“Dibeli dengan Dana Publik, Tapi Atas Nama Pribadi?”

Saatnya luruskan tata kelola BUMDesma

Avatar photo
Ilustrasi (Dok:ist)

Porosmedia.com, Klaten – Pengelolaan dana publik dalam badan usaha milik bersama antar desa (BUMDesma), khususnya hasil transformasi dari eks-PNPM, bukan hanya soal semangat pemberdayaan dan niat baik pengurus. Ia harus dijalankan dengan kepatuhan pada aturan hukum, transparansi administratif, dan akuntabilitas publik yang bisa dipertanggungjawabkan.

Salah satu contoh kasus salah satu Kecamatan di Klaten Jawa Tengah adalah pembelian aset tanah menggunakan dana lembaga, namun dilakukan atas nama pribadi pengurus. Walaupun disebut-sebut melalui mekanisme Musyawarah Antar Desa (MAD), namun tetap saja tidak bisa menggantikan keharusan hukum bahwa aset publik harus dicatat atas nama lembaga dan dimasukkan dalam laporan neraca serta daftar inventaris resmi.

Jika BUMDesma saat itu belum berbadan hukum, maka yang perlu dilakukan adalah mekanisme transisi administratif, seperti balik nama, berita acara penyerahan, atau hibah setelah legalitas diperoleh. Tanpa langkah formal tersebut, maka secara hukum tanah tetap menjadi milik pribadi, dan bukan milik publik.

Desa-Desa Anggota Tidak Bisa Lepas Tangan

Perlu disadari, BUMDesma adalah milik bersama antar desa. Maka, desa-desa anggota yang menjadi bagian dari MAD tidak bisa lepas tangan atau menganggap persoalan ini sepenuhnya urusan pengurus harian. Sebagai pihak yang ikut menyetujui pengelolaan dan penggunaannya, desa juga memiliki tanggung jawab moral dan hukum dalam memastikan aset lembaga terdata dan dikelola secara sah.

Baca juga:  Ritual Shrada Banawa Sekar Nusantara Merupakan Ritual Upacara Yang Sangat Agung

Apalagi, berdasarkan catatan, aset yang dikelola oleh BUMDesma ini mencapai nilai sekitar Rp9 miliar. Nilai ini jelas bukan nominal kecil, dan tidak bisa dikelola secara serampangan, apalagi tanpa kejelasan status kepemilikan hukum. Kesalahan tata kelola pada aset sebesar itu dapat memicu konflik, potensi kerugian, bahkan dugaan pelanggaran hukum.

Masyarakat dan Jurnalis Berhak Bertanya

Sebagai lembaga publik, BUMDesma tidak boleh menutup diri. Masyarakat, termasuk jurnalis, berhak bertanya, mengawasi, bahkan meminta audit atas pengelolaan aset dan dana. Ini bukan sikap curiga, tapi bagian dari fungsi kontrol dalam demokrasi lokal.

Jurnalis bahkan bisa membuat laporan atau opini sebagai bentuk partisipasi dalam menjaga transparansi desa, karena karya jurnalistik juga mencakup opini yang berbasis fakta dan bertujuan untuk mengedukasi publik.

Aset yang dibeli dengan niat baik harus tetap dikelola dengan cara yang baik dan benar. Jika memang ada niat untuk menyerahkan aset pribadi ke lembaga, segerakan langkah hukum dan administrasinya. Jika ada kekeliruan, perbaiki bersama. Karena niat baik tanpa aturan hanya akan menyisakan masalah di kemudian hari.

Baca juga:  10 Sifaat Ibaad Ar-Rahman (Karakteristik Hamba-hamba Alloh Yang Maha Penyayang)

Semua pihak, terutama desa-desa anggota, wajib turut bertanggung jawab dalam penataan ulang ini. Karena ini bukan soal personal, ini soal kepercayaan publik dan tanggung jawab atas aset bersama bernilai miliaran rupiah.