

“Tidak ada urgensinya, karena kedaulatan dan keutuhan NKRI tidak sedang dalam ancaman. Ini bukan situasi darurat nasional,” tegas Haidar Alwi, Senin (12/5/2025).

Ia menilai, Soleman Ponto keliru dalam memahami tugas pokok dan fungsi TNI yang tertuang dalam konstitusi maupun dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. TNI memang diatur dapat melakukan operasi militer selain perang, salah satunya membantu Polri menjaga keamanan dan ketertiban. Namun, keterlibatan itu bersifat terbatas dan hanya dalam kondisi tertentu.

Baca juga:  Markus Rakus Diringkus Kejaksaan : Ronald Tannur dibawa ke sel dengan hukuman 5 tahun 

“Objek vital nasional yang bisa diamankan TNI sudah diatur secara ketat. Kejaksaan tidak termasuk di dalamnya,” ujarnya.

Mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 2004, objek vital nasional meliputi kawasan, instalasi, atau usaha strategis yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan pendapatan negara. Ciri-cirinya meliputi potensi bencana kemanusiaan jika terganggu, kerusakan sistem komunikasi dan transportasi nasional, hingga terganggunya penyelenggaraan pemerintahan.

“Yang berwenang mengamankan objek vital adalah Polri melalui Direktorat Pengamanan Objek Vital (Ditpamobvit), bukan TNI. Kecuali, objek tersebut berada di lingkungan militer,” tambah Haidar.

Lebih lanjut, Haidar Alwi juga mengkritisi analogi yang digunakan Soleman Ponto soal keterlibatan militer di Italia dalam pengamanan lembaga penegak hukum pada awal 1990-an. Saat itu, Italia berada dalam krisis besar akibat serangan mafia Cosa Nostra yang telah menewaskan jaksa dan hakim serta menyeret ratusan tokoh ke meja hijau.

“Situasi itu tidak bisa disamakan dengan Indonesia saat ini. Kita tidak sedang berhadapan dengan ancaman terorganisir seperti mafia Italia. Jangan asal meniru tanpa mempertimbangkan konteks sosial-politik dan hukum kita,” tegasnya.

Baca juga:  Pasal Kebal Hukum UU BUMN Mencederai Ide Besar Presiden Prabowo

Ia mengingatkan bahwa segala bentuk penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia harus tunduk pada konstitusi dan aturan perundang-undangan. Bukan atas dasar preseden negara lain.

“Selama ini kejaksaan mampu menangani perkara besar dengan mekanisme yang sudah ada. Aman-aman saja. Maka, wacana ekspansi militer adalah langkah tidak relevan dan inkonstitusional,” pungkasnya.