Dedi Mulyadi: Dari Ladang Subang Menuju Puncak Kepemimpinan Jawa Barat

Jejak Langkah dari Kampung ke Gedung Sate

Avatar photo

“Kepemimpinan bukan tentang jabatan, tapi tentang keberanian merawat nilai dan budaya.” – Dedi Mulyadi

Porosmedia.com — Lahir di Kampung Sukadaya, Subang, pada 11 April 1971, Dedi Mulyadi tumbuh sebagai anak bungsu dari sembilan bersaudara di keluarga petani sederhana. Ayahnya, Sahlin Ahmad Suryana, pensiunan prajurit, dan ibunya, Karsiti, relawan PMI, menanamkan nilai-nilai kejujuran dan kerja keras sejak dini. Masa kecil Dedi diwarnai kesibukan menggembala domba dan membantu di sawah, membentuk fondasi empatinya terhadap rakyat kecil.

“Dia anak desa yang tidak pernah putus asa. Dedi adalah contoh bahwa politik bisa menjadi alat pemberdayaan, bukan penindasan,” ungkap KH. Maman Imanulhaq, tokoh Nahdlatul Ulama dan budayawan Sunda.

Menapaki Dunia Hukum dan Aktivisme

Dedi mengenyam pendidikan hukum di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Purnawarman, Purwakarta, dan lulus pada 1999. Di masa kuliahnya, ia aktif dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), organisasi buruh, dan komunitas budaya. Aktivismenya mempertemukannya dengan persoalan struktural yang mendera masyarakat desa, dari konflik agraria, penggusuran, hingga minimnya perlindungan hukum bagi pekerja informal.

“Dedi bukan sekadar politisi, ia aktivis yang tahu rasa. Itu sebabnya ia bertahan,” kata Rieke Diah Pitaloka, anggota DPR RI dan aktivis hak-hak pekerja.

Kepemimpinan Progresif di Purwakarta

Karier politiknya dimulai sebagai anggota DPRD Purwakarta (1999–2004), kemudian naik menjadi Wakil Bupati (2003–2008), dan Bupati Purwakarta dua periode (2008–2018). Di sinilah karakter kepemimpinan Dedi mulai dikenali publik luas. Ia mengubah wajah birokrasi yang kaku menjadi lebih responsif, dekat dengan masyarakat, dan kuat dalam pelestarian budaya.

Dedi menginisiasi gerakan Ngabekel, program pemberdayaan ekonomi lokal berbasis budaya Sunda. Ia juga mewajibkan pakaian adat Sunda di sekolah dan kantor pemerintahan setiap Kamis.

“Dedi itu manusia langka: berani berpikir melawan arus, dan tetap berakar pada tanahnya,” ujar Butet Kartaredjasa, seniman nasional.

Dari Senayan ke Gedung Sate

Setelah masa jabatan sebagai bupati usai, Dedi melenggang ke Senayan sebagai anggota DPR RI dari Partai Golkar pada 2019. Namun, idealismenya kerap bersinggungan dengan arus besar politik pragmatis. Pada 2023, ia resmi bergabung dengan Partai Gerindra dan mencalonkan diri sebagai Gubernur Jawa Barat pada Pilkada 2024. Kemenangan Dedi diumumkan KPU dengan suara terbanyak, dan ia dilantik pada 20 Februari 2025.

Kepemimpinan Ala “Pak Dedi”: Merakyat dan Tanpa Sekat

Sebagai Gubernur Jawa Barat, Dedi menghapus sekat birokrasi dan memilih blusukan sebagai gaya manajemen. Dari membetulkan rumah warga miskin, menengahi konflik agraria, hingga menertibkan ormas liar—semua dilakukan dengan tangan sendiri. Media sosialnya menjadi saksi keterlibatan langsung dalam problem-problem harian rakyat.

“Dedi Mulyadi adalah pemimpin otentik. Ia tidak sedang ‘memerankan’ gubernur—ia memang orangnya seperti itu,” tegas Ridwan Kamil, mantan Gubernur Jabar.

Program unggulan Dedi antara lain:

Sekolah Budaya Rakyat (SBR): pendidikan berbasis kearifan lokal untuk daerah 3T.

Satgas Anti Mafia Tanah: kerja sama Pemprov, kejaksaan, dan agraria untuk menyelesaikan konflik lahan.

Rumah Pangan Murah Rakyat: distribusi bahan pokok langsung dari petani ke warga tanpa rantai tengkulak.

“Jabar Moal Robah Lamun Teu Aya Nu Ngarobahkeun”

Sosok Dedi Mulyadi menunjukkan bahwa kepemimpinan tidak selalu berasal dari elite perkotaan, tapi bisa lahir dari ladang, sawah, dan jalan desa. Dengan semangat Sunda yang kental, keberpihakan pada wong cilik, dan visi pembangunan yang progresif, Dedi mengukuhkan diri sebagai tokoh sentral di Jawa Barat.

“Kalau semua kepala daerah seperti Dedi, Indonesia bisa tumbuh dengan jati diri. Kita tidak akan terjerat imitasi pembangunan asing.” — Rocky Gerung, pengamat politik.

 

 

Baca juga:  Jurnalisme Bukan Pelengkap Kekuasaan: Menjawab Arogansi Komunikasi Gubernur Dedi Mulyadi